Greenpeace Soroti Alih Fungsi Lahan sebagai Penyebab Banjir di Bekasi

Foto udara Banjir di Kota Bekasi, Selasa (4/3/2025). Ist
Foto udara Banjir di Kota Bekasi, Selasa (4/3/2025). Ist

Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa alih fungsi lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi menjadi salah satu faktor utama penyebab banjir parah di Bekasi.

Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, area terbangun di DAS Kali Bekasi mencapai 42 persen dari total luas wilayah pada 2022. DAS ini melintasi wilayah Cibinong, Gunung Putri, Cileungsi, Sentul, dan Hambalang di Kabupaten Bogor.

“Perubahan fungsi lahan mengurangi kemampuan penyerapan air, sehingga limpasan air ke sungai melebihi kapasitasnya dan menyebabkan banjir di permukiman di Bekasi yang berada di dataran lebih rendah,” ujar Senior Data Strategist Greenpeace Indonesia, Sapta Ananda Proklamasi, dalam keterangannya, Kamis (6/3/2025).

Sapta menjelaskan, area terbangun di DAS Kali Bekasi meningkat signifikan dari 5,1 persen pada 1990 menjadi sekitar 36 persen saat ini. “Kini, lahan hutan di DAS Kali Bekasi hanya tersisa sekitar 1.700 hektare atau kurang dari 2 persen dari total luas wilayah,” paparnya.

Rekomendasi Mitigasi Banjir

Juru Kampanye Sosial dan Ekonomi Greenpeace Indonesia, Jeanny Sirait, menekankan pentingnya pembatasan izin pembangunan yang tidak sesuai aturan.

Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk lebih responsif terhadap peringatan dini cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

“Peringatan dini dari BMKG seharusnya menjadi sinyal bagi pemerintah daerah untuk melakukan respon cepat mitigasi bencana, terutama di tengah peningkatan frekuensi cuaca ekstrem akibat krisis iklim,” jelas Jeanny.

Greenpeace mencatat, banjir kali ini merendam 20 titik di tujuh kecamatan di Kota Bekasi, serta melanda wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang.

Oleh karena itu, pemerintah daerah di kawasan Jabodetabek dan pemerintah pusat didesak untuk fokus pada upaya mitigasi dan adaptasi iklim.

Rancangan Kota Tahan Iklim

Jeanny menegaskan bahwa pemerintah daerah perlu merancang kota yang tahan iklim dan mempersiapkan masyarakat menghadapi dampak krisis iklim.

“Pemerintah harus memastikan upaya mitigasi dan adaptasi dampak krisis iklim dapat dilakukan oleh masyarakat dengan dukungan penuh negara. Hal ini tidak hanya meningkatkan ketahanan daerah, tetapi juga mengembangkan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat,” tambahnya.

Greenpeace merekomendasikan beberapa langkah mitigasi banjir, antara lain:

Pengelolaan DAS terpadu dan restorasi kawasan hutan di hulu.

Pembuatan sumur resapan dan biopori.

Perluasan ruang terbuka hijau untuk resapan air dan pengurangan polusi udara.

Pembatasan izin usaha yang mengeksploitasi lingkungan.

Pengendalian alih fungsi lahan dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dampak banjir dan krisis iklim dapat diminimalisir di masa mendatang.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *