Bekasi  

PT Mitra Patriot dan Arah Kabur Bisnis Daerah Bekasi

Kota Bekasi - Salah satu mini reklame tak berizin yang mendapat teguran dari Pemerintah Kota Bekasi melalui Satpol PP. Foto: dok.humas
Salah satu mini reklame tak berizin yang mendapat teguran dari Pemerintah Kota Bekasi melalui Satpol PP. Foto: dok.humas

Kota Bekasi – Kesesuaian data dan arah bisnis PT Mitra Patriot dipertanyakan setelah dokumen RKAP 2025 perusahaan daerah itu menunjukkan ketidakcocokan anggaran reklame senilai lebih dari Rp1 miliar dan absennya kajian kelayakan pada proyek parkir yang diusulkan.

Temuan tersebut menimbulkan keraguan baru terhadap kesiapan BUMD Kota Bekasi mengelola sektor yang selama ini menjadi kewenangan lintas dinas.

Ketua Forum Komunikasi Intelektial Muda Indoensia (Forkim), Mulyadi menduga ada persoalan yang lebih besar: kaburnya arah bisnis Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bekasi, serta ancaman tumpang tindih kewenangan dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Sorotan di Balik Rencana Bisnis Reklame

Dokumen RKAP 2025 yang diperoleh menunjukkan PT Mitra Patriot berencana masuk ke dua sektor utama: pengelolaan reklame dan parkir tepi jalan. Padahal kedua sektor itu selama ini berada di bawah kendali lintas OPD—mulai dari Bapenda, Dinas Tata Ruang, Satpol PP, hingga Dinas Perhubungan.

Di bidang reklame, perusahaan daerah itu mengalokasikan anggaran berupa reklame bando jalan (3 titik) – Rp1,02 miliar, videotron (2 titik) – Rp968 juta hingga reklame statis (10 titik) – Rp257,7 juta.

Baca Juga: Mengenal David Hendradjid Rahardja, Dirut PTMP Kota Bekasi

Jika seluruh pos dijumlahkan, kebutuhan anggaran mencapai sekitar Rp2,24 miliar. Namun dalam tabel rekapitulasi, tercantum total Rp1,22 miliar—selisih hampir separuhnya.

Ketidaksesuaian data itu memantik kecurigaan Forkim. Mulyadi menganggap perencanaan yang tidak presisi membuka ruang pertanyaan.

“Bagaimana mungkin rincian lebih besar daripada total anggaran?,”

Ia juga mengkritik target pendapatan yang nilainya hanya setara dengan total biaya. “Tidak ada marjin keuntungan, tidak ada kontribusi PAD. Ini tidak lazim untuk BUMD,” katanya.

Risiko Tumpang-Tindih di Sektor Reklame

Masuknya BUMD ke sektor reklame memunculkan kekhawatiran baru. Pengelolaan titik pemasangan, pajak, hingga penertiban selama ini sudah berjalan di bawah empat OPD. Tanpa landasan hukum yang jelas, keterlibatan PT Mitra Patriot dikhawatirkan memicu dualisme.

Baca Juga: David Diduga Jadikan PTMP Kota Bekasi untuk Kepentingan Politik

“Kalau BUMD masuk tanpa aturan, potensi benturan kewenangan itu nyata,” ujar seorang pejabat Dinas Tata Ruang.

Mulyadi menyebut langkah ini bukan hal baru. Menurutnyam ini model shortcut. Alih-alih membangun bisnis baru, mereka mengambil sektor yang sudah matang.

Parkir On Street: Ambisi yang Berlari Tanpa Peta

Selain reklame, PT Mitra Patriot juga mengajukan dana Rp1,45 miliar untuk proyek percontohan parkir on street di kawasan padat aktivitas, mulai dari RSUD Chasbullah hingga Masjid Agung Al-Barkah.

Rinciannya Marka & rambu Rp600 juta, Pos parkir & lampu taman Rp300 juta, Mesin karcis portable/QR Rp250 juta, Seragam & pelatihan jukir Rp100 juta serta Legalitas & sosialisasisebesar Rp200 juta.

Baca Juga: Gaya Serampangan Dirut PTMP kota Bekasi

Namun dokumen tidak mencantumkan satu pun unsur krusial: proyeksi pendapatan, okupansi kendaraan, estimasi balik modal, atau skema pembagian hasil dengan pemerintah.

“Tanpa studi kelayakan, angka-angka itu hanya asumsi. BUMD seperti berlari tanpa peta,” kata Mulyadi.

Minim Inovasi, Potensi Bisnis Baru Terabaikan

Forkim menilai PT Mitra Patriot gagal membaca peluang usaha yang lebih relevan dengan perkembangan kota besar seperti Bekasi—mulai dari digitalisasi kota, pengelolaan aset idle, SPKLU, hingga pengolahan sampah modern.

Baca Juga: Wali Kota Bekasi Instruksikan BSIP Kelola Minyak Jelantah, Program Dirut PTMP Dipertanyakan

“Bekasi ini kota besar dengan peluang luas. Tetapi BUMD justru memilih sektor yang sudah dikelola dinas,” kata Mulyadi. Menurutnya, langkah itu dapat menimbulkan persepsi bahwa OPD dianggap tidak mampu mengelola PAD, memicu gesekan birokrasi.

Desakan Evaluasi Menguat

Forkim secara terbuka meminta Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengevaluasi jajaran Direksi PT Mitra Patriot. Kritiknya mencakup program yang tidak inovatif, tidak memberikan nilai tambah PAD, ketidaksesuaian angka anggaran, potensi konflik kewenangan dengan OPD dan tidak ada roadmap jangka panjang.

Baca Juga: Minta Tambahan Modal Usaha Rp5 Miliar untuk Pengelolaan 4 Titik Parkir, Legislator Soroti Kinerja Dirut PTMP Kota Bekasi

Mulyadi melanjutkan, BUMD seyogyannya harus menjadi motor ekonomi daerah, bukan operator yang sekadar memindahkan pendapatan dari satu kantong ke kantong lain.

Menunggu Arah Baru Ekonomi Kota

Kontroversi RKAP 2025 PT Mitra Patriot mencerminkan persoalan lebih fundamental: ke mana arah pembangunan ekonomi Kota Bekasi hendak diarahkan? Ketika potensi sektor baru belum tergarap, BUMD justru memilih langkah aman dengan mengincar sektor yang telah berjalan.

Baca Juga: Sempat Diragukan Dirut PTMP, Pengacara Malah Menangkan Perkara

“Jika BUMD tidak berani berinovasi, mereka tidak akan menjadi katalis pembangunan, malah berpotensi membebani APBD,” ujarnya.

Pada akhirnya, keputusan berada di tangan Wali Kota. Revisi, perombakan, atau pembiaran akan menentukan apakah perusahaan daerah ini bergerak menuju pembenahan atau kembali berjalan dengan rencana yang dinilai penuh kejanggalan.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *