Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mempersilahkan pihak kepolisian untuk mengusut kasus pemukulan oknum guru bernama Idiyanto terhadap lima siswa di SMA Negeri 12 Kota Bekasi. KPAI juga menyarankan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat agar tidak menempatkan kembali Idiyanto di SMA Negeri 12 Kota Bekasi.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan jika hal tersebut berdasarkan pandangan dan masukan informasi faktual yang terjadi di SMA Negerui 12 Kota Bekasi terkait sosok Idiyanto. Retno juga menyerankan agar Pemprov Jabar memberikan sanksi administrasi terhadap Idiyanto.
“Karena ini bukan kali pertama kan, walau tidak sering, tapi yang bersangkutan (Idiyanto) bukan yang pertama melakukan misalnya, pendisplinan dengan kekerasan kepada anak,” kata Retno di SMA Negeri 12 Kota Bekasi, Jumat (14/2/2020) kepada wartawan.
Retno menegaskan, KPAI berkeinginan agar kasus Idiyantop diproses secara hukum. Sebab, dalam kasus ini yang terlibat adalah antara guru dengan murid. Berbeda halnya kasus yang melibatkan antar siswa. Menurutnya, jika kasus yang terlibat antar siswa masih bisa di musyawarahkan.
“Kalau kami mau ini diproses saja hukum, jangan damai dong karena kalau damai itukan jika anak terlibat dengan anak, tentu bisa memang diminta diversi PPA. Nah tapi diversi jugakan tergantung korbannya bersedia apa enggak, kalau mediasi ya silahkan tapi jika ada unsur tindak pidanakan polisi bisa tanpa delik diadukan,” tegas dia.
Ia mengatakan proses hukum ini untuk memberikan efek jera terhadap Idiyanto yang kerap temperamental terhadap anak-anak dengan melakukan kekerasan. Menurutnya, pelaporan kekerasan yang terjadi di SMA Negeri 12 Kota Bekasi tidak wajib bagi keluarga korban melainkan lembaga.
“Enggak ada yang lapor, belum tapi dalam beberapa kasus misalnya kasus yang di Malang yang melaporkan kan bukan korban, bukan keluarga korban, tapi dokter menangkap ini bukan bercandaan, ini penganiayaan kata dokter lalu rumah sakit melapor ke P2TP2A Malang, lalu melapor polisi kan bisa kan, enggak harus orangtua korban yang lapor bisa orang lain kalau KPAD misalnya kemudian mendorong P2TP2A Kota Bekasi melapor kan bisa juga,” jelas Retno.
Disinggung soal adanya penahanan oleh murid terkait status Idiyanto diminta tetap di SMA Neger 12 Kota Bekasi Retno tak ingin membahas hal itu. Ia menduga kuat ada oknum yang bermain dalam polemik kasus tersebut.
“Menurut saya sekolah jangan berpolemik pro dan kontra lah, kalau menurut saya loh. Lebih bagi brrfokus pada hukum, anak-anak ini pake perasaan, perasannya bisa beda antara saya dengan mbak atau antara mbak dengan mas kan bisa beda ya, misalnya. Artinya saya suka gaksuka terhadap seseorang perasaan tapi kalau ukurannya hukum kan sama untuk siapa pun, saya mas/mbak, anak kita semua sama. Jadi menurut saya konteksnya harus dilihat dari hukum, jadi sekolah lebih baik tidak berpolemik dengan setuju gak setuju. Dinas juga gakm usaH mikirin oh kalau dipindah anak-anak gak setuju nanti didemo, ya enggaklah kan pake aturan. Aturan aja yang ditegakkan kalau menurut saya, ada UU kok, kecuali gakada dasarnya,” bebernya panjang lebar.
(FIR)