Bekasi  

Forkim Desak KLHK Naikkan Sanksi Pidana untuk Wali Kota Bekasi atas Kejahatan Lingkungan

Ketua Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) Mulyadi
Ketua Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) Mulyadi

Kota Bekasi – Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) untuk menaikkan status sanksi administratif terhadap Wali Kota Bekasi menjadi sanksi pidana

Ketua Umum Forkim, Mulyadi, menilai Wali Kota Bekasi telah melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, karena tetap menggunakan sistem open dumping di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu, meskipun praktik tersebut secara tegas dilarang oleh undang-undang.

“Praktik open dumping di TPA Sumur Batu bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga berisiko menimbulkan pencemaran lingkungan yang serius dan membahayakan kesehatan masyarakat,” ujar Mulyadi, Jumat (17/10/2025).

KLHK Sudah Beri Tenggat Penutupan TPA Open Dumping

Sebelumnya, KLHK telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE.14/MENLHK/PSLB3/PLB.0/2/2025 tentang percepatan penutupan sistem open dumping di seluruh Indonesia, termasuk di Kota Bekasi.
KLHK juga mengirimkan Surat Teguran Resmi Nomor TPA/KLHK/II/2025/306 kepada Pemerintah Kota Bekasi. Dalam surat itu, Pemkot diberi waktu enam bulan, sejak 13 Maret hingga 17 September 2025, untuk menutup sistem pembuangan terbuka di TPA Sumur Batu.

Namun hingga tenggat waktu berakhir, Pemerintah Kota Bekasi tidak menunjukkan tindakan nyata. Alih-alih melakukan penutupan, pemerintah justru kembali berjanji akan mengoperasikan sanitary landfill pada Desember 2025.

“Janji dan rencana pemerintah untuk mengubah sistem pengelolaan sampah dari open dumping menjadi sanitary landfill tampaknya hanya akan berhenti di atas kertas, tanpa ada realisasi di lapangan,” tegas Mulyadi.

KLHK Ancam Sanksi Pidana bagi Kepala Daerah Bandel

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, sebelumnya menegaskan akan menindak tegas kepala daerah yang tidak menindaklanjuti sanksi administratif, termasuk menjatuhkan sanksi pidana jika TPA open dumping tidak segera ditutup.

Ia bahkan menyebut sudah ada beberapa daerah yang dikenai sanksi pidana karena mengabaikan perintah KLHK, meskipun tidak merinci daerah mana saja yang dimaksud,” ujar Hanif (13/5/2025) Silam

Kejahatan Lingkungan yang Disengaja dan Sistematis

Mulyadi menegaskan, persoalan TPA Sumur Batu bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan sudah masuk kategori kejahatan lingkungan yang dilakukan secara sadar, sistematis, dan terencana.

“Sudah ada peringatan dan surat resmi dari KLHK, tetapi Wali Kota Bekasi tetap diam. Ini bukan kelalaian, melainkan bentuk pembiaran sistematis yang disengaja,” ujarnya.

Ia menilai, sikap diam Kepala daerah terhadap teguran KLHK merupakan pengkhianatan terhadap tanggung jawab moral serta bentuk pengabaian serius terhadap keselamatan Masyarakat.

Kondisi TPA Sumur Batu,Bom Waktu Lingkungan

Mulyadi menggambarkan TPA Sumur Batu sebagai potret nyata kegagalan tata kelola lingkungan di Kota Bekasi. Gunungan sampah menjulang hingga 35–40 meter, seolah menjadi “monumen ketidakpedulian Pemkot”

Longsoran sampah sudah menjadi pemandangan rutin, mengancam keselamatan pekerja dan warga sekitar yang hidup di bawah bayang-bayang maut setiap hari.

“Setiap hari mereka hidup di tepi gunung sampah yang bisa runtuh kapan saja. Ini bukan lagi sekadar masalah lingkungan, tapi soal nyawa manusia,” katanya.

Lebih parah lagi, air lindi hitam pekat mengalir bebas ke Kali Asem, membawa racun, logam berat, dan bau menyengat yang merusak ekosistem serta menimbulkan ancaman penyakit bagi Masyarakat,”tegasnya

Sementara pemerintah daerah, lanjutnya, tampak lebih sibuk mengurus proyek pencitraan dan menghitung janji politik, alih-alih menyelamatkan lingkungan.

“Di atas kertas mereka janji menulis sanitary landfill, tapi di lapangan yang tumbuh justru gunungan sampah, bukan solusi,” sindirnya

Anggaran Besar, Tapi Tak Dipakai untuk Perbaikan

Berdasarkan laporan internal Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi, pemerintah daerah telah merencanakan anggaran Rp200 miliar untuk mengubah sistem pengelolaan sampah dari open dumping menjadi sanitary landfill.

“Jika anggaran besar sudah direncanakan, mengapa tidak segera digunakan untuk memperbaiki TPA Sumur Batu? Apakah benar Pemkot kekurangan dana, atau justru anggarannya dialihkan untuk proyek-proyek yang tidak prioritas?” sindir Mulyadi.

Mulyadi juga menyoroti kebijakan Wali Kota Bekasi yang justru menggelontorkan ratusan miliar rupiah untuk proyek pencitraan, seperti pembangunan wisata air.

“Mengapa proyek hiburan diprioritaskan, sementara persoalan lingkungan yang menyangkut keselamatan masyarakat dibiarkan? Ini bentuk kesalahan arah kebijakan yang fatal,” tegasnya.

Desakan Penegakan Hukum Tanpa Kompromi

Mulyadi menegaskan bahwa pembiaran terhadap kejahatan lingkungan tidak boleh lagi diselesaikan dengan sanksi administratif.

“Ini saatnya hukum berbicara. Kepala daerah yang sengaja membiarkan kejahatan lingkungan harus disidik dan dihukum seberat-beratnya,” tegasnya.

Ia mengingatkan, Gakkum KLHK memiliki kewenangan penuh untuk menjerat pejabat publik yang melakukan pelanggaran berat terhadap lingkungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 98 dan 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

“Pelanggaran lingkungan di TPA Sumur Batu bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi tindak pidana lingkungan hidup. Tidak boleh ada impunitas bagi penjahat lingkungan — siapa pun dia, setinggi apa pun jabatannya,” pungkas Mulyadi.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *