Kabupaten Bekasi – Lajur hukum kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Bekasi memasuki babak paling menentukan. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menetapkan dan menahan dua tersangka: R.A.S, Sekretaris DPRD Bekasi periode 2022–2024, serta S, Wakil Ketua DPRD Bekasi periode yang sama. Nilai kerugian negara Rp 20 miliar.
Kasus ini bukan sekadar perkara teknis anggaran, tetapi membuka tabir persekongkolan sistematis antara birokrat dan elite legislatif dalam mengatrol tunjangan perumahan di luar batas kewajaran.
Langkah Kejati Jabar diumumkan melalui Asisten Tindak Pidana Khusus, Roy Rovalino (9/12/2025), tepat pada Hari Antikorupsi.
Menjahit Skandal: Dari Proposal Tunjangan Hingga Manipulasi Penilaian
Penyidikan berjalan berdasarkan dua surat perintah Print-66/M.2/Fd.1/08/2025 (7 Agustus 2025) dan Print-3420/M.2/Fd.2/12/2025 (9 Desember 2025). Dari dokumen dan keterangan penyidik, pola penyimpangan terlihat rapi.
Pertama, pada tahun 2022, pimpinan dan anggota DPRD Bekasi meminta kenaikan tunjangan perumahan. Permintaan ini membuka pintu penyimpangan berikutnya.
Kemudian, Sekwan R.A.S menunjuk KJPP Antonius untuk menghitung nilai tunjangan berdasarkan SPK No. 027/05 tanggal 26 Januari 2022.
Hasil penilaian resmi Ketua DPRD mendapat Rp 42,8 juta per bulan, Wakil Ketua Rp 30,35 juta per bulan dan Anggota Rp 19,8 juta per bulan. Namun, hasil ini ditolak oleh para legislator.
Anggota DPRD Menentukan Nilainya Sendiri
Bagian paling janggal muncul saat penilaian untuk Wakil Ketua dan Anggota DPRD tidak lagi menggunakan penilai publik, tetapi ditentukan sendiri oleh anggota DPRD, dipimpin oleh S selaku Wakil Ketua.
Tindakan ini sebagai “kesengajaan kolektif untuk mengatrol tunjangan di luar mekanisme legal”. Tindakan itu melanggar PMK 101/PMK.01/2014 (penilaian wajib melalui KJPP/penilai publik)
Perhitungan penyidik menemukan selisih pembayaran tunjangan periode 2022–2024 mencapai Rp 20 miliar. Kini, R.A.S – Sekwan 2022–2024 ditahan 20 hari di Rutan Kebon Waru (9–28 Desember 2025). Dasar penahanan berdasarkan PRINT-3421/M.2.5/Fd.2/12/2025
Sementara Wakil Ketua DPRD 2022–2024, S, tidak ditahan — karena sudah menjalani pidana kasus korupsi lain di Lapas Sukamiskin. Dengan kata lain, S kini menjadi contoh pejabat daerah yang terseret dua kasus korupsi berbeda dalam waktu berdekatan.
Pasal yang disangkakan terdahap dua pejabat korup itu yakni, Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Jo Pasal 56 KUHAP dengan ancaman hukuman 4–20 tahun penjara.
Keterlibatan DPRD: Dugaan Motif Kolektif Menaikkan Tunjangan

Pola yang terungkap menunjukkan DPRD secara aktif menolak angka hasil penilaian resmi, menentukan angka tunjangan versi mereka sendiri dengan S sebagai aktor utama dalam perumusan angka yang lebih tinggi.
Hasil temuan memperkuat dugaan publik selama ini: ada budaya normalisasi rente dalam penyusunan fasilitas anggota DPRD.
Konstelasi Politik: Kasus Menguatkan Tekanan Publik kepada PDIP
Kasus korupsi ini menyeret S — yang aktivitas politiknya dan posisinya di DPRD sudah lebih dulu menjadi sorotan. Di tubuh PDIP Bekasi, kasus ini memperparah krisis integritas karena S adalah satu dari empat kader yang sebelumnya dikritik oleh Mahamuda.
Disebut-sebut, S adalah bagian dari kelompok yang selama ini dekat dengan jaringan proyek eksekutif, sehingga tak mudah ditegur oleh DPC.
Kejati Jabar masih membuka peluang adanya tersangka tambahan dari penelusuran pihak-pihak lain yang ikut menikmati dana tunjangan.
Kejati juga akan melakukan pemeriksaan ulang seluruh pembayaran tunjangan rumah DPRD Bekasi selama tiga tahun.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.











