Bekasi  

Dugaan Korupsi Dispora Kota Bekasi: Skandal Pokir Dewan Fraksi PDIP

Ilustrasi Skandal Korupsi Pokir Dewan
Ilustrasi Skandal Korupsi Pokir Dewan

Dugaan korupsi Dinas Kepemudaan dan Olaharaga (Dispora) Kota Bekasi menyeret sejumlah anggota legislatif periode 2019 – 2024 dari Fraksi PDI Perjuangan.

Legislator disebut – sebut terlibat campur tangan dalam skandal pengadaan belanja alat – alat olahraga untuk masyarakat lingkungan Rukun Warga (RW) Kota Bekasi.

Dugaan ini diperkuat hasil investigas Inspektorat Kota Bekasi pada Mei 2024 dalam dugaan korupsi di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dispora dengan pemenang tender kegiatan tersebut, PT Cahaya Ilmu Abadi.

Inspektorat Kota Bekasi dalam temuannya menyebutkan jika PT Cahaya Ilmu Abadi berafiliasi atau mempunyai kedekatan dengan legislator dari Fraksi PDI Perjuangan.

Ada dua oknum politikus dari partai berlambang banteng moncong putih itu yang diduga menjadi perantara antara PT Cahaya Ilmu Abadi dengan Dispora Kota Bekasi, ia berinsial EW dan AI.

Terkini, informasi yang diterima redaksi gobekasi.id rupanya dugaan korupsi alat – alat olahraga tersebut diduga merupakan pokok – pokok pikiran (Pokir) anggota dewan.

“Ya itu (diduga) pokir, ada sejumlah dewan dari Fraksi PDI Perjuangan,” kata sumber yang dipercaya gobekasi, Kamis (14/11/2024).

Oknum dewan tersebut memang tidak secara langsung melakukan praktik dugaan korupsi di tubuh Dispora. Namun bukan hal mustahil jika para oknum tersebut terseret dalam kolusi dan nepotisme.

Pokir dewan, umumnya merupakan program mulia. Karena menjadi panjang tangan legislatif untuk memenuhi aspirasi masyarakat secara luas, baik untuk pembangunan infrastrukur maupun kepentingan mendesak lainnya di wilayah.

Namun, Pokir acap kali menjadi program bancakan legislatif. Alih – alih berikan perhatian kepada masyarakat, tetapi justru menjadi bahan cari keuntungan: Kongkalikong antara eksekutif-legislatif dan pengusaha.

Isu tersebut tak terbantahkan. Teranyar, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) baru – baru ini menyambangi sejumlah daerah.

Lembaga antirasuah itu mewanti – wanti seluruh anggota dan pimpinan parlemen di sana tentang Pokir hingga pembahasan Rancangan APBD oleh DPRD yang kerap menjadi celah untuk korupsi.

“Yang sering terjadi menjelang akhir November, biasanya palu ketua dewan tiba-tiba hilang. Karena untuk mengetok palu, harus ada upahnya. Saya harap di sini palunya aman,” kata Kasatgas Korsupgah wilayah 3 KPK RI, Wahyudi Narso, belum lama ini.

Ia memaparkan, pembahasan anggaran menjadi salah satu potensi rawan korupsi yang bisa membelit anggota DPRD.

“Yang sering terjadi menjelang akhir November, biasanya palu ketua dewan tiba-tiba hilang. Karena untuk mengetok palu, harus ada upahnya. Saya harap di sini palunya aman,” kata Wahyudi.

Disamping itu, ploting program prioritas dan usulan dewan, melalui pokir juga menjadi potensi kerawanan terjadinya korupsi di kalangan parlemen daerah.

Wahyudi meminta, agar pokir tidak diartikan sebagai hak penuh anggota dewan. Sebab, korupsi dalam pokir ini sudah jamak terjadi.

Sesuai Permendagri nomor 86/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Raperda tentang RPJPD, RPJMD, dan RKPD, pokir tidak boleh berupa hibah.

Wahyudi mengatakan, bentuk kerawanan korupsi pada pokir antara lain karena program tidak terencana dengan baik, adanya mark up anggaran.

“Bahkan ada juga program pokir itu yang diberikan kepada tim sukses anggota dewan. Ini juga kerap jadi celah penyalahgunaan,” paparnya.

Beberapa potensi kerawanan itu, bisa terjadi antara lain karena pokir tidak sesuai dengan RKPD dan RPJMD.

Karena itu, ia mengingatkan pentingnya pencegahan dengan verifikasi oleh tim anggaran pemerintah daerah, penegakan disiplin dan kode etik, pengawasan oleh OPD serta pengawasan probity audit.

Wahyudi juga menekankan pesan Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Didik Agung Wijanarko yang meminta hubungan eksekutif, legislatif, dengan Aparat Penegak Hukum (APH) di daerah terjalin dengan baik.

Kalaupun ada perbuatan yang salah, penegakan hukum harus dilakukan seobjektif mungkin.

“Sekiranya tidak memenuhi kaidah penegakan hukum, juga mesti dilakukan upaya objektif. Sehingga kinerja masing-masing berjalan optimal,” pintanya.

Penyuluhan anti korupsi oleh KPK ini membuka tabir indikasi dugaan korupsi di tubuh Pemerintah Kota Bekasi, yang kala itu dipimpin Tri Adhianto.

Dispora Kota Bekasi pada tahun anggaran 2023 mendapatkan 21,1 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni. Nyaris separuh anggaran diduga menjadi bancakan eksekutif, legislatif dan swasta.

Hak Masyarakat Dirampok

Alat – alat olahraga yang diperuntukan untuk masyarakat dari Pemerintah Kota Bekasi era Tri Adhianto melalui Dispora “dirampok” segelintir pejabat dan pengusaha.

Anggaran Rp10 miliar yang dicairkan dua tahap melalui system E-Purchasing untuk pengadaan alat – alat olahraga oleh Dispora diduga hanya dibelanjakan ratusan juta rupiah.

Dugaan korupsi oleh Dispora, DRPD dan pihak swasta ini seolah “kebal” dari hukum.

Kekinian, Anggota DPRD Kota Bekasi periode 2024 – 2029 Kembali menyoroti kasus ini.

Pada awal bulan November atau tepatnya Rabu (6/11/2024), DPRD Kota Bekasi melalui Komisi IV memanggil sejumlah OPD.

Mereka menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan tiga OPD di kantornya, Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur.

Ketiga OPD itu ialah Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), serta Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kota Bekasi.

Dari RDP itu, Komisi IV “menyentil” penggunaan anggaran Dispora Kota Bekasi tahun 2023 sebesar Rp 10 miliyar dalam program pengadaan alat olahraga.

Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bekasi, R Eko Setyo Pramono mengatakan jika ada dugaan penyelewengan penggunaan anggaran oleh Dispora dalam program pengadaan alat olahraga.

Bahkan dalam cecaran legislator, Kadispora Kota Bekasi, Nadih Arifin tak menampik dugaan penyelewengan anggaran yang tak tepat sasaran.

“Pak Nadih mengakui distribusi program alat olahraga itu tidak tepat sasaran,” kata Eko usai rapat RDP kepada wartawan.

Dalam nomenklatur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi, Dispora dalam penggunaan anggaran pengadaan alat olahraga tertuju untuk kepentingan sosial di tingkat rukun warga (RW).

Namun, pada praktiknya, distribusi alat olahraga tersebut justru diterima oleh individu. Bahkan, penerimanya ialah keluarga dari Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Tadi bilangnya (Kadispora), penerimanya ada saudara pak lurah, ponakan pak lurah lah. Jadi, lebih ke individu bukan pengurus RW,” kata politisi Partai Gerindra ini.

(Redaksi) 

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *