Kota Bekasi – Praktik dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah kembali mencuat di Kota Bekasi. Dua sekolah negeri, yakni SMK Negeri 5 dan SMK Negeri 11, dilaporkan melakukan pungutan terhadap siswa dengan nilai mencapai Rp 2 juta hingga Rp 2,4 juta per tahun.
Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi untuk segera turun tangan dan mengusut tuntas dugaan tersebut.
“Korupsi di sektor pendidikan sangat meresahkan. Ini bukan hanya dilakukan oleh staf, tapi juga oleh guru dan kepala sekolah,” tegas Ketua Forkim, Mulyadi, Kamis (22/5/2025).
Mulyadi menambahkan bahwa praktik pungli di sekolah kerap dianggap remeh oleh aparat penegak hukum karena nilai nominalnya yang dianggap kecil. Padahal, jika dibiarkan, ia menilai hal ini akan menjadi akar dari kerusakan moral dan pendidikan, serta mencetak generasi muda yang permisif terhadap korupsi.
“Lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang suci untuk menanamkan nilai kejujuran dan antikorupsi, bukan menjadi ladang praktik korupsi,” ujarnya.
Modus Pungutan dan Dugaan Penghilangan Bukti
Salah satu kerabat siswa SMK Negeri 5, berinisial NP, menyebutkan bahwa iuran diberlakukan sejak kelas X hingga kelas XII dan terus mengalami kenaikan.
“Kelas X Rp 1,5 juta, kelas XI Rp 1,8 juta, dan kelas XII Rp 2 juta. Iurannya dibayar setiap bulan,” ungkap NP.
Ia juga mengungkap dugaan serius bahwa pihak sekolah meminta kwitansi pembayaran dikembalikan setelah siswa lulus, yang diduga untuk menghilangkan jejak bukti pungutan.
Sementara itu, di SMK Negeri 11, seorang warga bernama DJ mengaku adiknya yang masuk melalui jalur prestasi tetap dikenakan biaya Rp 200 ribu per bulan.
“Anak zonasi gratis, tapi jalur prestasi bayar. Pembayaran lewat transfer bank atas nama Komite Sekolah,” katanya.
Pungutan ini, kata DJ, sudah berlangsung sejak adiknya masuk di tahun ajaran 2023.
Pengamat: Tak Bisa Dibenarkan Meski Ada Kendala Anggaran
Menanggapi hal ini, pengamat kebijakan publik Adi Susila menyatakan bahwa praktik pungutan semacam itu tidak dibenarkan, meskipun sekolah menghadapi keterbatasan anggaran.
“SPP seharusnya ditanggung oleh APBD Provinsi Jawa Barat, bukan siswa. Permasalahan kekurangan anggaran bukan menjadi pembenaran atas pungutan liar,” jelas Adi.
Adi menambahkan bahwa pengawasan terhadap sekolah negeri harus diperketat, dan pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat harus memberikan sanksi tegas terhadap sekolah yang terbukti melakukan pelanggaran.
Aturan Larangan Pungutan di Sekolah
Sebagai catatan, dalam Permendikbudristek Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, komite sekolah hanya diperbolehkan melakukan penggalangan dana sukarela, bukan dalam bentuk pungutan.
Ombudsman RI juga telah menegaskan bahwa pungutan di sekolah negeri tidak diperbolehkan dalam bentuk apapun, karena pendidikan dasar dan menengah merupakan tanggung jawab negara.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.