Bekasi  

Praperadilan Wawan Hermawan Gugur, Kuasa Hukum Soroti Paradoks Tafsir MK dan MA

Jakarta — Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan Wawan Hermawan, warga Bekasi berusia 30 tahun, gugur. Putusan dibacakan pada Rabu (19/11/2025), lebih cepat dari jadwal semula pada Jumat (21/11/2025).

Wawan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 160 KUHP terkait aktivitas membagikan sebuah unggahan di Instagram. Permohonan praperadilan diajukan pada 30 Oktober 2025 dan teregister dengan Nomor 144/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel

Ia sebelumnya ditangkap pada 28 Agustus 2025, hanya sehari setelah laporan polisi masuk ke Polda Metro Jaya pada 27 Agustus 2025. Pihak kuasa hukum menilai rentang waktu yang sangat singkat itu menunjukkan adanya dugaan ketidakcukupan alat bukti, sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

Kuasa Hukum Kecewa

Penasihat hukum Wawan, Muhammad Ali Fernandez, menyampaikan keberatannya atas putusan tersebut. Menurut dia, selama proses pembuktian, Polda Metro Jaya tidak menyerahkan satu pun alat bukti sebagaimana diatur KUHAP, baik keterangan saksi, ahli, maupun surat.

“Kami menilai tidak ada dasar untuk menggugurkan permohonan. Berdasarkan Putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015, praperadilan hanya gugur apabila perkara pokok telah dilimpahkan dan sidang pertama sudah dimulai,” ujar Ali.

Hakim Rujuk SEMA No. 5/2021

Dalam persidangan, Polda Metro Jaya menyerahkan bukti penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai jadwal sidang perkara pokok. Hakim kemudian merujuk pada dokumen tersebut serta Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021.

SEMA itu menyatakan bahwa dalam perkara pidana, praperadilan gugur sejak berkas perkara dilimpahkan dan diterima oleh pengadilan, tanpa menunggu sidang pertama perkara pokok.

Paradoks Norma Hukum

Putusan tersebut menimbulkan pertanyaan karena dibacakan hanya sehari setelah KUHAP baru diundangkan. KUHAP baru secara tegas menyebutkan bahwa pemeriksaan pokok perkara tidak dapat dilakukan selama praperadilan masih berlangsung.

Pasal 163 ayat (1) huruf c dan e KUHAP menyatakan: “Selama pemeriksaan praperadilan belum selesai, pemeriksaan pokok perkara di pengadilan tidak dapat diselenggarakan.”

Ketentuan itu sejalan dengan tafsir Mahkamah Konstitusi yang mensyaratkan dimulainya sidang pokok perkara sebagai dasar gugurnya praperadilan. Namun, tafsir berbeda muncul dari Mahkamah Agung melalui SEMA yang berlaku di lingkungan peradilan.

Disharmoni Pengaturan

Perbedaan tafsir antara MK dan MA ini kembali menimbulkan perdebatan mengenai batas kewenangan praperadilan serta perlindungan hak tersangka. Kuasa hukum Wawan menilai putusan tersebut menunjukkan masih adanya disharmoni dalam mekanisme kontrol terhadap proses penyidikan, terutama dalam kasus yang penetapan tersangkanya dilakukan secara cepat.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *