Bekasi  

Tersangka ‘Orang Kuat’ Yayasan Belum Disentuh Polisi: Mandeknya Kasus Kekerasan Seksual Siswi SD Advent Bekasi

Ilustrasi depresi korban pencabulan
Ilustrasi depresi korban pencabulan

Kota Bekasi – Setelah lebih dari satu tahun kasus dugaan kekerasan dan perbuatan cabul terhadap siswi SD Advent XIV dilaporkan, penyidik PPA Polres Metro Bekasi Kota dituding berjalan lambat.

Padahal, terlapor berinisial RS, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka sejak 2 Desember 2025. Keluarga korban mendesak aparat segera memanggil RS yang diklaim memiliki posisi kuat di lingkungan Yayasan Perguruan Advent XIV.

Dua Laporan, Satu Tersangka

Kasus ini mencuat dari laporan yang diajukan keluarga korban—seorang siswi kelas II SD—secara bertahap ke Polres Metro Bekasi Kota.

Laporan pertama dibuat pada 11 Oktober 2024 dengan fokus pada dugaan pelanggaran Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang tercatat dalam LP/B 1808/X/2024.

Empat bulan kemudian, pada 17 Februari 2025, keluarga kembali membuat laporan kedua, kali ini memasukkan dugaan perbuatan cabul yang diatur dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak (LP/B 345/II/2025).

Titik terang muncul pada 2 Desember 2025, ketika penyidik menyampaikan hasil gelar perkara: RS resmi ditetapkan sebagai tersangka untuk kedua laporan tersebut.

RS sendiri diidentifikasi oleh keluarga sebagai sosok penting yang memiliki jabatan strategis di Yayasan Perguruan Advent XIV.

Tanda Tanya di Balik Pemanggilan

Penetapan tersangka seharusnya menjadi langkah maju yang krusial. Namun, sejak penetapan itu diumumkan, keluarga korban melalui orang tua mereka, Yakob Sinaga, menyatakan bahwa hingga saat ini penyidik Unit PPA Polres Metro Bekasi Kota belum melakukan pemanggilan resmi terhadap RS untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

“Kami berharap penyidik PPA Polres Metro Bekasi Kota segera memanggil dan memeriksa tersangka. Kami ingin keadilan bagi anak kami dan memastikan proses hukum berjalan sesuai perlindungan maksimal bagi korban anak,” kata Yakob Sinaga, Senin (8/12/2025).

Keluarga mencurigai adanya konflik kepentingan yang membuat proses hukum tersendat. Posisi kuat RS di Yayasan dinilai membuat pihak sekolah cenderung berpihak pada tersangka, alih-alih pada korban yang notabene adalah murid mereka sendiri.

Mendesak Penolakan Penangguhan

Selain menuntut percepatan pemanggilan dan pemeriksaan, keluarga korban juga membawa kasus ini dalam konteks kebijakan perlindungan anak yang lebih luas.

Mereka mendesak agar penanganan perkara ini sejalan dengan rekomendasi yang pernah dikeluarkan Komisi VIII DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 25 November 2025.

Salah satu poin penting rekomendasi RDP tersebut adalah dorongan kepada aparat penegak hukum untuk menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan oleh tersangka dalam perkara kekerasan seksual terhadap anak.

Permintaan ini menekankan bahwa, meskipun keluarga menghormati asas praduga tak bersalah, penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan cepat, mengingat dugaan tindak pidana yang dilaporkan adalah kekerasan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.