Kota Bekasi – Ketegasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) terhadap persoalan sampah dan TPS liar di Babelan, Kabupaten Bekasi, seolah membuka kotak pandora masalah klasik pengelolaan ruang publik di wilayah Bekasi Raya.
Namun ironi muncul ketika persoalan serupa—bahkan dengan dampak langsung terhadap keselamatan warga—masih dibiarkan berlarut di Kota Bekasi.
Di jantung kota, tepatnya di Jalan Ir. H. Juanda, depan Pasar Baru Bekasi, pasar tumpah kembali menjelma menjadi momok harian warga.
Jalan utama yang menghubungkan arus pagi menuju Terminal Bekasi, Stasiun Bekasi Timur, hingga sekolah-sekolah sekitar, berubah menjadi ruang semrawut: macet, becek, licin, dan berbau.
Padahal, lokasi ini bukan kawasan baru bermasalah. Teguran warga, keluhan berulang, hingga pengaturan jam operasional pasar tumpah sudah berkali-kali dilakukan.
Aturannya jelas: aktivitas pedagang hanya diperbolehkan pada dini hari hingga pukul 06.00 WIB. Kenyataannya, pedagang masih bertahan hingga pukul 07.00 bahkan 08.00 WIB—tepat saat jam sibuk warga berangkat kerja dan sekolah.
Akibatnya, kemacetan menjadi pemandangan rutin. Lebih dari itu, keselamatan pengguna jalan dipertaruhkan.
Yunianingsih (33), warga Duren Jaya, menjadi salah satu korban. Setiap pagi ia harus melintasi Jalan Juanda untuk mengejar kereta menuju Jakarta Pusat. Bagi Yunia, pasar tumpah bukan sekadar gangguan lalu lintas, melainkan ancaman nyata.
“Belum lama ini saya sampai terpeleset saat dibonceng suami hendak ke stasiun,” katanya, Selasa (30/12/2025) kepada Gobekasi.id.
Ia dan suaminya mengalami luka ringan di tangan dan kaki. Penyebabnya sederhana sekaligus memprihatinkan: jalan licin akibat sisa sayuran dan genangan air setelah hujan.
Kondisi ini, menurut warga, bukan kejadian langka, melainkan risiko harian yang seolah dinormalisasi.
Setelah pedagang hengkang, jalan tak langsung kembali aman. Sisa aktivitas pasar meninggalkan lumpur, sampah sayuran, dan air kotor yang membuat aspal licin. Tak jarang pengguna motor tergelincir, sementara kendaraan roda empat terjebak antrean panjang.
Masalah Pasar Baru menunjukkan kegagalan pengawasan lintas sektor. Dinas terkait tahu aturannya, Satpol PP tahu lokasinya, dan DPRD menerima keluhan warga.
Namun ketegasan seolah hanya hadir sesaat, lalu menghilang. Pasar tumpah kembali, pelanggaran berulang, dan warga kembali menanggung dampaknya.
Berbeda dengan Babelan, di mana intervensi gubernur memaksa pemerintah daerah bergerak cepat, Pasar Baru Bekasi seperti berjalan dalam lingkaran setan: ditertibkan, longgar, lalu kembali semrawut.
Warga berharap ada lebih dari sekadar imbauan. Mereka menuntut kehadiran nyata pemerintah kota dan DPRD untuk turun langsung, melihat kondisi di lapangan pada jam sibuk, dan menegakkan aturan tanpa kompromi.
Jika pasar tumpah terus dibiarkan melanggar waktu dan ruang, Kota Bekasi bukan hanya kehilangan wajah tertib dan indah, tetapi juga mempertaruhkan keselamatan warganya setiap pagi.
Pertanyaannya kini sederhana namun mendasar: apakah pemerintah Kota Bekasi menunggu sorotan gubernur dan viral di media sosial terlebih dahulu, baru bertindak? Atau berani belajar dari Babelan—bertindak sebelum korban berikutnya jatuh di Jalan Juanda.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
(Zachra Mutiara Medina)














cukup ironis melihat wilayah juanda yg tidak bsa tertata dan banyak premanismeny, kota tercinta kota bekasi harus segera bebenah jangan terfokus di tengah kota saja penataanya