Kota Bekasi — Rencana PT Mitra Patriot, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bekasi, untuk mengelola parkir tepi jalan (on-street) di kawasan Alun-Alun M. Hasibuan berbuntut polemik jika merujuk Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025 PT Mitra Patriot.
Dalam dokumen anggaran, perusahaan membutuhkan dana total Rp 1,45 miliar, yang diperuntukkan bagi pembangunan marka dan rambu Rp 600 juta), pos parkir & penerangan Rp 300 juta, peralatan sistem Rp 250 juta, seragam juru parkir Rp 50 juta, pelatihan SDM Rp 50 juta, serta legal & administrasi awal Rp 200 juta.
Langkah yang diklaim sebagai upaya modernisasi dan penertiban parkir justru dipersoalkan karena dianggap tidak memiliki landasan hukum yang sah dan dinilai dilakukan secara tergesa-gesa.
Baca Juga: Ancaman di Balik Wisata Air Kalimalang: Sampah, Polusi, dan Air Tercemar
Ketua Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim), Mulyadi, menjadi salah satu pihak yang paling vokal menentang rencana tersebut.
Ia menuding PT Mitra Patriot di bawah kepemimpinan David Hendradjid Rahardja bekerja tanpa perhitungan dan tanpa membaca aturan yang berlaku.
Baca Juga: Wisata Air Kalimalang: Miniatur Whoosh dan Risiko yang Mengintai APBD
“Ini tindakan ugal-ugalan. Mereka berjalan seperti koboi di tengah kota. Menjalankan program parkir on-street tanpa dasar hukum yang sah. Bagaimana mungkin BUMD bekerja setergesa itu tanpa mengecek regulasi yang sudah dicabut?” tegas Mulyadi, Selasa (25/11/2025).
Di Mana Dasar Hukumnya?
Rencana Mitra Patriot ini berlandaskan RKAP 2025 yang menganggarkan Rp 1,45 miliar untuk pengelolaan parkir tepi jalan di Alun-Alun Bekasi. Namun, penugasan BUMD tersebut sebelumnya tertuang dalam Perwali No. 15 Tahun 2023, yang kemudian dicabut oleh Perwali No. 29 Tahun 2024.
Baca Juga: DPRD Bekasi Ingatkan Pemkot Soal Risiko Wisata Air Kalimalang
“Faktanya, Perwali 15/2023 sudah dicabut dengan Perwali 29/2024. Itu artinya dasar legal penugasan untuk Mitra Patriot sudah tidak ada. Tapi mereka masih berani masuk RKAP, seakan-akan semuanya sah. Ini bukan sekadar salah teknis, ini pelanggaran prinsip tata kelola,” kata Mulyadi.
Mulyadi menilai langkah memasukkan proyek parkir ke RKAP justru menimbulkan kecurigaan publik.
“Ini seperti program yang dipaksakan. Anggaran jalan dulu, legalitas menyusul. Itu cara berpikir proyek, bukan cara berpikir BUMD profesional,” ujarnya.
BUMD Tidak Boleh Jadi Ladang Proyek
BUMD seharusnya menjalankan fungsi pelayanan publik dan peningkatan pendapatan daerah. Namun, Mulyadi melihat rencana parkir on-street ini berpotensi menjadi proyek bermuatan kepentingan jangka pendek.
Baca Juga: Proyek Ambisius Wisata Air Kalimalang di Tengah Arus Gelap CSR
“Kalau legalitas sudah tidak ada, untuk siapa proyek parkir ini sebenarnya? Untuk publik atau untuk segelintir orang di dalam perusahaan?” ujar Mulyadi.
Ia menegaskan bahwa publik berhak tahu siapa yang mendorong proyek ini dan bagaimana aliran anggarannya ke depan.
“Rp 200 juta untuk ‘legal dan administrasi awal’? Itu sangat aneh. Kenapa anggaran legal disiapkan ketika landasan hukumnya justru sudah tidak berlaku?” tegasnya.
Risiko Kemacetan dan Ruang Publik Terancam
Jika dijalankan, parkir on-street berpotensi memperparah kemacetan di kawasan Alun-Alun yang padat aktivitas. Infrastruktur belum memadai, sementara persoalan parkir liar dan pungli belum terselesaikan.
“Kondisi ini belum siap. Jalan sering macet, trotoar dipakai pedagang, dan parkir liar masih merajalela. Bagaimana bisa dipaksakan penambahan parkir on-street tanpa penataan ruang publik terlebih dahulu?” kata Mulyadi.
Baca Juga: Wisata Air Kalimalang: Miniatur Whoosh dan Risiko yang Mengintai APBD
Ia menambahkan, pemerintah semestinya fokus pada strategi transportasi terpadu.
“Kalau mau modern, bangun park and ride, perkuat angkutan umum, dan tata trotoar. Bukan menambah parkir di jalan. Ini mundur, bukan maju.”
Reputasi BUMD di Ujung Jurang
PT Mitra Patriot sebelumnya juga mendapat kritik terkait program revitalisasi pasar yang berjalan lambat. Kini, rencana parkir on-street berpotensi memperdalam krisis kepercayaan publik.
Baca Juga: PT Mitra Patriot Dinilai Salahgunakan Skema CSR untuk Kepentingan Bisnis
“BUMD harus transparan, profesional, dan taat regulasi. Kalau seperti ini, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan. Kita tidak ingin Mitra Patriot menjadi simbol kekacauan manajemen publik,” ujar Mulyadi.
Ia menantang Pemkot Bekasi menjawab dengan terbuka.
Baca Juga: Uang Keluar, PAD Tak Bertambah: Mengupas Rencana Kontroversial PT Mitra Patriot
“Apakah pemerintah kota sudah memberi penugasan resmi baru? Jika belum, hentikan semua aktivitas terkait proyek ini sebelum menjadi skandal,” tegasnya.
Akankah Proyek Ini Jalan atau Gagal Total?
Publik kini menunggu langkah resmi Wali Kota Bekasi dan DPRD. Dua kemungkinan berada di depan mata: Pertama pemerintah menerbitkan regulasi baru yang memperkuat mandat Mitra Patriot, atau proyek dihentikan karena terbukti prematur dan tanpa dasar hukum.
Baca Juga: PT Mitra Patriot dan Arah Kabur Bisnis Daerah Bekasi
“Jangan tunggu sampai uang keluar dan masalah membesar. Hentikan dulu, rapihkan aturan, libatkan publik, baru jalan. Kota ini butuh transparansi, bukan kejutan proyek,” kata Mulyadi
Reformasi sistem parkir di Bekasi memang sangat mendesak, tetapi harus dilakukan dengan governance yang bersih dan berbasis aturan. Tanpa itu, parkir on-street berpotensi menjadi contoh terbaru buruknya tata kelola BUMD.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.













