Kota Bekasi – Jejeran alat berat menggerus bantaran Kalimalang di pusat Kota Bekasi sejak peletakan batu pertama proyek Wisata Air Kalimalang pada Agustus 2025.
Pemerintah Kota Bekasi menyebutnya “ikon baru kota.” Namun di balik narasi wisata dan pendapatan daerah, proyek ini menyimpan tumpukan persoalan ruang, lingkungan, hingga ancaman pelanggaran hukum lintas provinsi.
Berdasarkan dokumen RKAP 2025 PT Mitra Patriot (Perserda) yang diperoleh, nilai investasi proyek itu mencapai Rp48,1 miliar hanya untuk tahun 2025. Pembangunan meliputi jembatan besar Rp9,51 miliar, jembatan penyeberangan Rp2,33 miliar, wahana air dan kontainer kuliner Rp21,33 miliar, hingga pembongkaran jembatan lama Rp1,61 miliar.
Baca Juga: Proyek Ambisius Wisata Air Kalimalang di Tengah Arus Gelap CSR
Namun, nilai investasi menggelembung menjadi Rp126 miliar—dengan dukungan anggaran Pemprov Jawa Barat Rp60 miliar pada 2026 serta skema CSR melibatkan PT Miju Dharma Angkasa (MDA). Targetnya jelas: PAD Rp2–3 miliar per tahun.
Angka itu dipertanyakan banyak pihak karena Kalimalang bukan sekadar kanal wisata—melainkan urat nadi penyedia air baku warga DKI Jakarta
Ketua Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim), Mulyadi, menilai proyek ini sarat masalah sejak awal.
“Kalimalang itu sumber air baku jutaan warga Jakarta. Kalau Bekasi mengubahnya jadi arena wisata tanpa koordinasi, itu bukan hanya serampangan—bisa menjadi pelanggaran hukum,” kata Mulyadi, Senin (1/12/2025).
UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air menegaskan pemanfaatan air harus mengutamakan kepentingan publik dan menjamin kualitas air minum. Mulyadi menduga kewajiban itu tak dipenuhi.
Baca Juga: Omon-Omon Target PAD Wisata Air Kalimalang
“Kalau pemanfaatannya untuk wisata, harus ada izin pengusahaan atau penggunaan air yang sah. Ada kajian dampaknya ke pasokan air Jakarta. Apakah itu ada? Transparansinya nihil,” ujar dia.
Tapak Proyek di Area Lindung
Selain soal air baku, proyek ini berpotensi menabrak Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bekasi 2024–2044 yang menetapkan koridor sungai sebagai ruang konservasi dengan fungsi utama menjaga kelestarian air. Di atas kertas, alih fungsi kawasan itu mensyaratkan evaluasi zonasi dan izin pemanfaatan ruang.
Alih fungsi DAS tanpa persetujuan berlapis juga diduga melanggar Perda Kota Bekasi No. 20/2019 tentang Pengelolaan DAS.
Baca Juga: Wisata Air Kalimalang: Miniatur Whoosh dan Risiko yang Mengintai APBD
“Jika fungsi ruang publik vital yang berdampak lintas provinsi diubah secara sepihak, itu pelanggaran tata ruang yang serius,” ujar Mulyadi.
Izin Samar, CSR yang Tertutup
Dugaan konflik kepentingan muncul saat PT MDA ditunjuk sebagai mitra CSR. Perusahaan itu bukan berpengalaman di bidang wisata, melainkan kuliner.
“Kenapa bukan tender terbuka? Kenapa BUMD tiba-tiba menunjuk perusahaan yang latar belakangnya tak jelas? Ini rawan permainan dan praktik perburuan rente,” tegas Mulyadi.
Gobekasi sampai saat ini belum mendapatkan salinan izin pemanfaatan sumber daya air, AMDAL, hingga persetujuan pemanfaatan ruang dari PT Mitra Patriot.
Risiko Gagal: PAD Tak Seberapa, Dampak Bisa Mengerikan
Kalimalang bukan sungai yang mengalir ke laut—melainkan kanal teknis yang langsung masuk ke sistem air minum Jakarta. Polusi sekecil apa pun bisa berdampak luas.
Baca Juga: Jejak Tiga Peran Satu Perusahaan: Dugaan Pengaturan Pengelola Wisata Air Kalimalang
“Kalau kualitas air terganggu, siapa yang bertanggung jawab? Jutaan warga Jakarta bisa kehilangan akses air bersih. Itulah yang disebut risiko sistemik,” ujar Mulyadi.
Ia mengingatkan, jika izin ruang dan air dinilai cacat hukum, proyek dapat dihentikan kapan saja. Biaya yang sudah digelontorkan—uang rakyat—terancam mubazir.
“Bekasi boleh berinovasi, tapi bukan dengan cara mengorbankan hak hidup rakyat Jakarta,” kata Mulyadi.
Pemerintah Bekasi Tutup Mata?
Pemkot Bekasi berkukuh proyek ini aman karena masih dalam koridor pengembangan wisata perkotaan. Namun Mulyadi menyebut argumen itu ceroboh.
“Kalimalang bukan aset eksklusif Bekasi. Ada kepentingan nasional. Ada aspek lintas provinsi. Ada ekologi yang harus dijaga,” tuturnya.
Forkim berencana mengajukan audit tata ruang dan audit hukum atas proyek ini ke Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, dan Pemprov DKI Jakarta.
Jika Air Jadi Korban, Siapa Menanggung?
Upaya mendorong PAD tidak salah. Tapi dalam pengelolaan sumber daya yang menentukan hidup mati masyarakat, keselamatan publik harus menjadi prioritas.
Kalimalang adalah sumber kehidupan. Jika pemerintah Bekasi memaksakan proyek ini hanya demi ikon wisata dan ladang bisnis segelintir pihak, sejarah mungkin akan mencatat: sungai ini lebih sering mengalirkan kepentingan daripada air bagi kehidupan.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.













