Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, mengalami kendalam pada keuangan daerah. Kondisi keuangan yang lesu berdampak pada anggaran intensif bagi 7.806 ketua RT, 1.013 ketua RW serta 16.101 orang pengurus dan anggota tim PKK juga kader posyandu dan pendamping kader posyandu.
Informasi yang diterima, mereka belum mendapatkan hak atas uang insentif sejak Maret 2019 hingga saat ini. Pemerintah Kota Bekasi beralasan, belum diberikannya uang insentif itu dikarenakan ada persoalan keuangan daerah yang masih mengalami defisit.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, saat ini pihaknya perlu melakukan rasionalisasi terhadap pembiayaan atau pengeluaran daerah.
“APBD defisit sejak 2018. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyarankan ada proses going concern, ada rasionalisasi, bukan hanya untuk RT, RW, kader Posyandu saja, tapi semua program, penyesuaian kemampuan uang yang ada,” kata dia, Senin (9/9/2019).
Menurutnya, APBD itu belum ada uangnya di kas daerah dan harus dikumpulkan melalui pendapatan-pendapatan daerah berupa pajak, parkir, dan sebagainya. Kecuali dana alokasi umum (DAU) yang merupakan gaji bagi para ASN.
“(Penundaan pembayaran insentif itu) Bagian yang perlu dirasionalisasi karena ada ketidakseimbangan keuangan daerah,” katanya.
Dia mengatakan, insentif RT, RW serta kader Posyandu, belum turun atau belum diberikan hingga saat ini, berarti ada sesuatu berkaitan dengan keuangan daerah.
“Belum diberikan berarti ada sesuatu yang diselesaikan atau diperbaiki biar ada keseimbangan fiskal,” tuturnya.
Solusi jangka pendek, kata dia, untuk kader Posyandu, RT serta RW diberikan pembayaran insentif, lima bulan dahulu.
Tiga bulan sudah diberikan (Januari-Maret) dan dua bulan berikutnya akan segera dicairkan.
“Tapi asuransinya selama 12 bulan (2019), di BPJS tidak kita kurangi, telah dicover pemerintah,” katanya.
Nantinya, apabila defisit keuangan daerah ini sudah diatasi, mungkin pada 2020 atau 2021 mendatang, baru diselesaikan semua pembayaran.
“Tujuh bulan berikutnya, (Juni-Desember 2019) hanya diberikan asuransinya saja, (untuk RT, RW serta kader Posyandu,” katanya.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), selaku Sekretaris Daerah Kota Bekasi, Reny Hendrawati, mengatakan TAPD memutuskan melakukan efisiensi pemberian insentif kemasyarakatan tersebut untuk menyeimbangkan kondisi keuangan.
“Hingga Maret 2019 honorarium, sudah dicairkan. Kemudian kita tunda pembayaran dan Ini dilakukan. Intinya, agar terjadi keseimbangan fiskal. Hingga kini, Pemkot Bekasi telah menetapkan prioritas pembayaran insentif kemasyarakatan pada APBD Perubahan 2019,” ungkap Reny.
Menurut Reny, pencairan honorarium kemasyarakatan sudah masuk pada APBD Perubahan 2019. Setelah pembahasan di DPRD Kota Bekasi, APBD Perubahan sudah ditetapkan dan sekarang masih proses evaluasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Di APBD Perubahan 2019 juga sudah memuat hal itu. Namun masih di koreksi Pemprov Jabar,” ungkapnya.
Namun demikian, lanjut Reny akan memastikan seluruh penerima insentif honorarium kemasyarakatan tetap menerima asuransi BPJS Ketenagakerjaan.
“Asuransi penerima insentif hingga linmas tetap kita cover asuransi BPJS Ketenagakerjaannya,” ungkap Reny.
Diketahui, Pemberian Insentif kepada RT sebesar Rp 1.250.000 dan Insentif RW sebesar Rp 1.750.000 dan Kader Posyandu sebesar Rp 400.000, insentif pimpinan atau pemuka umat beragama sebesar Rp 300.000, pemelihara rumah ibadah sebesar Rp 200.000.
Kemudian insentif kepada pengurus majelis umat beragama tingkat kecamatan sebesar Rp 750.000, dan pengurus Majelis Umat Beragama tingkat kelurahan sebesar Rp 500.000.