Kota Bekasi – Maraknya dugaan pungutan liar (pungli) di sejumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kota Bekasi menjadi sorotan publik. Pengamat kebijakan publik Adi Susila menilai praktik pungutan seperti ini tidak bisa dibenarkan, meskipun sekolah menghadapi kendala anggaran.
“Seharusnya SPP dibebankan pada APBD Provinsi Jawa Barat, bukan dibebankan kepada siswa,” ujar Adi, Kamis (21/5/2025) kepada GoBekasi.
Menurut Adi, masih banyak sekolah negeri yang memungut iuran dari siswa dengan dalih kebutuhan operasional dan keterbatasan anggaran.
“Ini memang dilematis. Pendidikan memerlukan biaya besar, dan saya tidak tahu pasti apakah anggaran dari APBD Provinsi mampu mencukupi. Tapi dugaan saya, anggarannya memang masih kurang,” ujarnya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa pungutan dalam bentuk apa pun tidak dibenarkan dan telah dilarang pemerintah pusat.
Bukan Masalah Kewenangan Provinsi
Adi juga menampik anggapan bahwa pengambilalihan kewenangan SMA/SMK oleh provinsi menjadi akar masalah.
Menurutnya, saat ini Pemprov Jawa Barat memiliki UPTD Pendidikan di setiap kabupaten/kota, ditambah sistem e-government yang memudahkan pengawasan.
“Masalahnya bukan soal kewenangan. Tapi soal pengawasan. Dinas Pendidikan Provinsi harus lebih ketat dan berani memberi sanksi kepada sekolah yang masih nekat memungut SPP,” tegasnya.
Adi menekankan, penegakan aturan, transparansi anggaran, dan perlindungan terhadap hak siswa menjadi hal yang krusial demi menjamin akses pendidikan yang adil dan bebas pungli.
Ombudsman: Komite Tidak Boleh Lakukan Pungutan
Ombudsman RI menegaskan bahwa komite sekolah tidak diperbolehkan memungut dana dari siswa atau orang tua.
Namun, komite boleh melakukan penggalangan dana dengan sifat sukarela, tidak mengikat, dan transparan, sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Meskipun sumbangan diperbolehkan, bebannya tidak bisa sepenuhnya ditanggung orang tua. Sekolah harus mempunya Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) yang merujuk pada Standar Nasional Pendidikan (SNP), dan disetujui Dinas Pendidikan.
Dugaan Pungli di SMKN 5 dan SMKN 11 Kota Bekasi
Dugaan pungli mencuat di SMK Negeri 5 dan SMK Negeri 11 Kota Bekasi, di mana siswa dikenakan biaya sekolah tahunan yang mencapai Rp 2 juta hingga Rp 2,4 juta.
NP, kerabat salah satu siswa SMKN 5, mengaku iuran dilakukan sejak kelas X hingga kelas XII, dengan besaran yang meningkat tiap tahun.
“Kelas X Rp 1,5 juta, kelas XI Rp 1,8 juta, dan kelas XII Rp 2 juta. Pembayaran dilakukan bulanan,” ungkap NP.
Parahnya, menurut NP, pihak sekolah meminta semua kwitansi pembayaran diserahkan kembali setelah siswa lulus, diduga untuk menghilangkan bukti pungutan.
Di SMK Negeri 11 Kota Bekasi, seorang warga bernama DJ mengaku adiknya dikenakan biaya sebesar Rp 200 ribu per bulan, atau sekitar Rp 2,4 juta per tahun, meski diterima melalui jalur prestasi.
“Yang masuk zonasi gratis, tapi yang lewat jalur prestasi bayar,” katanya. DJ menyebut pembayaran dilakukan melalui transfer bank atas nama Komite Sekolah, dan sudah dilakukan sejak tahun ajaran 2023.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.