Bekasi  

Mutasi Birokrasi Bekasi: “Cuci Gudang” Jabatan dan Aroma Distorsi Integritas

Kota Bekasi - Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto melakukan mutasi massal pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Rabu (29/10/2025). Foto: Ist/Gobekasi.id.
Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto melakukan mutasi massal pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Rabu (29/10/2025). Foto: Ist/Gobekasi.id.

Kota Bekasi — Pemerintah Kota Bekasi kembali melakukan mutasi pejabat dalam jumlah besar. Setelah sebelumnya merotasi sekitar 250 pejabat eselon III, eselon IV, dan jabatan fungsional untuk mengisi kekosongan struktur, kini perombakan menyasar 44 pejabat posisi strategis seperti Sekretaris Dinas, camat, dan lurah.

Kebijakan mutasi tersebut tertuang dalam surat bernomor 800.1.3.3/5779/BKPSDM.Adap yang ditandatangani Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, pada 26 November 2025.

Dalam surat itu, diatur pula ketentuan seragam pelantikan, yakni Pakaian Dinas Upacara (PDBU) untuk lurah serta Pakaian Dinas Luar Biasa (PSL) bagi pejabat lainnya.

Baca Juga: Mutasi Massal, Birokrasi Bekasi di Persimpangan Etik

Pemkot Bekasi menyebut langkah ini diperlukan untuk mempercepat pelaksanaan program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) lima tahun mendatang.

Kritik dan Kekhawatiran

Meski diklaim sebagai penyempurnaan tata kelola, mutasi masif tersebut menimbulkan kritik. Ketua Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (FORKIM), Mulyadi, menilai pola rotasi yang berlangsung beberapa bulan terakhir memperlihatkan sejumlah kejanggalan.

Ia mencatat adanya lompatan jabatan tanpa dasar kompetensi dan rekam jejak yang jelas, seperti staf biasa yang langsung menduduki jabatan lurah atau kepala bidang kesehatan.

Baca Juga: DPRD Bekasi Pertanyakan Mutasi Massal 250 Pejabat Pemkot

“Ini bukan semata kekacauan administrasi. Ada indikasi distorsi integritas dalam proses penempatan pejabat,” kata Mulyadi, Kamis (27/11/2025).

Menurut dia, rotasi besar-besaran berulang kali berpotensi membuka ruang terjadinya transaksi jabatan atau pengondisian politik. Hingga saat ini, ia menilai belum terlihat tindakan pengawasan signifikan dari aparat penegak hukum.

“Pertanyaannya, sejauh mana proses ini diawasi? Mutasi dalam skala seperti ini semestinya menjadi atensi semua pihak,” ujarnya.

Minim Penjelasan Publik

Di sisi lain, komunikasi pemerintah daerah terkait mutasi dinilai belum transparan. Penjelasan mengenai dasar objektif serta indikator kinerja dalam penempatan pejabat baru masih terbatas.

Mulyadi menyebut bahwa rotasi pejabat seharusnya didasarkan pada perencanaan kebutuhan organisasi yang terukur.

Baca Juga: KPK Diminta Telusuri Mutasi Jabatan di Pemkot Bekasi: Isu Meritokrasi yang Mandek

“Pemkot perlu menjelaskan manfaat rotasi ini terhadap peningkatan kualitas layanan publik. Tanpa itu, publik akan terus berspekulasi,” ujarnya.

Kontestasi politik tingkat daerah yang mulai menghangat disebut turut membayangi keputusan mutasi. Pemkot Bekasi belum memberikan konfirmasi resmi mengenai hal ini.

Dorongan Audit Proses

Forkim meminta lembaga pengawasan internal dan eksternal, seperti Inspektorat hingga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), melakukan audit menyeluruh. Tujuannya memastikan setiap pengisian jabatan sesuai merit system serta bebas konflik kepentingan.

“Hanya dengan proses yang diawasi dan transparan, kepercayaan publik terhadap birokrasi daerah dapat dipertahankan,” ujar Mulyadi.

Perombakan organisasi pemerintahan merupakan bagian penting dalam upaya menghadirkan pelayanan publik yang lebih baik.

Namun tanpa akuntabilitas yang kuat, mutasi pejabat berisiko berubah menjadi instrumen politik yang justru menjauhkan pemerintah dari tujuan utamanya: melayani warga Kota Bekasi.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *