Pemerintah pusat berencana menghapus peredaran minyak goreng curah di pasaran mulai awal Januari 2020 mendatang
Sehingga, produksi hingga peredaran di pasaran minyak goreng tak berlabel ini pun harus dihentikan.
Menanggapi hal itu, sejumlah masyarakat Kota Bekasi, Jawa Barat, menolak rencana pemerintah yang akan menghapus peredaran minyak goreng curah di pasaran.
Sebab, mereka menilai jika minyak curah masih dibutuhkan bagi masyarakat kurang mampu atau miskin.
“Minyak goreng curah itu masih dibutuhkan terutama bagi masyarakat kurang mampu,” ujar Indriani (35) warga Kampung Poncol, Kayuringin Jaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Kamis (10/10/2019) kepada gobekasi.
Indriani sendiri mengaku masih menggunakan minyak goreng curah apabila kondisi keuangan keluarganya kurang baik.
“Kalau lagi tanggal tua itu saya juga masih beli, ya buat masak tahu, tempe. lauk pauk pokoknya karena kan murah juga,” ujar dia.
Ia meminta kepada pemerintah tidak melulu membenani rakyatnya yang kini tercatat sebagai warga kurang mampu.
Menurutnya, kebijakan yang diambil pemerintah terlalu diskriminatif terhadap rakyat miskin hingga dipaksa untuk membeli sembako ternama atau dalam kemasan.
“Jangan paksa rakyat membeli apa yang tidak mampu, kecuali minyak dalam kesaman itu di subsidi kepada masyarakat kurang mampu,” tuturnya.
Hal sama juga diungkapkan oleh Junaedi (45) yang merupakan salah satu pedagang di Pasar Baru Kranji, Bekasi Barat, Kota Bekasi.
Juanedi sendiri mengaku telah mengetahui rencana pemerintah menghapus peredaran minyak goreng curah. Bahkan ia tahu wacana itu bergulir sejak tahun 2014 silam.
“Tapi kami tidak setuju intinya, karena masih dibutuhkan juga selama ini saya berdagang minyak goreng curah,” ungkapnya.
Menurutnya, selama ini permintaan untuk minyak goreng curah lebih tinggi dibandingkan minyak goreng kemasan. Dalam sepekan, toko di Pasar Baru Kranji ini bisa menghabiskan 30 ton.
Sementara harga jual per kilo nya Rp 8.500 lebih murah Rp 2 ribu hingga Rp 3 ribu dibandingkan dengan minyak goreng kemasan beberapa merk ditokonya.
Artinya dalam satu minggu omset pendapatan toko tersebut hingga Rp 255 juta. Omset penjualan ratusan juta tersebut terancam hilang jika kebijakan wajib kemas minyak goreng diberlakukan Januari mendatang.
“Pedagang-pedagang kecil kaya gado-gado, gorengan, karena selisihnya lumayan,” jelas dia.