Site icon Go Bekasi

Belajar Karakter Ketangguhan dan Keteguhan Prinsip Dari Ahmad Surkati

Ahmad Surkati

Ahmad Surkati

Pendidikan karakter telah menjadi pembahasan yang menarik bagi banyak kalangan. Berbagai penelitian dan eksperimen dilakukan untuk terus menyempurnakan konsep-konsep pendidikan yang dapat membangun karakter anak bangsa agar di masa yang akan datang mampu menyelesaikan problematika yang tidak hanya tuntas pada satu lini kehidupan material saja namun juga bersama-sama dalam sekali tuntas dapat menyelesaikan problematika sosial juga.

Banyak di negeri ini orang-orang hebat dan cerdas namun bersamaan dengan itu rendah pula kualitas karakternya. Untuk menjadi pribadi yang berkarakter tentu tak mudah, banyak halang rintang yang akan menerjang di setiap langkah yang sedang berjuang.

Menghadapi semua halang rintang kehidupan tersebut tentu membutuhkan ketangguhan dan keteguhan diri. Kita dapat mempelajari keduanya, kita juga dapat melatih keduanya agar tumbuh dalam diri kita. Kita bisa belajar dan mengambil pelajaran dari cerita tokoh-tokoh bangsa yang menginspirasi dalam ketangguhan dan keteguhan manakala mereka berupaya membangun peradaban di negeri ini, diantara tokohnya adalah Ahmad Surkati, seorang yang datang dari negeri seberang ke tanah air kita membawa prinsip-prinsip yang dapat menentukan arah perkembangan karakter bangsa Indonesia.

Riwayat Hidup

Beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Muhammad Al-Anshori yang diberi gelar Surkati. Syaikh Ahmad diyakini memiliki hubungan nasab dengan sahabat Jabir bin Abdillah al-Anshori. Adapun gelar Surkati diambil dari bahasa Dongula Sudan, yang artinya adalah “banyak kitab”, karena sur artinya adalah “kitab” dan katti artinya adalah “banyak”. Gelar ini dilekatkan kepada dirinya karena nenek beliau memiliki banyak kitab sepulang dari menuntut ilmu.

Syaikh Ahmad dilahirkan di desa Udfu, Jazirah Urqu, Dongula, Sudan pada tahun 1292 H atau 1875 M.

Pendidikan dan karir

1. Pendidikan

Saudara beliau, yaitu Sati Muhammad menuturkan bahwa Ahmad Surkati kecil telah memiliki kelebihan dibandingkan anak-anak lainnya berupa kejernihan fikiran dan kecerdasan. Hal ini yang mendorong ayahnya, Syaikh Muhammad, memperlakukan beliau lebih istimewa dibandingkan saudara-saudara lainnya. Beliau aktif menghadiri majlis-majlis dan pengajian-pengajian ilmiah. Beliau senantiasa menyibukkan diri dengan menghafal al-Qur’an dan pelajaran-pelajaran agama.

Syaikh Ahmad meneruskan pelajaran di Ma’had Syarqi Nawi, sebuah ma’had yang dipimpin oleh seorang ulama kenamaan di Dongula. Setelah selesai, ayah beliau menginginkan agar Ahmad Surkati melanjutkan pendidikannya di Al-Azhar Mesir sebagaimana dirinya dulu. Namun maksud tersebut tidak terpenuhi, karena Sudan ketika itu dikuasai oleh pemerintahan al-Mahdi yang bermaksud melepaskan diri dari kekuasaan Mesir. Raja Sudan saat itu yang bernama Abdullah ath-Thaya’isi tidak memperbolehkan orang-orang Sudan bepergian ke Mesir.

Namun Syaikh Ahmad tidak patah semangat untuk menuntut ilmu ke luar negeri, di dalam kondisi yang kurang memungkinkan, beliau akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Makkah pada tahun 1314 H/1869 M tanpa memberitahu keluarganya. Setelah di Makkah, hubungan beliau dengan keluarganya di Sudan terputus karena terputusnya jalan haji antara Sudan dan Hijaz.

Syaikh Ahmad hanya tinggal sebentar di Makkah, lalu beliau pindah di Madinah. Di Madinah, beliau memperdalam ilmu agama dan Bahasa Arab selama kurang lebih empat setengah tahun. Dua guru beliau yang terkenal di Madinah adalah dua orang ahli hadits kenamaan asal Maroko, yaitu Syaikh Shalih dan Umar Hamdan. Beliau juga belajar al-Qur’an pada Syaikh Muhammad al-Khuyari.

Beliau belajar ilmu fikih kepada dua ulama ahli fikih saat itu, yaitu Syaikh Ahmad Mahjub dan Syaikh Mubarak an-Nismat. Beliau mendalami bahasa Arab kepada seorang ahli bahasa yang bernama Syaikh Muhammad al-Barzanji.

Dari Madinah, beliau kembali lagi ke Makkah dan tinggal di sana selama kurang lebih 11 tahun dan beliau mendalami fikih madzhab Syafi’iyah. Di Makkah, Syaikh Ahmad adalah orang Sudan pertama yang mendapatkan gelar sebagai al-‘Allamah pada tahun 1326 H. Di antara guru beliau di sana adalah al-Allamah Syaikh Yusuf al-Khayyath dan Syaikh Syu’aib Musa al-Maghribi.

2. Karir

Setelah perjuangan dan perjalanan panjang menuntut ilmu selanjutnya Syaikh Ahmad Surkati membuka madrasah di Mekkah dan mengajar di negeri tersebut. Beliau juga tercatat sebagai pengajar tetap Masjidil Haram. Beliau juga aktif berkorespondensi dengan ulama-ulama al-Azhar Mesir, sehingga beliau cukup dikenal di kalangan ulama-ulama al-Azhar pada saat itu.

Dari hubungan korespondensi itulah, akhirnya ulama al-Azhar merekomendasikan nama beliau kepada Jami’at al-Khair, sebuah perhimpunan masyarakat Arab pertama di Indonesia yang dikelola oleh Alu Ba’alawi, supaya Syaikh Ahmad mau menjadi guru dan mengajar di Hindia Timur (nama Indonesia tatkala itu). Akhirnya berangkatlah beliau ke Jawa disertai dengan dua orang sahabatnya, Syaikh Muhammad Abdul Hamid as-Sudani dan Syaikh Muhammad Thayib al-Maghribi.

Di tangan Syaikh as-Surkati, madrasah Jami’at al-Khair menjadi maju pesat. Oleh karena itulah, Jami’at al-Khair mendatangkan lagi guru-guru dari luar negeri yang keseluruhannya berasal dari Sudan. Mereka itu adalah : Muhammad Aqib as-Sudani, Abul Fadl Muhammad Sati adik Syaikh Ahmad, Muhammad Nur al-Anshori dan  Hasan Hamid al-Anshori. Namun, sambutan baik ini tidak berlangsung lama, karena persinggungan dan perselisihan dengan kalangan Alu Ba’alawi semakin melebar. Puncak-puncaknya adalah kejadian yang dikenal dengan sebutan “Fatwa Solo”, dimana syaikh Ahmad ditanya oleh seorang keturunan Arab yang tinggal di Solo, Sa’ad bin Sungkar dengan pertanyaan tentang hukum perkawinan antara wanita Alu Ba’alawi dengan non Ba’alawi, syaikh as-Surkati menjawab dengan singkat dan tegas akan kebolehannya menurut hukum syara’ yang adil.

Kejadian “Fatwa Solo” ini mengguncang masyarakat Alu Ba’alawi dan menganggapnya sebegai suatu penghinaan besar-besaran. Mereka pun menekan Syaikh Ahmad agar mencabut fatwa tersebut namun Syaikh Ahmad tetap bersikeras tidak mau mencabut fatwanya tersebut. Bahkan Syaikh Ahmad memberikan jawaban beliau lebih terperinci dengan menyebutkan dalil-dalilnya di dalam risalah Surat al-Jawab yang dimuat di dalam surat kabar “Suluh Hindia” pimpinan H. Oemar Said Tjokroaminoto. Dengan demikian, masyarakat Alu Ba’alawi semakin marah kepada beliau, mereka mengucilkan beliau dan bermaksud mengusir beliau dari Jami’at al-Khair dan tanah Jawa. Maka Syaikh Ahmad mundur dari Jami’at pada tahun 1332 H/ 1914 M.

Sebagaimana perjanjian, seharusnya pihak Jami’at menanggung tiket perjalanan kembali Syaikh Ahmad dan kawan-kawannya ke Makkah, namun Jami’at menolaknya. Di tengah kesulitan inilah, beberapa orang keturunan Arab non Ba’alawi, yaitu Umar Manqusy, Sholih ‘Ubaid dan Sa’id bin Salim al-Masy’abi datang kepada beliau dan memintanya untuk tetap di Jawa dan mengajar. Mereka akan menanggung semua kebutuhan Syaikh Ahmad dan akan menyediakan pula madrasah yang akan dipimpin oleh Syaikh Ahmad. Syaikh Ahmad menerima tawaran tersebut dan akhirnya pada 15 Syawal 1332 H yang bertepatan dengan 6 September 1914 dibukalah Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah dan didirikannya Jum’iyah Al-Ishlah wal Irsyad Al-Arobiyah yang menaungi madrasah tersebut.

Bagi masyarakat Arab non Ba’alawi, keluarnya Syaikh Ahmad dari Jami’at al-Khair dianggap sebagai awal kebangkitan dan perjuangan al-Musaawah (persamaan derajat), keadilan dan ilmu di Indonesia. Di lain pihak, kalangan Alu Ba’alawi melancarkan reaksi yang cukup keras, mereka menuduh Syaikh Ahmad sebagai pemecah belah dan merendahkan ahlul bait. Kecaman-kecaman ini mereka lakukan dengan segala cara. Mereka mendekati sultan-sultan Hadhramaut dan menghasut mereka untuk melarang kaum Irsyadi masuk ke negeri itu. Mereka juga mengirim surat tertanggal 5 Dzulhijjah 1336 kepada Sultan Hijaz Husain bin Ali supaya melarang mereka melaksanakan haji, dengan tuduhan penghina ahlul bait dan khowarij.

Karakteristik dan sikap hidup

1. Karakteristik

Syaikh Ahmad Surkati menunjukkan kepada kita bahwa karakter tekun sejak usia awal perkembangan anak akan membentuk kepribadian yang kokoh, seperti ketekunan beliau di usia belia, hal tersebut didukung dengan peran ayah beliau yang begitu jeli melihat sisi terbaik Ahmad Surkati sehingga tanpa ragu-ragu mendukung penuh apa yang jadi keunggulan beliau ketika itu yaitu kesukaannya menghadiri majelis-majelis ilmu.

Surkati juga memiliki karakter pantang mundur seperti Ketika upayanya ingin belajar di Al-Azhar Kairo terhalang karena situasi politik di negaranya, semangatnya tetap untuk menuntut ilmu dengan dialihkan ke kota Mekkah lalu ke Madinah. Surkati juga adalah sosok yang baik dalam berkomunikasi dan pandai membangun hubungan yang karenanya beliau mendapatkan kesempatan berdakwah ke Indonesia.

Tentu sebagai warga negara asing di Indonesia banyak hal yang harus beliau adaptasi dalam dakwahnya tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang beliau percayai. Dan tentu diantara karakter yang penting untuk ditauladani dari beliau adalah tangguh, penolakan kaum ba’lawiterhadap dakwahnya ketika tak menyurutkan langkahnya untuk terus berdakwah dengan dukungan orang-orang yang percaya dengan gerakan dakwah beliau.

Dengan semua pancaran kharismatik tersebut beliau berhasil membawa dakwah tauhid yang murni ke negeri ini bersama Al-Irsyad Al-Islamiyah yang hingga hari ini masih tetap eksis sebagai organisasi dakwah Islam berpengaruh terhadap kehidupan beragama umat Islam di Indonesia.

2. Sikap Hidup

a. Tangguh

Menilisik perjalanan hidup Ahmad Surkati sejak belia hingga menjadi seorang pendakwah dari negeri seberang masuk ke Indonesia, kita disajikan dengan jelas ketangguhan seorang manusia dalam berupaya dan berusaha meraih hal-hal bermanfaat nan bernilai. Nampaknya tidak ada dalam rangkaian hidup Surkati hal-hal yang sia-sia. Aktifitasnya hanya berkisar belajar atapun mengajar, Sabar dan tetap berdakwah. Semua hal tersebut dapat dilakukan oleh beliau berangkat dari karakter Ketangguhan.

Hill dalam Adelia mengemukakan bahwa dasar dari persistensi adalah kekuatan kehendak (the power of will). Hal yang menjadi penghalang bagi individu bukanlah ketakutan melainkan kebosanan, frustasi, kesulitan dan godaan untuk melakukan sesuatu yang lebih mudah dan menyenangkan. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persistensi yaitu perilaku atas usaha yang dilakukan (effortful behavior), dukungan sosial, dan umpan balik (feedback) (Zamista, 2018 dalam Ciptaningtyas dkk, 2020).

Menurut pendapat Colquitt, terdapat tiga unsur kunci dalam diri kita yang harus dimiliki seseorang dalam meraih kesuksesan di antaranya intensitas, arah dan ketekunan atau kegigihan (persistensi) (Colquitt, Lepine, & Wesson, 2009). Persistensi atau ketekunan ini merupakan suatu hal yang terkait dengan seberapa keras usaha seseorang dalam berjuang. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan ketekunan dengan kualitas upaya yang telah dilakukan. Upaya tersebut akan diarahkan ke sasaran dan konsisten seseorang dalam mengusahakan mendapatkan sesuatu.

b. Teguh memegang prinsip

Istiqomah adalah istilah dalam Islam yang tepat untuk menggambarkan keteguhan Surkati dalam memegang prinsip-prinsip yang dia yakini, yaitu beragama sesuai dengan Al Quran dan Al Hadits. Istiqomah  atau dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai konsistensi merupakan hal yang berat dilakukan oleh sebagian orang. Konsisten terhadap diri sendiri tidak mudah seperti yang diucapkan, naik turunnya konsistensi pada individu seringkali menjadi problematika dalam kehidupan, khususnya dalam belajar. Konsistensi diri merupakan salah satu bagian dari aspek keperibadian individu. Aspek keperibadian seseorang dapat berupa kepercayaan, tindakan maupun sikap (Mahmud, 2010: 98). Keteguhan dan konsistensi inilah yang terpancar dari kegigihan Ahmad Surkati.

Referensi:

– Abu Salma Al Atsari, As-Surkati Al-Anshori, Reformis yang teraniaya dan difitnah. Maktabah Abu Salma Al Atsari.

– Bisri Affandi. 1999. Tesis: Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka AlKautsar

– Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.

– Umar Sulaiman Naji. Tarjamat al-Hayat al-Ustadz asy-Syaikh Ahmad as-Surkati.

Oleh: Ardi Kusuma Putra (Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada Program Pascasarjana Magister Sains Psikologi & Kepala Sekolah Zaid Bin Tsabit Holistic Primary School, Mustikajaya, Kota Bekasi)

Exit mobile version