Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi telah memetakan tingkat kerawanan di 6.720 tempat pemungutan suara (TPS) di Kota Bekasi dalam ajang Pemilihan Umum (Pemilu) pada Rabu 17 April mendatang.
Tingkat kerawanan itu terdiri dari kurang rawan, rawan dan rawan sekali.
Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Kota Komisaris Besar Indarto mengatakan, sebetulnya ada 10 indikator untuk menyatakan sebuah TPS dianggap rawan.
Indikator itu misalnya memiliki riwayat konflik, jumlah pendukung antar partai berimbang, rawan bencana alam seperti banjir, berada dekat dengan objek vital seperti kantor pemerintah, kantor PLN, kantor PDAM, berada di daerah perbatasan dengan wilayah lain atau jauh dari pusat kota dan sebagainya.
“Di antara indikator tersebut yang paling signifikan adalah yang memiliki riwayat konflik fisik. Semakin ada indikasi riwayat, maka wilayah tersebut berkategori sangat rawan,” ujar Indarto, Sabtu (13/4/2019).
Menurut dia, berimbangnya dukungan partai politik di suatu wilayah juga bisa memicu gesekan. Mereka tentu saling adu klaim bahwa pilihannya akan unggul, sehingga bisa memicu konflik.
“Semakin sama jumlah pendukungnya sudah pasti semakin rawan konflik,” imbuhnya.
Sementara untuk wilayah yang berada jauh dari pusat kota, kata dia, juga berpotensi terjadi kericuhan.
Berdasarkan informasi yang dia terima dari anak buahnya, di daerah Kelurahan Jatiranggon, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi kerap terjadi mobilisasi massa, hasutan dan sebagainya.
“Ini yang wajib kita antisipasi, makanya di lapangan kita perkuat dengan patroli di titik-titik itu,” kata Indarto.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Kota AKB Eka Mulyana menambahkan, pihak yang menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya bisa dikenakan pidana penjara selama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta. Aturan ini, kata dia, mengacu pada Pasal 531 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
“Kami sudah mengingatkan dan mensosialisasikan masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya saat Pemilu nanti. Mereka kami minta jangan pernah menghalangi atau menghasut orang lain untuk tidak memilih karena akan dikenakan hukuman,” kata Eka.
Menurut Eka sosialisasi yang dilakukan oleh polisi juga menekan angka golongan putih (golput) alias yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Dia menargetkan, tingkat golput di Kota Bekasi tidak ada, atau paling banyak 10 persen dari jumlah pemilih.
“Kalau jumlah golput mencapai 10 persen, berarti rekan-rekan tidak bekerja optimal untuk mensosialisasikan kepada masyarakat,” ujar Eka dihadapan anggota kepolisian saat apel gelar pasukan pengamanan TPS di Alun-Alun Kota Bekasi