Kota Bekasi — Rencana revitalisasi dan pengelolaan pasar tradisional di Kota Bekasi yang dimasukkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Mitra Patriot (Perseroda) menuai kritik.
Program dengan kebutuhan dari Rp 5,15 miliar itu disebut ambisius namun miskin kejelasan, terutama mengenai jumlah pasar yang akan direvitalisasi dan roadmap pelaksanaannya.
Dalam dokumen RKAP, PT Mitra Patriot merencanakan transformasi pasar tradisional menjadi pasar modern-hibrid, mengintegrasikan digitalisasi retribusi, parkir elektronik, sistem sewa kios online, hingga marketplace produk pasar.
Baca Juga: PT Mitra Patriot dan Arah Kabur Bisnis Daerah Bekasi
Tujuan besarnya, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memperbaiki layanan publik bagi pedagang maupun konsumen.
Namun di balik narasi modernisasi, terdapat persoalan fundamental yang disorot publik. Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) menilai rencana tersebut tidak disertai data dasar yang memadai.
Minim Data, Minim Arah
Ketua Forkim, Mulyadi, menilai Pemerintah Kota Bekasi dan PT Mitra Patriot terlalu terburu-buru memindahkan pengelolaan pasar dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kota Bekasi ke BUMD tanpa memaparkan peta persoalan yang jelas.
“Dalam RKAP tidak ada angka berapa jumlah pasar yang perlu direvitalisasi dan berapa total pasar yang ada di Kota Bekasi. Bagaimana publik bisa menilai keberhasilan kalau target dasar saja tidak disediakan?” ujar Mulyadi, Senin (24/11/2025) kepada Gobekasi.id.
Baca Juga: Uang Keluar, PAD Tak Bertambah: Mengupas Rencana Kontroversial PT Mitra Patriot
Mulyadi menilai proposal bisnis PT Mitra Patriot tidak menyelesaikan akar persoalan pasar rakyat yang selama bertahun-tahun terjebak masalah klasik: kebersihan buruk, fasilitas minim, area parkir semrawut, dan kebocoran retribusi.
BUMD Banyak Cabang, Dikhawatirkan Tak Fokus
Kritik juga diarahkan pada pemilihan PT Mitra Patriot sebagai pelaksana revitalisasi. BUMD ini dianggap telah mengelola terlalu banyak lini usaha—mulai dari aset, parkir, hingga kawasan PKL—sehingga berisiko tidak fokus pada satu sektor.
“Kalau memang pemerintah ingin serius membenahi pasar, harusnya membentuk BUMD khusus pengelolaan pasar. Bukan menyerahkan ke Mitra Patriot yang selama ini ‘serba ada’, tapi hasil PAD-nya belum terbukti signifikan,” katanya.
Baca Juga: PT Mitra Patriot Dinilai Salahgunakan Skema CSR untuk Kepentingan Bisnis
Forkim mencatat dari sejumlah BUMD di Kota Bekasi, hanya Bank BPRS dan PT Migas yang memberikan setoran PAD, itupun belum optimal. Sementara BUMD lainnya dianggap lebih banyak menyerap modal daerah ketimbang menyumbang pendapatan.
Anggaran Besar, Tapi Pengembalian Tidak Terukur
Dalam RKAP, PT Mitra Patriot membutuhkan investasi awal Rp 1,65 miliar untuk revitalisasi fisik, Rp 2 miliar digitalisasi sistem, Rp 1,5 miliar biaya SDM dan operasional.
Total Rp 5,15 miliar itu diproyeksikan menaikkan PAD 25 persen pada tahun pertama. Namun Forkim mempertanyakan dasar proyeksi tersebut.
Baca Juga: Proyek Ambisius Wisata Air Kalimalang di Tengah Arus Gelap CSR
“Bagaimana menghitung kenaikan 25 persen jika jumlah pasar sasaran saja tidak disebutkan? Ini seperti membangun rumah tanpa gambar kerja,” kata Mulyadi.
Realitas Ketidakcapaian Target
Data menunjukkan bahwa target PAD Kota Bekasi cukup tinggi: dalam proyeksi APBD 2026, pendapatan ditargetkan mencapai Rp 6,748 triliun, dengan belanja Rp 6,921 triliun.
Namun realisasi PAD menunjukkan kelemahan: satu laporan menyebut realisasi PAD baru mencapai 54% menjelang akhir tahun, dengan enam pasar yang dikelola pihak ketiga menunggak hingga Rp 12 miliar. Laporan lain menunjukkan realisasi PAD 68% di periode sebelumnya.
Baca Juga: Omon-Omon Target PAD Wisata Air Kalimalang
Artinya beban besar dipikul, harapan besar dicanangkan, tetapi mekanisme pengumpulan dan pengelolaan pemasukan nyata masih lemah.
Elemen Risiko yang Masih Tersembunyi
Rp 5,15 miliar adalah angka besar untuk satu pilot pasar ditambah sistem digital. Namun tanpa studi kelayakan terbuka, tanpa data baseline kondisi pasar, tanpa proyeksi jelas biaya vs hasil—angka tersebut berpotensi menjadi proyek dengan biaya besar dan hasil rendah.
Belum lagi, soal KPI 90% occupancy dan +25% PAD adalah target optimis. Dengan realisasi PAD yang sekarang masih kurang dari 60%, target 25% kenaikan dalam satu tahun adalah tantangan berat. Apalagi jika occupancy kios belum bisa dipastikan secara cepat karena pedagang mungkin menolak.
Baca Juga: Wisata Air Kalimalang: Miniatur Whoosh dan Risiko yang Mengintai APBD
Selain sisi bisnis, Forkim menilai dokumen RKAP tidak memberi jaminan jelas bagi pedagang kecil. Kekhawatiran muncul mengenai potensi komersialisasi pasar yang membuat pedagang eksisting tersingkir oleh investor.
Di atas kertas, PT Mitra Patriot menjanjikan prioritas untuk UMKM, tarif sewa murah, dan transparansi digital. Namun tanpa regulasi pengaman yang transparan, janji tersebut dianggap masih berupa retorika manis tanpa mekanisme pengawasan.
Modernisasi Tanpa Peta Jalan
Forkim mendesak Pemkot Bekasi dan PT Mitra Patriot membuka data publik secara lengkap sebelum memulai revitalisasi.
“Masyarakat tidak anti-modernisasi. Tapi transparansi harus jadi syarat awal. Tanpa roadmap, ini hanya proyek bergaya modern dengan risiko kegagalan yang mahal,” ujar Mulyadi.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.













