Bekasi  

Menelusuri Jejak Lama Sarjan: Kontraktor, Proyek, dan Bayang-Bayang Kekuasaan di Bekasi

Penyidikan terhadap Sarjan berpotensi menjadi pintu masuk untuk membuka kembali praktik proyek bermasalah yang mengendap bertahun-tahun di Bekasi.

Kabupaten Bekasi - Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, Kades Sukadami, H.M Kunang, dan satu kontraktor, Sarjan, memakai rompi oranye tahanan KPK atas kasus suap ijon proyek. Foto: Ist/Gobekasi.id.
Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, Kades Sukadami, H.M Kunang, dan satu kontraktor, Sarjan, memakai rompi oranye tahanan KPK atas kasus suap ijon proyek. Foto: Ist/Gobekasi.id.

Kabupaten Bekasi – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kembali bab lama dalam praktik proyek pemerintah Kabupaten Bekasi.

Nama Sarjan—kontraktor yang kini menjadi tersangka—tidak hanya muncul dalam dugaan suap proyek pada masa Bupati Ade Kuswara Kunang (ADK), tetapi juga diduga telah lama bercokol sebagai penyedia barang dan jasa sejak periode kepala daerah sebelumnya.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa penyidik tengah menelusuri lintas periode kekuasaan.

“Apakah saudara SRJ ini melakukan praktik suap hanya pada masa Bupati ADK atau juga pada periode-periode sebelumnya, itu menjadi materi pendalaman penyidik,” kata Budi di Jakarta, Kamis (25/12/2025).

Pernyataan ini menandai arah penyidikan yang tak lagi sempit. KPK melihat Sarjan bukan sebagai aktor sesaat, melainkan bagian dari pola relasi jangka panjang antara kontraktor dan birokrasi daerah.

Vendor Lama di Pemerintahan yang Berganti

KPK mengakui telah mengantongi informasi awal bahwa Sarjan merupakan vendor lama di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi. Ia disebut pernah mengerjakan sejumlah proyek pada masa bupati sebelum ADK.

Dalam konteks Bekasi, informasi ini signifikan. Kabupaten dengan anggaran infrastruktur dan pendidikan yang besar itu telah lama menjadi ladang empuk proyek pemerintah—dan juga ladang subur praktik rente.

Sebelum ADK, jabatan Bupati Bekasi dipegang Eka Supria Atmadja, yang dilantik definitif pada Juni 2019 setelah Neneng Hasanah Yasin terseret kasus korupsi izin proyek Meikarta. Neneng divonis enam tahun penjara pada 2019, sebuah perkara yang membuka tabir kuatnya relasi uang, izin, dan proyek di Bekasi.

Eka Supria Atmadja sendiri meninggal dunia pada Juli 2021 akibat Covid-19. Namun, namanya kembali mencuat dalam penyidikan KPK terkait proyek pembangunan toilet sekolah mewah yang dikenal sebagai “WC Sultan”.

WC Sultan dan Tersangka yang Tak Bisa Diperiksa

Kasus WC Sultan menjadi salah satu simpul penting yang kini membebani penyidikan KPK. Proyek senilai sekitar Rp98 miliar itu mencakup pembangunan 488 hingga 489 unit toilet SD dan SMP pada 2020.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengakui bahwa penyidikan menghadapi kendala serius. Salah satu pihak yang berpotensi menjadi tersangka adalah penyelenggara negara yang telah meninggal dunia.

“Ini berpengaruh terhadap proses penegakan hukum, karena kita tidak bisa lagi meminta informasi dari yang bersangkutan,” ujar Asep.

Pernyataan itu memperkuat dugaan bahwa praktik korupsi proyek tidak berdiri sendiri. Ia melibatkan jejaring keputusan, dari perencanaan, penganggaran, hingga eksekusi di lapangan. Dalam jejaring semacam ini, kontraktor jarang bergerak sendirian.

Kontraktor dan Kekuasaan: Pola yang Berulang

Dalam banyak perkara korupsi daerah yang telah diputus pengadilan, pola relasi antara kontraktor dan pemerintah hampir seragam. Kontraktor membangun kedekatan bukan hanya dengan kepala daerah, tetapi juga dengan kepala dinas teknis, pejabat pembuat komitmen (PPK), pengatur lelang hingga perantara proyek.

KPK kini tampaknya membaca pola itu di Bekasi. Dengan membuka kemungkinan keterlibatan lintas periode, penyidik mengisyaratkan bahwa pergantian bupati tidak serta-merta memutus rantai proyek dan pelakunya.

Pasca wafatnya Eka Supria Atmadja, roda birokrasi berpindah kepada oleh Herman Hanafi sebagai Pelaksana Harian (Plh) Bupati Bekasi 11 Juli – 23 Juli 2021. Kemudian digantikan oleh Dani Ramdan sebagai Penjabat (Pj) Bupati Bekasi.

Dani Ramdan dilantik berdasarkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI No:131.32-1374 Tahun 2021 tanggal 21 Juli 2021, tentang pengangkatan Penjabat Bupati Bekasi maksimal masa jabatan satu tahun.

Namun, pada 27 Oktober 2021, Akhmad Marjuki, politisi Partai Golkar diberi mandat menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bekasi periode 27 Oktober 2021 – 22 Mei 2022.

Kursi jabatan Bupati Bekasi kembali di nahkodai oleh Dari Ramdan sebagai Penjabat (Pj) Bupati Bekasi terhitung sejak 23 Mei 2022- 15 Agustus 2024.

Pada masa transisi pasca wafatnya Eka—Plh, Plt, dan Pj bupati—struktur birokrasi teknis relatif tetap. Proyek berjalan, vendor lama bertahan, dan keputusan operasional berada di tangan aparatur yang sama.

Mengapa KPK Memanggil Publik?

Ajakan KPK kepada masyarakat Kabupaten Bekasi untuk menyampaikan informasi bukan sekadar formalitas. Ini adalah sinyal bahwamsebagian aktor kunci sudah tidak menjabat, ada pihak yang meninggal dunia, dan jejak administratif proyek tersebar di ratusan titik.

Dalam kondisi itu, kesaksian publik, dokumen lokal, dan ingatan kolektif birokrasi menjadi sumber penting untuk membongkar jejaring lama.

Bab Baru atau Ujung Lama?

Penyidikan terhadap Sarjan berpotensi menjadi pintu masuk untuk membuka kembali praktik proyek bermasalah yang mengendap bertahun-tahun di Bekasi.

Pertanyaannya kini bukan sekadar siapa menyuap siapa, melainkan seberapa lama praktik itu dibiarkan tumbuh dan dengan siapa saja ia berkelindan.

KPK belum menyebut nama lain. Namun, arah penyidikan menunjukkan satu hal: kasus ini tidak berdiri pada satu periode kekuasaan, dan tidak pula pada satu orang semata.

Kabupaten Bekasi, sekali lagi, berada di persimpangan antara pengungkapan jejaring lama atau sekadar mengulang cerita lama—dengan aktor berbeda, tetapi pola yang sama.

Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kesepuluh di tahun 2025, dan menangkap sepuluh orang di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada 18 Desember 2025.

Pada 19 Desember 2025, KPK mengungkapkan sebanyak tujuh dari sepuluh orang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, untuk diperiksa secara intensif. Dua dari tujuh orang tersebut termasuk Ade Kuswara dan ayahnya, HM Kunang.

Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan menyita uang ratusan juta rupiah dalam kasus yang diduga terkait suap proyek di Kabupaten Bekasi.

Pada 20 Desember 2025, KPK mengumumkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK), ayah Bupati Bekasi sekaligus Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, HM Kunang (HMK), serta pihak swasta bernama Sarjan (SRJ) sebagai tersangka kasus dugaan suap tersebut.

KPK mengatakan Ade Kuswara dan HM Kunang merupakan tersangka dugaan penerima suap, sedangkan Sarjan sebagai tersangka dugaan pemberi suap.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *