Perbedaan Agama dengan Aliran Sesat

  • Bagikan
Perbedaan Agama dengan Aliran Sesat
Ilustrasi aliran sesat

Wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, telah berkembang 13 aliran kepercayaan. Namun dari belasan aliran kepercayaan itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan 7 diantaranya adalah sesat.

Penetepan 7 aliran sesat itu juga telah disampaikan Ketua Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Korpekam) yang juga Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Raden Rara Mahayu Dian Suryandari.

Dari 13 aliran itu diantaranya, Kutub Robani, Al Qur’an Suci, Amanat Keagungan Ilahi, Wahabi, Ahmadiyah, Syi’ah. 7 diantara yang dinilai sesat adalah Millah Ibrahim, Hidup, Balik Hidup, Surga Eden, Islam Jamaah, Agama Samalullah atau yang lebih dikenal Lia Eden, Al Qiyadah Al Islamiyah dan Jemaat Ahmadiyah.

Sekretaris Gerakan Pemuda Ansor Kota Bekasi, Hasan Muchtar mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara aliran kepercayaan dengan agama. Dengan demikian, masyarakat diminta dapat memilah perbedaan ini.

Menurutnya, agama adalah aturan tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

“Agama yang diakui di NKRI berdasarkan peraturan perundang-undangan ada 6 yaitu, Islam, Kristen, Khatolic, Budha, Hindu dan Konghucu,” kata dia, Jumat (15/11/2019).

Sementara, lanjut Hasan, aliran kepercayaan adalah sebuah keyakinan terhadap Tuhan di luar agama yang ada, aliran kepercayaan cenderung terdapat keyakinan dan pemikiran baru tentang keyakinan terhadap Tuhan.

“Di Al-Qur’an kita umat islam disebutkan 4 kitab suci yaitu, Taurat, Jabur, Injil dan Al Qur’an. Sementara ketetapan aliran kepercayaan bisa di katakan sesat setelah melalui proses pengkajian di Majelis Ulama Indonesia,” imbuhnya.

Namun disamping itu, GP Ansor menilai tidak ada perbedaan sebagai saudara sesama manusia, karenanya ia berharap dilakukan langkah-langkah sesuai hukum, tidak dengan kekerasan dan penghakiman

“(Alirannya) bukan orangnya sebagai individu. Mereka tetap memiliki hak yang sama sebagai WNI, sesat atau tidaknya kita sebagai masyarakat umum juga tidak boleh menghakimi,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Korpekam Raden Rara Mahayu Dian Suryandari mengatakan bahwa beberapa aliran kepercayaan itu memiliki kesamaan dengan ajaran agama Islam. Hanya saja, paham yang diyakini sudah menyalahi akidah. Salah satunya, ajaran tersebut tidak mengimani nabi Muhamad sebagai rosul.

Salah satu contohnya, aliran jemaat Ahmadiyah yang meyakini setelah Nabi Muhammad ada nabi lainnya yakni Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Bahkan, kitab suci mereka adalah Tadzkirah yang dianggap sama seperti kitab suci Alquran.

Ajaran aliran lainnya yaitu Hidup di Balik Hidup yang meyakini bahwa pimpinan mereka pernah berdialog dengan tuhan, para malaikat, Nabi Muhammad dan mengaku pernah melihat alam barzah, surga, serta neraka.

Selain belasan aliran kepercayaan, terdapat juga kebiasaan lain yang ditemui di berbagai daerah di Kabupaten Bekasi. Beberapa di antaranya bahkan menyalahi aturan agama. Seperti pernikahan satu garis keturunan, tidak mewajibkan Salat Jumat, tidak mengenal puasa hingga bertemu dengan Sang Pencipta dengan membayar mahar.

Belakangan aliran itu diputuskan sesat oleh MUI dan pimpinan mereka dihukum dalam kasus penodaan agama. Penetapan sesat itu diterbitkan melalui Fatwa MUI Nomor 5 Tahun 2007.

Mahayu menambahkan, Tim Korpakem masih terus melakukan pemantauan sekaligus pendekatan terhadap masyarakat yang menganut sejumlah paham tersebut. Koordinasi terus dilakukan dengan sejumlah pihak terutama ulama untuk turut serta melakukan pendekatan.

(MYA)

  • Bagikan