Kota Bekasi – Pembangunan kawasan Wisata Air Kalimalang di Kota Bekasi terus berjalan. Namun di balik progres fisik yang masif, muncul persoalan administrasi yang dinilai belum tuntas.
Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) menilai proyek yang melibatkan dana publik tersebut berpotensi menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
Ketua Umum Forkim, Mulyadi, menyebut Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Mitra Patriot (Perseroda) menjalankan fungsi pengelolaan kawasan wisata sebelum administrasi usahanya lengkap.
“Dari data yang kami peroleh, izin usaha yang tercantum pada Nomor Induk Berusaha (NIB) belum mencakup sektor pariwisata,” kata dia, Jumat (28/11/2025).
Baca Juga: Proyek Ambisius Wisata Air Kalimalang di Tengah Arus Gelap CSR
Berdasarkan dokumen yang dilihat Forkim, izin usaha PT Mitra Patriot hanya mencakup bidang periklanan dan perdagangan besar sayuran serta daging olahan.
“Padahal untuk mengelola kawasan wisata, perusahaan wajib memiliki izin sektor dari Kementerian Pariwisata,” ucap Mulyadi.
Penunjukan Mitra Pelaksana Dipertanyakan
Selain izin usaha, penunjukan PT Miju Dharma Angkasa (MDA) sebagai mitra pelaksana proyek CSR juga menuai tanya. Penetapan itu termuat dalam Keputusan Direksi PT Mitra Patriot Nomor 066-KEP.DIR/PTMP-BKS/XI/2025.
Forkim menilai PT MDA belum memiliki rekam jejak pembangunan fasilitas wisata berskala besar. Dalam data registrasi perusahaan, PT MDA justru bergerak pada usaha kedai kuliner.
“Ini menjadi tantangan dari aspek akuntabilitas,” ujar Mulyadi.
Baca Juga: Omon-Omon Target PAD Wisata Air Kalimalang
Direksi PT Mitra Patriot belum memberikan penjelasan detail terkait dasar penunjukan perusahaan tersebut. Pemerintah Kota Bekasi juga belum merespons permintaan klarifikasi yang diajukan Forkim.
Pembiayaan Kolaboratif dan Risiko Tata Kelola
Proyek revitalisasi Kalimalang dibiayai secara kolaboratif oleh Pemerintah Kota Bekasi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta pihak swasta melalui skema corporate social responsibility (CSR).
Total nilai investasi diperkirakan Rp126 miliar. Pemkot Bekasi mengalokasikan Rp30 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sedangkan Pemprov Jabar mendukung Rp60 miliar. Adapun dukungan CSR swasta diperkirakan mencapai Rp36 miliar.
Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menyatakan pembangunan Kalimalang merupakan upaya menciptakan ruang publik yang berkualitas dan menggerakkan ekonomi warga.
“Dengan skema kolaborasi, APBD tetap dapat diarahkan untuk kebutuhan mendesak masyarakat,” ujarnya, belum lama ini.
Namun pemanfaatan CSR dalam proyek publik strategis membutuhkan tata kelola ketat.
Baca Juga: Wisata Air Kalimalang: Miniatur Whoosh dan Risiko yang Mengintai APBD
Undang-Undang Perseroan Terbatas dan PP No. 47/2012 mengatur bahwa pelaksanaan CSR harus mandiri dan tidak boleh diarahkan oleh pemerintah daerah. Sementara Permendagri No. 22/2020 menegaskan bahwa pemda hanya berperan sebagai fasilitator, bukan penerima atau penyalur CSR.
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam laporan tahunan 2023 mengingatkan adanya praktik “CSR by request” di daerah yang berpotensi menjadi pintu masuk korupsi, terutama bila dana CSR digunakan untuk proyek yang bernilai strategis secara politik.
Mulyadi menilai struktur pendanaan proyek ini berpotensi menjadi modus gratifikasi politis. Sebab, selain menjadi penyumbang dana CSR, PT MDA juga ditunjuk sebagai pelaksana program dan pengelola anggaran.
“Dia yang menghibahkan, dia juga yang mengerjakan. Itu sudah melewati batas risiko benturan kepentingan,” ujarnya.
Potensi Konflik Kepentingan
Selain masalah administrasi dan pendanaan, Forkim juga menyoroti kedekatan personal aktor-aktor di balik proyek ini. Komisaris PT MDA, David Sebastian, disebut memiliki hubungan dekat dengan Direktur Utama PT Mitra Patriot, David Rahardja. Keduanya kerap mengikuti kegiatan komunitas serupa.
Baca Juga: Meluruskan Polemik Kalimalang, Wali Kota Bekasi Bilang Begini Soal Wisata Air…
Di sisi lain, pelaksana sebagian konstruksi jembatan baja bergelombang adalah PT Mas Baja Indonesia yang dipimpin politisi Partai Gelora, Dedi Miing Gumelar. Partai tersebut sebelumnya mendukung pasangan calon yang diusung petahana dalam Pilkada Bekasi 2024.
“Potensi konflik kepentingan perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan permasalahan penegakan hukum di kemudian hari,” ujar Mulyadi.
Menunggu Transparansi
Sejumlah pihak menilai pembangunan kawasan wisata tersebut tetap diperlukan, tetapi harus memastikan seluruh aspek legal, administratif, dan tata kelola berjalan sesuai ketentuan.
Hingga kini, proses penyelesaian perizinan PT Mitra Patriot dari Kementerian Pariwisata belum dipastikan. Selain itu, mekanisme dan pertanggungjawaban penggunaan dana CSR untuk proyek Kalimalang juga masih samar penggunannya.
Baca Juga: Jejak Tiga Peran Satu Perusahaan: Dugaan Pengaturan Pengelola Wisata Air Kalimalang
Forkim mendesak agar pemerintah mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan proyek.
“Penguatan tata kelola menjadi kunci. Ruang publik yang dibangun dengan dana publik harus terbebas dari potensi kepentingan yang tidak semestinya,” kata Mulyadi.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.













