Kota Bekasi – Proyek ambisius revitalisasi Kalimalang menjadi etalase wisata baru Kota Bekasi terancam tergulung arus dugaan penyimpangan.
Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) mencium bau amis dalam pengelolaan dana yang bersumber dari multi-pihak. Penetapan nilai investasi untuk pembangunan tahun 2025 sebesar Rp48,1 miliar dinilai janggal, terutama setelah adanya dana CSR Rp36 miliar dari pihak swasta yang belakangan diberi hak kelola.
Ketua Forkim, Mulyadi, mempertanyakan asal-usul dan transparansi seluruh suntikan dana yang mengalir ke proyek tersebut.
“Kurangnya asal-usul transparansi anggaran ini menjadi pertanyaan besar dari mana uang ini,” kata Mulyadi pada Rabu (10/12/2025).
Angka Bertumpuk, Tanpa Rincian Jelas
Kecurigaan muncul dari besaran dana yang dihimpun dari berbagai sumber: Pemkot Bekasi mengalokasikan Rp30 miliar, sementara Pemprov Jawa Barat berencana menyuntik Rp60 miliar pada 2026. Di tengah dua kucuran publik ini, PT Miju Dharma Angkasa (MDA) menyodok dengan CSR senilai Rp36 miliar.
Meski dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025 mencatat total investasi pembangunan tahun 2025 mencapai Rp48,1 miliar—mencakup jembatan besar, wahana air, kuliner kontainer, hingga dermaga—Forkim menilai jumlah ini sudah memadai untuk target rampung Maret 2026.
Mulyadi secara spesifik mempertanyakan urgensi tambahan dana Rp60 miliar dari Pemprov Jabar di 2026. Ia juga menuntut transparansi alokasi dana CSR dari PT MDA.
“Dalam detil anggaran juga tidak dirincikan, anggaran Rp36 miliar itu diperuntukan sebagai CSR apa, ini ada indikasi permainan uang,” tuding Mulyadi, mewanti-wanti agar anggaran swasta dan bantuan Provinsi tidak menjadi ‘bancakan’.
Regulasi Dilecehkan Demi Swasta
Selain masalah finansial, Forkim menyorot skema kerja sama operasional (KSO) yang dilakukan BUMD PT Mitra Patriot (Perseroda) dengan PT MDA pada Senin (8/12/2025).
Menurut Forkim, langkah ini melanggar regulasi dasar proyek. Peraturan Wali Kota (Perwal) No. 20 Tahun 2025 secara eksplisit menugaskan PT Mitra Patriot sebagai pengelola penuh Wisata Air Kalimalang.
Namun, BUMD justru menyerahkan tongkat estafet pengelolaan kepada PT MDA—perusahaan swasta yang ekspansif di bidang kuliner.
Mulyadi menganggap alih kelola melalui skema KSO ini melecehkan regulasi dan merupakan pelanggaran terhadap Perwal. Ia mencurigai adanya hubungan timbal balik antara kucuran CSR Rp36 miliar dari MDA dengan hak kelola KSO yang mereka terima.
“Apakah karena CSR itu lalu perusahaan diberi KSO? Ada apa di balik semua ini?,” tanya Mulyadi, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mendalami Perwal tersebut dan proses KSO.
Janji Kualitas vs Uji Kredibilitas
Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, sebelumnya memproyeksikan revitalisasi Kalimalang sebagai investasi sosial-ekonomi jangka panjang.
Skema pendanaan gotong royong ini diklaim sebagai strategi untuk menjaga fiskal daerah tetap stabil, mengalihkan beban APBD untuk kebutuhan dasar warga.
“Pembangunan Wisata Kalimalang dilakukan dengan kolaborasi atau gotong royong, supaya APBD tetap terjaga untuk memenuhi kebutuhan utama yang menyentuh warga secara langsung,” ujar Tri, belum lama ini.
Namun, proyek yang digagas pada 21 Agustus 2025 sebagai identitas baru Kota Bekasi ini, kini harus menghadapi uji kredibilitas terberat: apakah ambisi pembangunan ikon kota dijalankan dengan efisiensi dan transparansi, atau justru menjadi sarang praktik ‘anggaran siluman’ yang mengabaikan komitmen hukum tata kelola publik.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.












