Kota Bekasi – Gestur dan pernyataan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menuai sorotan ketika menanggapi pertanyaan wartawan soal isu jual beli jabatan di lingkungan pemerintahannya.
Ia bahkan menantang siapa pun untuk membuktikan tudingan itu dan menyatakan siap menanggung ganti rugi dua kali lipat bila terbukti benar.
“Buktikan saja. Kalau ada jual beli jabatan, saya ganti dua kali lipat,” kata Tri baru-baru ini.
Ucapan itu sontak memancing reaksi publik. Alih-alih memperkuat kesan percaya diri, pernyataan Tri justru dianggap sebagian pihak sebagai bentuk kegugupan menghadapi sorotan atas menurunnya integritas birokrasi Pemkot Bekasi.
Ketua Umum Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim), Mulyadi, menyebut respons Tri bukan cerminan keberanian, melainkan refleksi kegelisahan dan rasa takut.
“Orang yang yakin bersih tak perlu menantang dengan nada tinggi. Gestur dan ekspresinya menunjukkan kepanikan dan kejengkelan yang tak bisa ditutupi,” ujar Mulyadi, Rabu (22/10/2025).
Sorotan dari Kementerian Keuangan dan KPK
Pernyataan Tri muncul setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa mengutip data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyoroti maraknya praktik jual beli jabatan di berbagai daerah, termasuk Bekasi.
Dalam paparannya, Purbaya mengacu pada hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024, yang mencatat skor integritas nasional hanya 71,53, di bawah target 74.
“Sebagian besar pemerintah daerah masih berada di zona merah: provinsi rata-rata 67, kabupaten 69,” kata Purbaya kemarin lusa.
Forkim menilai data itu sebagai potret faktual, bukan tudingan. “Itu cermin dari kondisi birokrasi yang masih sarat praktik transaksional,” kata Mulyadi.
Ia menambahkan, Indeks Integritas Pemerintah Kota Bekasi pada 2024 hanya mencapai 63,26 poin, turun lima poin dari tahun sebelumnya.
“Angka ini sinyal keras bahwa tata kelola pemerintahan Bekasi sedang memburuk,” ujarnya.
Antara Fakta dan Reaksi Emosional
Mulyadi menilai masyarakat kini lebih percaya pada data empiris KPK dan pernyataan Purbaya ketimbang klarifikasi emosional Wali Kota Bekasi.
“Tri menolak fakta dengan nada tinggi, seolah menantang logika publik. Ini bukan kepemimpinan, tapi bentuk arogansi,” ucapnya.
Ia bahkan mengibaratkan sikap Tri seperti “pencuri yang menuntut bukti dirinya mencuri.”
“Kalau ada orang berkata, ‘mana buktinya saya nyuri?’, padahal barangnya sudah hilang, itu bukan pembelaan — tapi pelecehan terhadap akal sehat,” sindirnya.
Menurut Mulyadi, ucapan Tri yang siap mengganti dua kali lipat bila terbukti bersalah justru memperlihatkan sikap meremehkan institusi hukum.
“Kalimat itu seperti menertawakan aparat penegak hukum. Seakan-akan mereka tak mampu membuktikan dugaan korupsi di Bekasi,” ujarnya.
Desakan Tindakan dan Krisis Kepercayaan
Forkim mendesak KPK dan aparat penegak hukum segera menindaklanjuti dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Mulyadi menilai, tantangan terbuka dari wali kota seharusnya dijawab dengan langkah investigatif agar isu ini tidak terus menjadi bola liar di ruang publik.
“Bekasi butuh pemimpin yang berbenah, bukan yang berkilah,” kata Mulyadi.
Nada keras Tri Adhianto mungkin dimaksudkan sebagai pembelaan diri. Namun di tengah menurunnya skor integritas dan meningkatnya skeptisisme publik, tantangan itu justru mempertegas jarak antara kepercayaan publik dan klaim moral pejabatnya.
Menurutnya, Bekasi kini tak hanya menghadapi persoalan pemerintahan, tapi juga krisis kepercayaan — yang tak bisa diselesaikan dengan gertakan mikrofon, melainkan dengan transparansi dan reformasi nyata.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
