Kasus bullying di SD Advent 14 Bekasi yang melibatkan seorang anak berinisial EPM yang berusia 7 tahun kini semakin memanas.
Orang tua korban mengungkapkan bahwa mereka justru menjadi terduga kasus pencemaran nama baik setelah melaporkan tindakan kekerasan dan pelecehan seksual yang dialami anaknya.
Tak hanya itu, orang tua korban menuduh adanya intervensi dari seorang perwira tinggi di Polres Metro Bekasi Kota yang diduga melindungi terduga pelaku.
Kejadian ini bermula dari laporan orang tua korban pada 9 Oktober 2024 tentang kekerasan dan pelecehan seksual yang diduga dialami anaknya di SD Advent 14 Bekasi.
Setelah melapor, pihak berwenang melakukan pemeriksaan terhadap korban dan melakukan visum di RSUD Kota Bekasi.
Namun, orang tua korban merasa bahwa proses hukum terhadap pelaku yang berinisial RS berjalan lambat, bahkan terkesan ada upaya untuk melindungi terlapor.
Laporan Pencemaran Nama Baik Mengarah ke Orang Tua Korban
Sementara itu, pada 5 Oktober 2024, justru terlapor RS melalui pihak yang diduga memiliki kedekatan dengan aparat melaporkan orang tua korban atas tuduhan pencemaran nama baik.
Menurut orang tua korban, Polres Metro Bekasi justru mendahulukan penanganan laporan pencemaran nama baik tersebut, ketimbang menangani laporan terkait kekerasan dan pelecehan terhadap anaknya.
Pada 5 Desember 2024, orang tua korban mengaku menerima surat undangan klarifikasi terkait kasus pencemaran nama baik tersebut. Meskipun begitu, orang tua korban menegaskan bahwa kasus kekerasan terhadap anaknya tidak kunjung ditindaklanjuti.
Bahkan, orang tua korban merasa dipaksa untuk hadir di penyidikan pada 6 Desember 2024 terkait kasus pencemaran nama baik, sementara kasus kekerasan terhadap anaknya tak mendapat perhatian yang serius.
“Saya tidak bisa hadir karena sedang berada di Propam untuk melaporkan Polres Metro Bekasi atas kasus ini yang tidak kunjung ditindaklanjuti,” ujar orang tua korban dalam video yang beredar di media sosial, yang diunggah melalui akun X @V3g3L.
Orang tua korban juga menyebutkan bahwa Brigadir BAS, penyidik yang menangani laporan pencemaran nama baik, meminta dirinya untuk mencabut laporan mengenai kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anaknya.
Desakan Untuk Mencabut Laporan dan Dugaan Intervensi
Menurut penuturan orang tua korban, Brigadir BAS mengaku didesak oleh terlapor RS untuk segera menyelesaikan kasus pencemaran nama baik.
Bahkan, Brigadir BAS juga meminta agar orang tua korban mencabut laporan yang telah diajukan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), dengan alasan bahwa laporan tersebut dianggap memberatkan tugas oknum tersebut.
“Saya memiliki video pernyataan Brigadir BAS dan saat ini telah diserahkan pada Propam,” ujar orang tua korban. “Dia juga meminta saya mencabut laporan tentang kekerasan dan pelecehan terhadap anak saya.”
Lebih lanjut, orang tua korban juga mengungkapkan bahwa anaknya masih mengalami trauma akibat peristiwa tersebut dan enggan untuk kembali bersekolah.
Namun, ketika berusaha memindahkan anaknya ke sekolah lain, pihak SD Advent menolak karena dalam surat permohonan pindah tercantum alasan bullying sebagai faktor pemindahan.
Pihak sekolah, menurut orang tua korban, terkesan melindungi pelaku bullying dan tidak mendukung langkah pemindahan anak ke sekolah lain.
Intervensi dari Perwira Tinggi di Polres Metro Bekasi Kota?
Yang lebih mencengangkan, orang tua korban menyebutkan adanya indikasi intervensi dari seorang perwira tinggi di Polres Metro Bekasi Kota yang memiliki hubungan keluarga dengan terduga pelaku RS.
Menurut pengakuan orang tua korban, Kanit PPA Polres Bekasi Kota bahkan mengatakan bahwa terduga pelaku mendapat “keistimewaan” berkat hubungan keluarga tersebut, yang memungkinkan dia untuk mendesak penyidik untuk memeriksa orang tua korban atas tuduhan pencemaran nama baik.
“Kanit PPA Polres Bekasi Kota mengatakan ada oknum perwira tinggi yang memiliki satu marga dengan RS, yang diduga memberikan keistimewaan kepada RS,” jelas orang tua korban.
“Saya merasa ada intervensi yang mendesak penyidik untuk memeriksa saya, bukan justru memprioritaskan kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak saya,” sambungnya.
Kasus ini mendapat perhatian publik, mengingat adanya dugaan pelindungan terhadap terduga pelaku dan pengabaian terhadap hak-hak anak yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan.
Publik menantikan perkembangan lebih lanjut dari pihak kepolisian dan instansi terkait, termasuk tindak lanjut dari laporan yang telah diserahkan kepada Propam untuk memeriksa dugaan intervensi yang terjadi.
Kasus ini juga menggambarkan betapa pentingnya perlindungan bagi anak-anak dari kekerasan dan pelecehan seksual, serta urgensinya untuk memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil tanpa adanya intervensi atau tekanan dari pihak mana pun.
Orang tua korban berharap agar kasus ini bisa segera ditangani dengan serius, dan agar anak mereka mendapatkan keadilan yang seharusnya.
Selain itu, sikap SD Advent 14 Bekasi yang menolak surat permohonan pindah dengan alasan bullying juga mendapat kritik.
Seharusnya, pihak sekolah mendukung langkah orang tua korban untuk memindahkan anaknya demi pemulihan psikologis dan kesejahteraan anak.
Kasus ini semakin menyoroti pentingnya peran sekolah dalam menangani kasus bullying dan perlindungan terhadap anak.
Dunia pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang tanpa takut menjadi korban kekerasan atau pelecehan.
Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak terkait untuk lebih serius dalam menangani kekerasan terhadap anak dan memastikan keadilan bagi korban.
Orang tua korban dan publik berharap agar kasus ini segera mendapatkan perhatian yang layak dan agar setiap pihak yang terlibat dapat bertanggung jawab atas tindakan mereka.