Bekasi  

Kejati Jabar Didesak Tetapkan Tersangka Baru Skandal Tunjangan Rumah DPRD Bekasi, AKI: Jangan Cuma Dua, Pelakunya Banyak!

Kabupaten Bekasi - Kejati Jabar menetapkan tersangka RAS-eks Sekwan Kabupaten Bekasi dan S-Wakil Ketua DPRD dalam kasus tindak pidana korupsi tunjangan rumah. Foto: Ist/Gobekasi.id.
Kejati Jabar menetapkan tersangka RAS-eks Sekwan Kabupaten Bekasi dan S-Wakil Ketua DPRD dalam kasus tindak pidana korupsi tunjangan rumah. Foto: Ist/Gobekasi.id.

Kabupaten Bekasi – Anti Korupsi Indonesia (AKI) menekan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk tidak berhenti pada dua tersangka dalam skandal tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Bekasi.

Koordinator AKI, Akmal Fahmi, mengingatkan Kejati bahwa mereka sudah memeriksa banyak pihak, dari anggota hingga pimpinan DPRD periode 2019–2024: mulai dari SP, H, MN, HQ, UR, NY, S, MN, RA, hingga ASA—yang kini menjabat Wakil Bupati Bekasi.

“Jangan hanya dua orang. Pelakunya banyak, termasuk yang sudah menikmati anggarannya,” tegas Akmal, Rabu (10/12/2025).

Akmal bahkan menyebut dugaan korupsi ini sebagai “korupsi massal” yang melibatkan seluruh 50 anggota DPRD periode tersebut—termasuk ASA, sang wakil bupati.

Ia meminta Kejati Jabar tidak gentar. “Kejaksaan harus berani meski ada tekanan politik,” kata Akmal.

Sebagai pembanding, Akmal menyinggung kasus DPRD Malang tahun 2018, ketika 41 dari 45 anggotanya dijadikan tersangka oleh KPK.

“Kalau di Malang soal suap. Di Kabupaten Bekasi soal mengakali anggaran negara,” ujarnya.

Fenomena korupsi massal bukan hal baru. KPK pernah menjerat 38 anggota DPRD Sumut (2018), sementara kejaksaan menetapkan 44 anggota DPRD Papua Barat (2009–2014) dalam kasus korupsi serupa.

Modus Lama, Pola Baru: DPRD Bikin Tunjangan Sendiri

Menurut Akmal, praktik korupsi biasa lahir dari tiga fungsi utama DPRD: pengawasan, penyusunan anggaran, dan pembuatan regulasi. Nilai suap bisa belasan juta sampai miliaran rupiah—tergantung posisi.

Setidaknya ada lima modus klasik, salah satunya “uang ketok palu”, yaitu suap agar laporan pertanggungjawaban atau APBD mulus tanpa perlawanan legislatif.

Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menetapkan dan menahan dua tersangka, R.A.S, Sekretaris DPRD Bekasi periode 2022–2024, serta S, Wakil Ketua DPRD Bekasi periode yang sama. Nilai kerugian negara Rp 20 miliar.

Kasus ini bukan sekadar perkara teknis anggaran, tetapi membuka tabir persekongkolan sistematis antara birokrat dan elite legislatif dalam mengatrol tunjangan perumahan di luar batas kewajaran.

Langkah Kejati Jabar diumumkan melalui Asisten Tindak Pidana Khusus, Roy Rovalino (9/12/2025), tepat pada Hari Antikorupsi.

Menjahit Skandal: Dari Proposal Tunjangan Hingga Manipulasi Penilaian

Penyidikan berjalan berdasarkan dua surat perintah Print-66/M.2/Fd.1/08/2025 (7 Agustus 2025) dan Print-3420/M.2/Fd.2/12/2025 (9 Desember 2025). Dari dokumen dan keterangan penyidik, pola penyimpangan terlihat rapi.

Pertama, pada tahun 2022, pimpinan dan anggota DPRD Bekasi meminta kenaikan tunjangan perumahan. Permintaan ini membuka pintu penyimpangan berikutnya.

Kemudian, Sekwan R.A.S menunjuk KJPP Antonius untuk menghitung nilai tunjangan berdasarkan SPK No. 027/05 tanggal 26 Januari 2022.

Hasil penilaian resmi Ketua DPRD mendapat Rp 42,8 juta per bulan, Wakil Ketua Rp 30,35 juta per bulan dan Anggota Rp 19,8 juta per bulan. Namun, hasil ini ditolak oleh para legislator.

Anggota DPRD Menentukan Nilainya Sendiri

Bagian paling janggal muncul saat penilaian untuk Wakil Ketua dan Anggota DPRD tidak lagi menggunakan penilai publik, tetapi ditentukan sendiri oleh anggota DPRD, dipimpin oleh S selaku Wakil Ketua.

Tindakan ini sebagai “kesengajaan kolektif untuk mengatrol tunjangan di luar mekanisme legal”. Tindakan itu melanggar PMK 101/PMK.01/2014 (penilaian wajib melalui KJPP/penilai publik)

Perhitungan penyidik menemukan selisih pembayaran tunjangan periode 2022–2024 mencapai Rp 20 miliar. Kini, R.A.S – eks Sekwan 2022–2024 ditahan 20 hari di Rutan Kebon Waru (9–28 Desember 2025). Dasar penahanan berdasarkan PRINT-3421/M.2.5/Fd.2/12/2025

Sementara Wakil Ketua DPRD 2022–2024, S, tidak ditahan — karena sudah menjalani pidana kasus korupsi lain di Lapas Sukamiskin. Dengan kata lain, S kini menjadi contoh pejabat daerah yang terseret dua kasus korupsi berbeda dalam waktu berdekatan.

Pasal yang disangkakan terdahap dua pejabat korup itu yakni, Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Jo Pasal 56 KUHAP dengan ancaman hukuman 4–20 tahun penjara.

Pola yang terungkap menunjukkan DPRD secara aktif menolak angka hasil penilaian resmi, menentukan angka tunjangan versi mereka sendiri dengan S sebagai aktor utama dalam perumusan angka yang lebih tinggi.

Hasil temuan memperkuat dugaan publik selama ini: ada budaya normalisasi rente dalam penyusunan fasilitas anggota DPRD.

Kejati Jabar masih membuka peluang adanya tersangka tambahan dari penelusuran pihak-pihak lain yang ikut menikmati dana tunjangan.

Kejati juga akan melakukan pemeriksaan ulang seluruh pembayaran tunjangan rumah DPRD Bekasi selama tiga tahun.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *