Ikrar Setia Pancasila Menggema di Kota Bekasi

Sekitar 100 orang lebih warga Kota Bekasi menyatakan ikrar setia kepada Pancasila pada gelaran Pancasila Festival yang dilangsungkan di Hotel Aston Imperial Bekasi, Sabtu (31/8/2019).

Pembacaan Ikrar dipimpin oleh Ketua Pelaksana Pancasila Festival, Jesa yang diikuti oleh para peserta.

Adapun ikrar setia Pancasila berbunyi “Kami warga Negara Republik Indonesia menyatakan tidak boleh ada tawar-menawar terhadap Pancasila, UUD 1945 dan NKRI”

Ketua DPC Pemuda Demokrat Indonesia Kota Bekasi, King Vidor mengatakan, ikrar setia Pancasila adalah wujud komitmen masyarakat Kota Bekasi selaku warga negara Indonesia untuk menjaga dan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

“Kita ingin Pancasila dipahami hanya sebatas teks tapi kita ingin Pancasila itu benar-benar diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dalam gerak keseharian,” kata King.

Ikrar setia juga bagian dari kesadaran warga Kota Bekasi akan pentingnya menjaga Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara.

“Pancasila sudah tidak bisa ditawar karena itulah yang menjadi perekat dan menyatukan kita sebagai bangsa,” terang dia.

Sementara itu Ketua DPP Pemuda Demokrat Indonesia, Nyimas Sakuntala Dewi dalam sambutanya mengatakan, bahwa Pancasila adalah mutiara yang digali dari bumi Indonesia.

“Pancasila itu digali oleh Bung Karno dari bumi Indonesia. Pancasila adalah cerminan masyarakat Indonesia,” kata dia.

Sekadar diketahui Pancasila Festival adalah gawe Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bareng DPC Pemuda Demokrat Indonesia Kota Bekasi.

Kegiatan ini bersifat sosialisasi dalam format diskusi terbuka dipandu moderator Dhia Prakasa Yudha selaku pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dengan sejumlah narasumber antaralain, Direktur Analis dan Sinkronisasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP) Republik Indonesia, Dr. Ani Purwanti, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), Hasto Atmojo dan Pengamat Politik, Karyono Wibowo serta Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi yang berhalangan hadir.

Ani Purwanti dalam sesi diskusi mengatakan, pancasila menjadi tanggung jawab bersama semua pihak, tidak hanya tugas orang perorang.

Oleh karena itu, Ani sebagai perwakilan BPIP mengajak semua pihak menjaga dan membumikan Pancasila.

Ia juga menjelaskan Pancasila adalah kita. Sebab mutiara-mutiara Pancasila tercermin dalam diri masyarakat Indonesia.

Ani mengambil contoh, masyarakat saling memberikan ucapan selamat pada momentum keagamaan itu adalah cerminan dari sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa.

Belum lagi budaya gotong royong di masyarakat yang itu juga wujud dari nilai Pancasila.

“Pancasila digali dari buminya Indonesia. Mutiara-mutiara Pancasila itulah cerminan masyarakat kita. Pancasila bukan impor dari luar,” kata dia.

Selain itu, Pancasila adalah solusi, jalan keluar bagi keanekaragaman yang ada di Indonesia.

“Pancasilalah yang menyatukan kita semua yang berbeda-beda ini,” tandsnya.

Sementara itu Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), Hasto Atmojo mengatakan, bahwa lembaganya juga dibentuk didasari nilai-nilai Pancasila.

“Dasar pendirian LPSK adalah kemanusiaan dan keadilan sosial dan itu adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,” kata dia.

Hasto lantas bercerita tentang perjalanan LPSK yang menurutnya terbentuk seiring reformasi 1998. Di mana reformasi mendorong masyarakat sipil menguat.

“LPSK terbentuk ketika reformasi mendorong menguatnya posisi masyarakat sipil,” kata dia.

LPSK menurut Hasto berkomitmen menegakan hak asazi manusia dan sesuai dengan semangat pendirian lembaga yang ia pimpin.

“Kita konsisten menegakan hak-hak asazi manusia dengan memberlakukan perlindungan kepada saksi atau korban kejahatan,” tandasnya.

Sedangkan menurut Pengamat Politik, Karyono Wibowo mengatakan, bahwa Pancasila hari ini dikepung oleh dua ideologi besar. Pertama ideologi neokolonialisme dan radikalisme agama.

Khusus untuk radikalisme terbagi menjadi dua. Pertama yang sifatnya statis, artinya hanya sebatas pada pemikiran. Kedua yang sifatnya desduktrif, yang sudah pada tahap aksi hingga menghalalkan kekerasan.

“Data-data yang ada menggambarkan adanya ideologi radikal di Indonesia. Bahkan sejumlah kampus negeri hingga PNS terpapar paham radikal,” kata dia.

Selain itu radikalisme yang muncul di negara Indonesia kerap ditunggai kepentingan politik di dalamnya.Dan problem utama hari ini, masyarakat kurang dari sisi literasi.

“Kita kurang dalam literasi sehingga masyarakat kita gampang terjebak pada simbol-simbol kegamaan,” kata dia.

Acara berlangsung semarak dengan keberadaan fotobooth yang jadi sasaran tempat berswafoto para peserta dan performance drama musikalisasi puisi yang dibawakan siswa SMKN 11 Kota Bekasi.

(MYA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *