Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Jawa Barat, memberikan catatan kepada lembaga eksekutif pasca penyepakatan besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 sebesar Rp 5,8 triliun dalam paripurna yang selesai pada Sabtu (30/11/2019) dini hari.
Ketua DPRD Kota Bekasi, Choiruman J Putro menyampaikan telah memberikan empat catatan terhadap mitra kerjanya itu. Catatan tersebut dibuat setelah evaluasi pemakaian APBD 2019.
Salah satunya adalah anggaran belanja penyelenggaraan pemerintah mencapai 60% dari nilai APBD. Rinciannya di belanja tidak langsung sebesar Rp 2,683 triliun, dan gaji pegawai kontrak yang dimasukkan ke dalam belanja langsung penunjang urusan sebesar Rp 817,08 miliar.
“Jika Belanja Tidak Langsung tersebut ditambah dengan Belanja Langsung Penunjang Urusan yang masih bersifat administratif, maka biaya penyelenggaraan pemerintahan adalah Rp 3,5 triliun atau sekitar 60%,” kata Choiruman, Selasa (3/12/2019).
Catatan lain, kata Choiruman, adalah berupa kesinambungan insentif kepada RT/RW. Saat ini pemerintah baru menganggarkan biaya operasional Rp 5 juta per tahun untuk ketua RT atau sebesar Rp 416 ribu per orang dan Rp 7,5 juta per tahun untuk ketua RW atau Rp 625 ribu perorang.
Pada 2019, insentif yang diberikan kepada RW sebesar Rp 1.750.000 per bulan dan Rp 1.250.000 per bulan untuk RT. Sayangnya, insentif itu disetop pada Bulan Juni karena kondisi keuangan daerah yang tidak stabil.
“DPRD meminta agar dana operasional dinormalkan kembali sesuai kondisi keuangan daerah pada tahun mendatang,” kata dia.
Catatan lain, kata dia, supaya ada integerasi program Kartu Sehat ke BPJS Kesehatan. Terakhir berupa elektrifikasi pajak untuk menekan kebocoran.
Seperti yang diketahui, postur APBD Kota Bekasi telah disepakati sebesar Rp 5,8 Triliun. Jumlah ini menurun dari besaran APBD sebelumnya pada 2019 sebesar Rp 6,4 Triliun.
Rancangan APBD 2020 disetujui dengan targer pendapatan sebesar Rp 5,82 triliun. Rinciannya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan sebesar Rp 3,01 triliun terdiri dari pajak daerah sebesar Rp 2,2 triliun, retribusi daerah sebesar Rp 164,14 miliar, hasil pengelolaan kekayaan daerah dipisahkan sebesar Rp 21,62 miliar dan pendapatan lain yang sah sebesar Rp 710,64 miliar.
Adapun, dana perimbangan ditargetkan sebesar Rp 1,66 triliun. Hal ini didapat dari bagi hasil pajak dan bukan pajak sebesar Rp 152,93 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp 1,26 triliun dan Dana Alokasi Khusus Rp 243,97 Miliar.
Ketiga, pendapatan dari dana hasil bagi pajak provinsi Jawa Barat ditargetkan Rp 1,14 trilun dan Pemda lainnya Rp 804,58 miliar serta bantuan keuangan dari provinsi atau pemda lainnya sebesar Rp 342,34 miliar.
Sementara itu anggaran belanja ditarget sebesar Rp 5,8 triliun. Untuk belanja tidak langsung dialokasikan sebesar Rp 2,68 triliun lebih, terdiri dari belanja pegawai sebesar Rp 2,25 trilun, belanja hibah sebesar Rp 135,10 miliar, bantuan sosial sebesar Rp 101,24 miliar, belanja subsidi Rp 6 miliar, belanja bantuan keuangan Rp 33,82 miliar dan belanja tidak terduga Rp 153 miliar.
Sedangkan untuk belanja langsung dialokasikan sebesar Rp 3,11 triliun yang terdiri dari penunjang urusan Rp 817,08 miliar dan belanja langsung urusan Rp 2,3 triliun. Adapun surplus anggaran seebsar Rp 25 miliar akan diberikan untuk modal dua BUMD yang ada di Kota Bekasi
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menyampaikan, catatan tekait Jaminan Kesehatan Daerah, KS-NIK, setelah berkonsultasi dengan Kemendagri, Kemenkumham serta KPK.
Hasilnya adalah program tersebut dapat dilanjutkan. Sifatnya adalah saling melengkapi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini menyikapi adanya Permendagri no 33 Tahun 2019 tentang pedoman penyusunan APBD Tahun 2020, Pemerintah Daerah Wajib melakukan integrasi Jamkesda dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
“Oleh karena itu, akan kita lakukan langkah langkah perbaikan secafa menyeluruh,” kata Rahmat.