Sejumlah massa yang mengatasnamakan aksi mahasiswa anti kekerasan mengecam sikap angkuh Kepala SMP Al Azhar 31 yang berada di kawasan Summarecon Bekasi. Mereka meminta agar pihak sekolah menyampaikan kepada publik soal aksi perundungan yang dialami siswa berisial P oleh sepuluh kakak kelasnya.
Koordinator aksi, Julin mengatakan aksi perundungan juga harus menjadi perhatian pemerintah. Dalam kasus ini, ia meminta agar Dinas Pendidikan dan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi dapat segera menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
“Kejadian seperti ini (bullying) harus menjadi perhatian pemerintah, karena masa depan mereka (siswa) adalah tanggung pemerintah juga,” Julin, Selasa (28/1/2020) kepada wartawan di depan SD Al Azhar 44 Summarecon Bekasi.
Selain itu, Julin juga mendesak kepada Al Azhar 31 Summarecon Bekasi untuk memberikan pernyataan terbuka dalam kasus siswa berinisial P. Menurutnya, jika dibiarkan, kasus serupa dimungkinan merambah ke sekolah-sekolah lain.
“Kami disini menuntut kepada Al Azhar untuk mengambil sikap dugaan bullying atau pengeroyokan yang dialami korban, Al Azhar harus memberikan pernyataan yang sebenar-benarnya,” tegas Julin.
Terpisah, Humas Al Azhar Summarecon Bekasi, Sumarwanto mengklarifikasi bahwa dugaan kasus perundungan terhadap siswa berinisal P tidak benar. Ia mengaku jika pihaknya telah menemukan fakta dilapangan, tidak pernah terjadi pengeroyokan oleh siswa senior kepada siswa P.
“Namun yang terjadi adalah P melakukan kontak fisik satu lawan satu dengan teman seangkatannya,” ungkap Sumarwanto dalam keterangan tertulisnya.
Atas dasar itu, Al Azhar kata dia, telah memberikan sikap kepada setiap siswa yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang tercantum di buku tata tertib. Ia juga menyangkal adanya pemberhentian secara sepihak oleh Al Azhar Summarecon bekasi terhadap siswa berinsial P.
Bahkan kata dia, buku tata tertib itu sudah diketahui, disepakati dan wajib dipatuhi oleh semua siswa dan orangtua siswa. Itu terhitung sejak terdaftar sebagai siswa/siswi SMP Islam Al Azhar 31 Summarecon Bekasi, dimana para siswa dan orang tua siswa telah mencantumkan tanda tangan diatas materai 6000, sebagai tanda sudah memahami dan menyetujui.
Dalam buku tata tertib, sebagai upaya dari perbaikan poin pelanggaran, ketika siswa mencapai poin tertentu maka siswa harus melalui masa pembinaan yang dibimbing oleh wali kelas. Namun dalam masa pembinaan tersebut, lanjut Sumarwanto, P kembali melakukan pelanggaran, sehingga dari akumulasi poin pelanggaran yang diperoleh telah melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan.
“Pada kasus siswa P, yang bersangkutan telah mendapatkan poin pelanggaran, bukan hanya dari kejadian perkelahian, namun dari akumulasi pelanggaran peraturan yang tercantum di buku tata tertib, yang telah dilakukan sebelumnya,” jelas Sumarwanto.
Sejatinya, kata dia, pihak sekolah telah melakukan mediasi dengan pihak orang tua, dimana orang tua siswa P telah menyetujui dan menandatangani surat permohonan pindah sekolah. Hal ini dilakukan adalah sesuai dengan konsekuensi yang telah diketahui bersama sejak awal.