Bekasi  

APBD Bekasi 2026 Menyusut, Ketergantungan pada Transfer Pusat dan Ancaman Penggerus Anggaran Publik

Kabupaten Bekasi - Juru Bicara Badan Anggaran DPRD Bekasi, Saeful Islam. Foto: Ist
Juru Bicara Badan Anggaran DPRD Bekasi, Saeful Islam. Foto: Ist

Kabupaten Bekasi — Pemerintah Kabupaten Bekasi memasuki tahun anggaran 2026 dengan ruang fiskal yang makin sempit. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disepakati hanya Rp7,7 triliun—menyusut sekitar Rp600 miliar dibanding tahun sebelumnya. Penyebab utamanya: Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat anjlok hingga Rp1,2 triliun.

Penurunan ini bukan sekadar soal angka. Ia sekaligus membuka kembali persoalan klasik Bekasi: ketergantungan tinggi pada dana pusat, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) tak kunjung menopang kebutuhan pembangunan.

Belanja Pegawai Menggerus Ruang Publik

Dari total APBD 2026, Rp3,5 triliun—atau hampir setengahnya—habis untuk belanja pegawai. Juru Bicara Badan Anggaran DPRD Bekasi, Saeful Islam, menyebut kondisi tersebut sudah lampu merah.

“Dengan angka Rp3,5 triliun, itu sangat besar sekali. Kalau pendapatan tidak kita tingkatkan, kami mendorong agar dilakukan pemotongan belanja pegawai,” ujar Saeful, Kamis (27/11/2025).

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24 Tahun 2024 sebenarnya membatasi belanja pegawai maksimal 30 persen APBD. Namun Bekasi melampaui batas itu. Konsekuensinya, anggaran untuk sektor publik—pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar—terdesak makin ke pojok.

Beban APBD bertumpuk pula oleh tingginya belanja tetap aparatur pasca pemekaran organisasi, tunjangan pegawai, dan birokrasi yang gemuk.

Potensi PAD Tak Tergarap Maksimal

Di sisi lain, Kabupaten Bekasi sejatinya punya struktur ekonomi yang kuat: ribuan pabrik berdiri di kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. Namun kontribusi sektor ini terhadap PAD masih jauh dari ideal.

Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang mencoba memutar haluan. Salah satu wacana yang bergulir adalah memasukkan pungutan limbah logam ke dalam Peraturan Daerah sebagai retribusi baru.

“Rp600 miliar itu angka yang besar. Kita butuh membangkitkan potensi PAD. Termasuk dari pengelolaan limbah logam yang potensinya besar di wilayah kita,” kata Ade.

Langkah ini menegaskan bahwa daerah masih mencari celah pendanaan dari aktivitas industri—yang selama ini lebih banyak menyumbang nilai ekonomi bagi nasional dan provinsi ketimbang kas daerah.

Antara Reformasi Birokrasi dan Keberanian Politik

Pengendalian belanja pegawai bukan hanya kerja teknokratis, melainkan butuh keberanian politik. Menyentuh pos belanja pegawai berarti menyentuh kepentingan kelompok dengan suara dan akses kuat di pemerintahan.

Sementara, strategi peningkatan PAD membutuhkan perubahan tata kelola, penguatan pengawasan, dan kemampuan “memaksa” industri menyetor kontribusi yang selama ini hilang di tengah sistem perpajakan dan retribusi yang longgar.

2026 akan menjadi ujian fiskal bagi Bekasi, tetap berada dalam zona nyaman ketergantungan pusat, atau mulai menata ulang struktur anggarannya untuk masa depan daerah industri yang mandiri.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *