Bekasi  

Dicopot dan Diproses Jamwas, Kasus Mantan Kajari Bekasi Uji Integritas Korps Adhyaksa

Jakarta - Kantor Kejaksaan Agung RI. Foto: Ist
Kantor Kejaksaan Agung RI. Foto: Ist

Kabupaten Bekasi – Pencopotan Eddy Sumarwan dari jabatan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi bukan sekadar rotasi rutin. Langkah itu kini berlanjut ke meja Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung, menandai keseriusan internal Korps Adhyaksa merespons dugaan pelanggaran serius di tubuhnya sendiri.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, membenarkan bahwa Eddy tengah menjalani proses pengawasan internal.

“Saat ini dalam proses Jamwas,” ujar Anang di Jakarta Selatan, Rabu (31/12/2025).

Pernyataan singkat itu mengandung makna besar: mantan penegak hukum kini berada di bawah sorotan institusinya sendiri, di tengah pusaran kasus korupsi yang menyeret pejabat kepala daerah.

Rotasi yang Tak Biasa

Anang menegaskan, rotasi Kajari Kabupaten Bekasi merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan Agung menjaga integritas jaksa dan mencegah praktik lancung.

“Setiap terindikasi, apabila terindikasi segera diambil tindakan. Ini bentuk preventif,” katanya.

Namun, narasi “preventif” itu sulit dilepaskan dari konteks yang lebih luas. Eddy disinyalir terkait dengan perkara dugaan korupsi yang menyeret Bupati Bekasi nonaktif, Ade Kuswara Kunang, kasus yang mencuat lewat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

Indikasi itu menguat ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menyegel rumah Eddy Sumarwan. Penyegelan tersebut dikonfirmasi langsung oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada 19 Desember 2025.

“Benar, tim melakukan penyegelan rumah tersebut,” ujar Budi.

Penyegelan rumah seorang Kajari—figur sentral penegakan hukum di daerah—adalah peristiwa luar biasa. Ini menempatkan Kejaksaan bukan hanya sebagai institusi penuntut, tetapi juga sebagai pihak yang diuji kredibilitasnya.

Pengawasan Melekat yang Dipertanyakan

Anang menyebut pencopotan Eddy juga berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan pengawasan melekat (waskat). Istilah ini kerap muncul setiap kali kasus dugaan penyimpangan jaksa mencuat—dan kerap pula dipertanyakan efektivitasnya.

“Yang jelas jabatan terhadap beberapa pihak yang terindikasi, kita tarik. Tidak hanya dari Bekasi, ada beberapa Kajari pun kita tarik,” kata Anang.

Pernyataan ini membuka fakta lain: Kasus Bekasi bukan insiden tunggal. Ada indikasi masalah struktural yang lebih luas, ketika beberapa kepala kejaksaan di daerah harus ditarik karena dugaan persoalan serupa.

Ujian Konsistensi

Kejaksaan Agung menyatakan akan memproses Eddy secara internal dan membuka kemungkinan eskalasi ke jenjang berikutnya bila pelanggaran terbukti.

“Bila terbukti dan ada cukup kuat, ya kita proses ke jenjang berikutnya,” ujar Anang.

Pernyataan ini menjadi titik krusial. Publik menunggu, apakah proses internal Kejaksaan akan berjalan transparan dan tegas, atau kembali berhenti pada sanksi administratif tanpa kejelasan substantif.

Kasus ini bukan semata soal satu orang Kajari. Ini adalah ujian konsistensi Korps Adhyaksa di tengah tuntutan publik akan penegakan hukum yang bersih—terlebih ketika aparat penegak hukum diduga berada dalam pusaran korupsi yang melibatkan elite daerah.

Jika Kejaksaan ingin menjaga wibawa, kasus Eddy Sumarwan harus diperlakukan bukan sebagai aib yang ditutup rapat, melainkan pembenahan terbuka.

Sebab, ketika jaksa ikut diseret dalam bayang-bayang korupsi, yang dipertaruhkan bukan hanya karier individu, tetapi kepercayaan publik terhadap hukum itu sendiri.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *