Seorang warga bernama Misdah, dituduh melakukan penggelapan limbah oleh Kepolisian Resort Metropolitan Bekasi. Kini Misda telah ditetapkan sebagai tersangka.
Melalui kuasa hukumnya, Misdah yang merupakan pria tuna aksara atau buta huruf mengajukan praperadilan atas kasus yang dituduhnya. Sebab, Misdah tak merasa melakukan penggelapan limbah di PT Goshsyu Industries (SGI).
“Praperadilan itu berkaitan dengan status tersangka klien saya dalam kasus penggelapan limbah,” kata kuasa hukum Misda, Simjon HJ Von Bullow dari Advocat Law Firm Moluccas, Kamis (5/9/1019).
Ia mengungkapkan, permohonan praperadilan itu telah di layangkan ke Pengadilan Negeri Cikarang pada, Rabu (4/9/1019) kemarin.
Menurut dia, kasus yang melibatkan kliennya itu dinilai penuh rekayasa. Soalnya, apa yang disangkakan tidak sama sekali dilakukan oleh Misdah. Lebih dari itu, kasus ini dinilai penuh dengan kepentingan bisnis.
“Jadi ada rekayasa di sini. Apa yang disampaikan itu tidak sama sekali dilakukan oleh klien kami. Maka kami ajukan praperadilan ini,” ujar dia.
Ia menjelaskan, sejak 1996 ketika PT SGI pertama kali berdiri, Misdah menjadi orang yang turut membantu membersihkan area industri.
Hingga kemudian terjalin kerja sama di mana Misdah diberi hak pengelolaan, pengangkutan dan penjualan limbah industri milik PT SGI.
Mulanya kerja sama itu terjalin secara lisan namun kemudian dikuatkan dalam perjanjian tertulis melalui perjanjian jual beli pertama yang dilakukan pada 10 Januari 2003.
Pada 27 Mei 2004, Misdah mendirikan CV Karya Mandiri. Selanjutnya, pada 1 Juni 2009 dilakukan perjanjian jual beli yang kedua, kali ini PT SGI dengan CV Karya Mandiri (badan usaha yang dipimpin Misdah).
Namun, beberapa waktu setelah pernjanjian kedua itu, masalah muncul tatkala salah seorang staf PT SGI yakni, Yeni memberitahukan adanya tuggakan pembayaran limbah selama 6 bulan dengan nilai mencapai Rp 7,2 miliar.
Misdah awalnya tidak menerima tagihan tersebut karena Yeni tidak bisa menjelaskan pada tahun dan bulan berapa tunggakan terjadi. Ia berkeyakinan jika Yeni memanfaatkan kondisi Misdah yang tidak bisa membaca dan menulis.
Namun, belakangan Yeni keluar dari perusahaan, hanya saja dia tidak menyelesaikan masalah dengan Misdah. Dari kejadian tersebut persoalan tagihan itu pun menjadi berlanjut.
Ketidakberdayaan Misdah karena hutang dan ketidaktahuannya dalam baca tulis, Misdah kemudian menyerahkan pengelolaan limbah pada Andrian Hartato dari CV ADR. Penyerahan pengelolaan itu dibarengi dengan perjanjian bahwa Andrian yang akan menyelesaikan hutang Misdah kepada PT SGI.
Selanjutnya pada November 2018 terjadi pencurian limbah yang kemudian direkayasa agar bisa melibatkan Misdah.
“Kami menduga ini karena ada kepentingan bisnis, di mana Andrian ingin menguasai sepenuhnya pengelolaan limbah sehingga merekayasa agar Miadah terlibat. Ini pun sampai menggandeng LSM untuk melaporkan Miadah ke Polres Bekasi,” ungkap dia.
Dari laporan tersebut, Misdah yang semula dipanggil untuk klarifikasi, akhirnya statusnya meningkat menjadi saksi hingga tersangka lalu ditahan.
Atas penahanan itu, Simjon menilai ada banyak kejanggalan. Pertama, saat pencurian diduga terjadi, Misdah sedang dirawat di RS Mitra Keluarga. Kemudian terkait pencurian dan penggelapan, tidak berarti dilakukan Misdah karena pengelolaan dilakukan juga oleh Andrian.
“Karena ini kasus kepemilikan, maka perkara ini bukan delit pidana melainkan perdata. Maka kami ajukan praperadilan atas status tersangka dan penahan klien kami,” ucap dia,
Simjon menambahkan, dalam kasus ini, kliennya dapat disebut juga sebagai korban karena atas kerja sama pengalih kelolaan limbah oleh Andrian, Andrian sendiri mangkir dari perjanjian. Andrian rupanya tidak membayar hutang milik Misdah, namun justru hutang Misdah kian menambah.
“Ini bukti ada rekayasa di mana kepentingan bisnis yang menunggangi kasus ini. Maka kami mohonkan pada majelis agar mengabulkan praperadilan ini,” pungkasnya.