Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Agus Mulyono Herlambang mengutuk keras tindakan represif oknum anggota kepolisian kepada mahasiswa pada aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Cikarang, Kabupaten Bekasi, pada Rabu (7/10/2020).
Agus mengaku saat ini telah membentuk tim advokasi pada kasus dugaan penganiayaan oleh aparat kepolisian kepada mahasiswa asal Universitas Pelita Bangsa. Dalam waktu dekat, ia akan membawa permasalahan ini ke jalur hukum.
“Kami akan memabawa persoalan ini (dugaan kasus penganiayaan oknum polisi) ke jalur hukum,” kata Agus saat dikonfirmasi, Sabtu (10/10/2020).
Agus atas nama organisasi mengecam keras tindakan represif oknum kepolisian yang mengakibatkan sejumlah mahasiswa mengalami luka-luka. Bahkan, sampai menjalani operasi di Rumah Sakit Sentra Medika.
Ia juga mengaku telah menjenguk tiga mahasiswa yang masih menjalani perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Sentra Medika. Beruntung, kata dia, tiga mahasiswa yang masih jalani perawatan sudah berangsur pulih.
“Segala bentuk tindakan represif oleh oknum kepolisian sampai penganiayaan kepada mahasiswa adalah tidak dibenarkan, kami atas nama organisasi mengecam keras tindakan itu,” tegas dia.
Hingga kini, korban bernama Nasrul Firmansyah sedang pemulihan usai operasi kepala. Budi Nasrullah pemulihan sehabis operasi patah hidung. Roy menjalani pemulihan pasca jahit luka di kepala.
Sebelumnya diberitakan, aksi unjuk rasa di Jalan Jababeka Raya, Desa Pasir Sari, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, berlangsung ricuh, Rabu (7/10/2020). Mahasiswa dan polisi terlibat bentrok.
Bentrokan yang terjadi dengan singkat mengakibatkan sejumlah mahasiswa terluka parah. Saat ini, mahasiswa yang terluka telah dilarikan ke rumah sakit.
Jendral Lapangan Aksi Mahasiswa Bekasi, Firman Setiaji mengatakan bahwa dalam aksi menolak Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR RI, Firman telah berkoordinasi dengan tiga kampus di Kabupaten Bekasi, yaitu, Universitas Pelita Bangsa, Universitas Impasi dan Universitas El Gazali.
Awalnya mereka melakukan aksi longmarch dari masing-masing kampus. Setelah itu masuk ke pintu 10 Kawasan Industri Jababeka. Sebelum masuk mahasiswa sempat mendapat penjegelan oleh satuan pengamanan (Satpam) kawasan tersebut.
Namun, hasil negosiasi mereka dapat masuk kawasan industri dan melakukan orasi hingga patung kuda. Mereka juga berorasi di depan sejumlah pabrik di sana untuk mengajak kembali buruh turun aksi bersama dengan mahasiswa.
Setelah itu, peserta aksi memasuki pintu 1 Kawasan Industri Jababeka. Di sana mahasiswa kembali mendapatkan penjegalan oleh kepolisian.
“Di titik aksi itu ada 300 peserta dari mahasiswa. Namun di lokasi (bentrokan) peserta aksi mahasiswa bertambah kurang lebih mencapai 1.000 orang,” ujarnya.
Firman sendiri tidak mengetahui mahasiswa yang bergabung berasal dari mana. Namun, yang jelas ada juga sebagian buruh yang ikut dalam aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja.
Mahasiswa yang ingin terus melakukan aksi longmarch itu pun terlibat saling dorong dengan aparat kepolisian yang berjaga. Hingga ricuh dan bentrok antar mahasiswa dan polisi pecah.
“Menurut saya awalnya memang (tindakan) polisi lebih represif. Saat terjadi dorong-dorong itu mereka (polisi) langsung menembakan gas air mata. Padahal, kan bisa sebagai (peringatan) alternatif itu water canon,” imbuhnya.
Kapolres Metro Bekasi Kombes Pol Hendra Gunawan menyampaikan akan menanggung semua biaya perawatan mahasiswa yang terbaring di rumah sakit.
“Seluruh biaya perawatan ditanggung saya sebagai Kapolres Metro Bekasi,” kata Hendra di Rumah Sakit Sentra Medika, Rabu (7/10/2020) malam.
Hendra tak menyangka aksi penyampaian pendapat oleh kalangan mahasiswa terkait penolakan Undang-Undang Cipta Kerja berlangsung ricuh. Bahkan, sampai jatuh korban luka.
“Yang harus jadi perhatian adalah, dalam menyampaikan pendapat di muka umum jangan ada lagi provokasi sehingga menyebabkan kerugian material dan korban luka,” tutup Hendra.
(KUB)