Bekasi  

Hilangnya Wibawa Wali Kota Bekasi Dihadapan Dirut BUMD yang Tertidur

Kota Bekasi - Wali Kota Bekasi Tri Adhianto meresmikan spot air minum berbayar, Senin (15/12/2025). Foto: Septian/Gobekasi.id.
Wali Kota Bekasi Tri Adhianto meresmikan spot air minum berbayar, Senin (15/12/2025). Foto: Septian/Gobekasi.id.

Kota Bekasi – Peristiwa pada 19 November 2025 menjadi potret yang lebih besar dari sekadar kelelahan seorang pejabat-tidurnya Direktur Utama Perumda Tirta Patriot, Ali Imam Faryadi, dalam rapat resmi penyertaan modal bersama DPRD Kota Bekasi.

Insiden itu berlangsung singkat, tetapi gaungnya panjang. Dalam rapat pembahasan penyertaan modal—agenda strategis yang menyangkut uang publik dan masa depan layanan air bersih.

Aktivis Bekasi, Faisal Muklis, menilai insiden tersebut bukan peristiwa sepele. Menurutnya, rapat penyertaan modal bukan forum seremonial yang bisa diperlakukan sambil lalu.

“Itu ruang pengambilan keputusan strategis. Ketika pimpinan BUMD tertidur, yang dilecehkan bukan hanya peserta rapat, tetapi institusi dan masyarakat Kota Bekasi,” kata Faisal, Selasa (16/12/2025).

Baca Juga: Insiden Dirut Tertidur dan “Operasi Penyelamatan Reputasi” di DPRD Bekasi

Ia membuka kembali pertanyaan lama: sejauh mana etika dan disiplin dijaga dalam pemerintahan Kota Bekasi.

Sorotan kali ini bukan saja tertuju pada pada direktur BUMD tersebut-melainkan pada sikap Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto. Bagi Faisal, insiden ini mencerminkan persoalan yang lebih mendasar: absennya ketegasan kepala daerah dalam menegakkan etika birokrasi.

Sanksi yang Tak Pernah Datang

Hingga berminggu-minggu setelah kejadian, publik tidak melihat adanya sanksi tegas. Tak ada pencopotan, tak ada penonaktifan, bahkan sekadar peringatan terbuka pun tak terdengar.

Wali Kota Bekasi sempat menyebutkan perlunya pendalaman kasus dan menugaskan Sekretariat DPRD Kota Bekasi untuk menindaklanjutinya. Namun, proses itu berjalan senyap—nyaris tanpa jejak.

“Ini seperti pola lama. Ketika ada pelanggaran etika, yang muncul adalah janji evaluasi, bukan tindakan,” ucapnya.

Baca Juga: Diamnya Wali Kota dan Dirut Tertidur: “Cacat Logika Kepemimpinan” di Bekasi

Ia menduga langkah pendalaman kasus itu sekadar untuk meredam kemarahan publik, bukan untuk menegakkan disiplin dalam pelayanan publik.

Di tengah tuntutan akuntabilitas tersebut, perhatian justru dialihkan oleh munculnya kebijakan air minum berbayar. Bagi Faisal, situasi ini terasa paradoksal.

Terlebih, soal hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan kualitas air minum Tirta Patriot tidak memenuhi standar kesehatan di 14 titik pelanggan.

Audit mencakup laporan keuangan 2020 hingga semester I 2022 — namun seperti berjalan di tempat, tak kunjung berbuah tindakan nyata.

Baca Juga: Respons Wali Kota Bekasi Dinilai Lemah Soal Dirut Tidur Saat Rapat: Itu Fakta Visual, Bukan Dugaan

Dokumen yang paling menyita perhatian adalah catatan keuangan perusahaan pelat merah ini. Biaya operasional pengolahan air Perumda Tirta Patriot melonjak lima kali lipat pada periode tahun 2022 sebesar Rp 4,1 miliar dan 2023 melonjak menjadi Rp 23,1 miliar.

Jika diukur secara sederhana: anggaran membengkak, kualitas air tak kunjung layak dipakai untuk konsumtif pelanggan.

Hasil uji mutu dari PAM Jaya — badan usaha air Jakarta — yang memperkuat hasil audit BPK menyebutkan parameter-parameter kimia dan mikrobiologi air pelanggan Bekasi disebut bermain jauh dari batas aman kesehatan.

“Dirut yang tertidur kini ‘bangun’ dengan kebijakan yang membebani masyarakat. Sementara soal etikanya dibiarkan menggantung,” katanya.

Kepemimpinan yang Kehilangan Wibawa

Faisal bahkan menyindir gaya kepemimpinan Tri Adhianto dengan istilah “si kuping besar”. Simbol yang, menurutnya, tampak besar secara citra, tetapi kecil dalam keberanian mendengar kritik.

“Keluhan publik masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Tidak ada respons substantif,” ujarnya.

Kritik ini bukan yang pertama. Sebelumnya, publik Kota Bekasi juga dihebohkan oleh kebijakan pelantikan mantan narapidana kasus narkoba sebagai camat. Polemik itu sempat memicu perdebatan luas, namun berakhir tanpa evaluasi terbuka atau koreksi kebijakan yang jelas.

Baca Juga: Dirut Perumda Tirta Patriot Tidur di Rapat, Publik Menguliti Harta

“Polanya konsisten. Tidak ada refleksi, tidak ada koreksi, apalagi sanksi. Yang menggelikan lagi, Wali Kota Bekasi justru memberikan podium bagi Dirut Perumda Tirta Patriot, seakan-akan itu adalah trobosan besar dari segala karut-marut masalah air bagi warga,” kata Faisal.

Etika yang Dipertaruhkan

Bagi Faisal, tertidurnya pimpinan BUMD dalam rapat resmi merupakan pelanggaran etika serius. Ia menolak anggapan bahwa persoalan ini cukup diselesaikan dengan klarifikasi lisan atau permintaan maaf.

“Pemerintahan yang sehat berdiri di atas disiplin, tanggung jawab, dan keteladanan. Kalau pelanggaran etika dibiarkan, standar aparatur akan runtuh perlahan,” ujarnya.

Baca Juga: Jam Tangan Dirut Tirta Patriot Ikut Jadi Sorotan Usai Video Tertidur Saat Rapat Viral

Ia mengingatkan bahaya preseden buruk. Jika setiap kesalahan pejabat publik cukup ditebus dengan kata “maaf”, maka birokrasi akan belajar bahwa kelalaian tidak memiliki konsekuensi.

Yang Tertidur Bukan Satu Orang

Di ujung kritiknya, Faisal menyampaikan pernyataan yang lebih tajam. Baginya, insiden ini bukan sekadar soal satu pejabat yang tertidur di ruang rapat.

“Kalau wali kota terus diam dan membiarkan pelanggaran etika tanpa tindakan tegas, maka yang tertidur bukan hanya Dirut Perumda Tirta Patriot. Kepemimpinan Kota Bekasi sendiri sedang tertidur,” cetus Mahasiswa Universitas “45” Bekasi ini.

Insiden itu mungkin hanya beberapa menit. Namun, pertanyaan yang ditinggalkannya—tentang etika, ketegasan, dan wibawa kepemimpinan—masih terus terjaga.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *