Anggota Panitia Khusus (Pansus) 31 DPRD Kota Bekasi, Chairoman J Putro menyebut jika penerapan sistem Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS NIK) terjadi kelebihan penganggaran atau over budgeting.
Ia mengatakan semula anggaran KS NIK hanya Rp 175 miliar, kini naik menjadi sekitar Rp 400 miliar lebih pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2018.
Menurutnya, pembiayaan KS NIK senilai Rp 400 miliar lebih untuk menutupi biaya kesehatan masyarakat terlalu besar dan berpotensi mengalami defisit pada 2019.
“Anggaran Rp 400 miliar lebih untuk biaya berobat masyarakat Kota Bekasi di RSUD Chasbullah Abdulmadjid maupun di RS swasta,” kata dia, Selasa (21/5/2019).
Disisi lain, sambung politikus PKS ini, keberadaan KS NIK juga memicu terjadinya anggaran ganda.
Sebab peserta BPJS Kesehatan juga bisa berobat menggunakan KS NIK, selama mereka berstatus sebagai warga Kota Bekasi.
“Pada saat program ini diluncurkan, awalnya hanya untuk warga miskin namun sekarang berubah, seluruh warga Kota Bekasi pun bisa memakainya meski telah terdaftar sebagai peserta BPJS,” ujar Choiruman.
Dengan alasan demikian, pembentukan Pansus 31 DPRD meminta kepada Pemerintah Kota Bekasi untuk mengintegrasikan layanan KS NIK dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan.
Menurut Choiruman, dengan terintegrasinya sistem pelayanan tersebut, maka pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama yang memang membutuhkan bisa lebih mudah.
Persoalan anggaran KS NIK yang membengkak dapat dipangkas sehingga pemerintah daerah hanya melindungi kesehatan untuk warga miskin saja.
Dari data yang ia punya, dari 2,6 juta jiwa penduduk di Kota Bekasi, tercatat ada 2 juta jiwa yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Status kepesertaan itu ada yang ditanggung perusahaan dan ada juga yang mandiri atau membayar iuran sendiri setiap bulan.
Bagi peserta yang didaftarkan perusahaannya, pemerintah daerah tidak perlu menanggung biayanya. Sedangkan warga yang belum terdaftar, pemerintah daerah bisa menanggung iurannya melalui Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Alokasi dana PBI, kata dia, tidak hanya dari APBD Kota Bekasi tetapi dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi.
“Orang yang belum terdaftar itu yang seharusnya ditanggung kesehatannya. Sedangkan yang telah didaftarkan perusahaannya, pemerintah harus melakukan pengawasan ke swasta supaya mereka menunaikan kewajibannya (membayar iuran) kepada pekerja,” jelasnya.
Chairoman menambahkan, rekomendasi itu disampaikan Pansus 31 DPRD Kota Bekasi mengenai Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Bekasi Tahun Anggaran 2018 pada Rabu (15/5/2019) lalu. Saat itu ada dua rekomendasi lagi yang disampaikan Pansus 31.
Di antaranya janji kepala daerah yang meleset soal perolehan Penghargaan Adipura dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) 2013-2018 dan terjadinya mal-administrasi pada Juli 2018 lalu.
Saat itu pelayanan Kota Bekasi untuk masyarakat tidak berjalan selama satu hari.
“Tiga rekomendasi tersebut sudah kita sampaikan kepada kepala daerah sebagai catatan sekaligus sebagai masukan. Kami tentu berharap rekomendasi itu bisa dilaksanakan,” pungkasnya.