Bekasi  

Dedi Mulyadi Sebut 1,2 Juta Hektare Kawasan Hijau di Jabar Hilang Akibat Perubahan Tata Ruang: Bekasi dan Bogor Paling Banyak Berubah

Kawasan perkebunan diubah menjadi area pariwisata, pemukiman, dan perhotelan secara legal.

Bekasi - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat rapat bersama DPRD membahasa mendesaknya perubahan tata ruang yang menyebabkan bencana ekologis secara luas.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat rapat bersama DPRD membahasa mendesaknya perubahan tata ruang yang menyebabkan bencana ekologis secara luas.

Bekasi – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menggelar rapat dengan DPRD Jawa Barat untuk membahas masalah serius terkait perubahan tata ruang yang telah mengakibatkan hilangnya jutaan hektar kawasan hijau dan memicu berbagai bencana ekologi, Senin (21/7/2025).

Dalam rapat tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi menyampaikan kekhawatirannya.

“Mohon maaf, tata ruang yang kita sahkan pada tahun 2022 telah menghilangkan kawasan hijau seluas 1,2 juta hektar dan itu menjadi temuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan langsung disampaikan pada saya,” ujarnya dikutip gobekasi dari social medianya, Selasa (22/7/2025).

Ia menjelaskan bahwa perubahan tata ruang paling banyak terjadi di Bekasi dan Kabupaten Bogor.

Kawasan perkebunan diubah menjadi area pariwisata, pemukiman, dan perhotelan secara legal.

Akibatnya, banyak daerah resapan air dan kawasan hutan berubah menjadi area berbeton.

Gubernur mengakui sulit untuk langsung membongkar bangunan-bangunan ini karena harus menunggu pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Lokasi, yang menjadi problem kompleks.

Mendesaknya Perubahan Tata Ruang untuk Mencegah Bencana

Dedi Mulyadi menegaskan urgensi untuk segera melakukan perubahan tata ruang kembali tahun ini, meskipun perubahan umumnya dilakukan setiap lima tahun sekali.

“Mau tidak mau pada tahun ini kita harus segera melakukan perubahan, karena kalau tata ruangnya tidak dikembalikan, tidak dirubah, maka kita akan digempur, dikepung oleh bencana longsor, kedua bencana banjir, yang ketiga kita dikepung bencana ekologi,” jelasnya.

Fenomena ini telah menyebabkan banjir tidak lagi hanya terjadi di daerah dataran, melainkan juga di daerah pegunungan.

Penyempitan Aliran Sungai dan Hilangnya Aset Air

Selain itu, Dedi Mulyadi menyoroti kondisi hampir seluruh daerah aliran sungai di Jawa Barat yang mengalami penyempitan dan perubahan fungsi. Mulai dari kuluwung, kungkulungan, susukan, walungan, kemudian bendungan.

“Semua mengalami masalah. Hulu air, daerah aliran sungai, dan daerah persawahan kini dihuni oleh penduduk. Rawa-rawa dan situ (danau), yang dikelola oleh BBWS, PSDA, maupun PJT, juga mengalami penyempitan, perubahan, bahkan banyak yang hilang dan berubah menjadi bangunan,” kata dia.

Dedi juga menyoroti masalah pengawasan yang tidak berjalan dengan baik.

“Ada problem di sini yang nanti harus kita kritisi bersama. Problemnya adalah mereka yang ditugaskan oleh PJT, BBWS, dan oleh PSDA untuk menjaga situ atau danau, menjaga daerah aliran sungai tidak memiliki fungsi apapun malah ikut menyewakan tanah, menyewakan lingkungan yang pada akhirnya maraknya bangunan liar di mana-mana, hilangnya aset-aset daerah aliran sungai berubah menjadi perumahan pemukiman bencana terjadi sekaligus,” pungkasnya.

Rapat ini menjadi penekanan serius bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk segera bertindak dalam mengatasi masalah tata ruang demi mencegah bencana ekologi yang lebih parah di masa mendatang.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *