Bekasi  

Birokrasi Bekasi di “Meja Judi” Jabatan

Kota Bekasi - Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto melakukan mutasi massal pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Rabu (29/10/2025). Foto: Ist/Gobekasi.id.
Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto melakukan mutasi massal pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Rabu (29/10/2025). Foto: Ist/Gobekasi.id.

Kota Bekasi – Langkah Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, merombak susunan birokrasi secara besar-besaran kembali memantik sorotan publik. Pada lusa kemarin, Tri melantik 250 pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Seremoni yang dikemas rapi dengan jargon “penyegaran birokrasi” itu justru menyisakan aroma transaksional.

Di atas kertas, kebijakan mutasi dan rotasi jabatan itu tampak sebagai upaya memperkuat pelayanan publik. Namun, bagi Mulyadi, Ketua Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (FORKIM), langkah Tri bukan sekadar pembenahan organisasi.

Ia menyebut, mutasi itu sudah diskenariokan jauh sebelum Tri resmi dilantik sebagai wali kota.

“Pergeseran jabatan itu tidak murni kebutuhan birokrasi. Mekanisme penilaian kinerja pun tidak dilakukan. Ini menunjukkan ada perencanaan terselubung dan potensi kejahatan yang disembunyikan,” kata Mulyadi, Jumat (31/10/2025).

Tidak Ada Makan Siang Gratis

Mulyadi menuding kebijakan mutasi itu sarat kepentingan politik dan transaksi jabatan. Ia menyinggung budaya patronase yang masih kuat di tubuh pemerintahan daerah.

“Dalam politik lokal, tidak ada istilah makan siang gratis. Semua hal butuh biaya, termasuk biaya politik Tri Adhianto ketika mencalonkan diri sebagai kepala daerah,” ujarnya sinis.

Menurutnya, jika benar ada transaksi dalam mutasi tersebut, hal itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana suap, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Praktik jual beli jabatan adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang mencederai prinsip meritokrasi,” tegasnya. Ia pun mendesak aparat penegak hukum menelusuri dugaan tersebut.

Lonjakan Jabatan Aneh

Mulyadi juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan mutasi. Salah satunya, pengangkatan seorang staf biasa yang tiba-tiba menduduki jabatan Kepala Subbagian Tata Usaha tanpa melalui uji kompetensi.

“Dari staf langsung lompat ke eselon IV. Kenaikannya tidak wajar dan patut diduga ada faktor nonteknis di baliknya,” ujarnya.

Padahal, Pasal 108 PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS menegaskan, promosi jabatan harus didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. “Kalau aturan ini diabaikan, artinya ada penyimpangan serius,” tambahnya.

Tantangan Sumpah Publik

Dalam pernyataannya, Mulyadi bahkan menantang Wali Kota Tri Adhianto bersumpah di hadapan publik bahwa mutasi tersebut bebas dari praktik jual beli jabatan.

“Kalau memang mutasi ini bersih, silakan Tri bersumpah di hadapan publik. Serapih apa pun ia mencoba menutupi, kebenaran pada akhirnya akan terungkap,” tantangnya.

Moral ASN dan Birokrasi Rapuh

Mulyadi menilai, kebijakan mutasi beraroma politik justru merusak tatanan birokrasi dan menurunkan moral ASN. Penempatan pejabat tanpa dasar kompetensi, katanya, hanya akan menciptakan birokrasi yang rapuh.

“Pimpinan SKPD dan OPD adalah role model perubahan birokrasi. Kalau penempatannya tidak profesional, bagaimana publik bisa berharap pelayanan berkualitas?,” tanyanya.

Ia menambahkan, mutasi tanpa dasar kebutuhan organisasi hanya akan mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.

“Reformasi birokrasi jadi mandek. Yang naik bukan yang berprestasi, tapi yang punya kedekatan politik, ini bukan sekadar mutasi, tetapi soal bagaimana kekuasaan digunakan — untuk melayani publik, atau mengamankan kepentingan pribadi,” tandansya.

Langkah Politik atau Reformasi Birokrasi?

Sebelumnya, Pemerintah Kota Bekasi menggelar mutasi besar-besaran pada Rabu (29/10/2025). Sebanyak 250 pejabat resmi dilantik oleh Wali Kota Bekasi Tri Adhianto di Balai Patriot.

Tri menegaskan bahwa rotasi kali ini merupakan agenda rutin organisasi.

“Pelaksanaan rotasi dan mutasi adalah rangkaian kebutuhan organisasi, dari tahapan yang cukup panjang melalui ukuran evaluasi kinerja,” ujar Tri seusai pelantikan.

Di atas podium pelantikan, Tri tetap dengan narasinya: mutasi ini murni kebutuhan organisasi.

“Pelaksanaan rotasi dan mutasi adalah rangkaian kebutuhan organisasi, melalui evaluasi panjang,” ujarnya.

Tri memastikan seluruh proses telah dilaporkan ke Gubernur Jawa Barat, BKN, dan Kementerian Dalam Negeri.

“Untuk Eselon II juga ada proses open bidding,” tambahnya.

Dari total pejabat yang dilantik, tujuh orang menempati jabatan strategis Eselon II — termasuk Iis Wisynuwati yang kini menjabat Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah, menggantikan posisinya sebagai Kepala Inspektorat yang kini kosong.

“Jika ada yang mengetahui praktik jual beli jabatan, sampaikan langsung kepada saya. Jabatan bukan sesuatu yang dibeli, tapi hasil kerja keras dan pengabdian,” kata Tri.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *