Wanita Hamil Dieksploitasi Sampai Keguguran, 600 Buruh PT AFI MM2100 Mogok Kerja Satu Bulan

  • Bagikan

Sebanyak 600 buruh di PT Alpen Food Industry (AFI) yang memproduksi es krim Aice melakukan aksi mogok kerja. Aksi mogok kerja itu dilakukan di depan perusahaan yang terletak di kawasan industri MM2100.

Koordinator Komite Solidaritas Perjuangan untuk Buruh Aice, Indra Permana mengemukakan terdapat sekitar 1.300 pekerja yang bernaung di PT AFI. Namun yang masuk dalam serikatnyan itu hanya 600 pekerja.

Aksi mogok kerja ini dilakukan selama 24 jam selama satu bulan. Para pekerja melakukan aksi mogok sesuai dengan shift kerjanya masing-masing.

“Jadi yang melakukan aksi mogok kerja hanya yang tergabung dalam serika kami. Sisanya masih bekerja,” kata Indra di depan PT AFI, Jumat (28/2/2020) kepada gobekasi.id.

Indra menjelaskan, aksi mogok kerja ditengarai setelah gagalnya perundingan yang telah berlangsung sejak tahun 2019. Permasalahan lainnya yang membuat buruh resah adalah kondisi kerja yang tidak memadai, penggunaan buruh kontrak dan buruh wanita hamil yang dipekerjakan malam hari.

“Soal buruh wanita hamil  menyebabkan tingginya kasus keguguran dan kematian bayi yang baru lahir,” tukas dia. 

Dalam pendataan di lingkungan serikat pekerjanya saja, telah terjadi 20 kasus kematian bayi maupun keguguran dari total buruh perempuan dalam serikat pekerjanya sebanyak 359. Kasus itu terjadi pada periode tahun 2019 saja.

“Jika digabung dengan buruh yang tidak masuk serikat jumlah itu bisa lebih,” ujar dia.

Indra juga mengemukakan soal sukitnya bagi buruh perempuan untuk mengambil cuti haid. Begitu juga untuk mengambil izin atau mengurus izin sakit. Pasalnya, kata dia, PT AFI menyediakan klinik dan dokter secara mandiri yang sering sekali memiliki diagnosa sendiri.

“Buruh tidak dapat mengambil second opinion dari dokter atau klinik lain, bisa dibayangkan buruh tidak mendapatkan layanan kesehatan secara demokratis karena satu-satunya dokter yang bisa memberikan izin sakit hanya dokter perusahaan saja,” tegasnya.

Indra mengatakan, PT AFI juga telah tega membayarkan bonus buruh dengan cek mundur yang ternyata kosong. Pada 4 Januari 2019, serikat pekerja dan pengusaha membuat perjanjian pembayaran bonus untuk 600 orang dengan jumlah Rp 1 juta per orang. 

Pengusahan saat itu mengaku tidak mampu menbayarkan pada waktu perjanjian. Sehingga buruh setuju menerima cek mundur yang bisa dicairkan setelah satu tahun. 

“Namun saat hendak dicairkan pada 5 Januari 2020, cek tersebut ternyata kosong dan tida bisa dicairkan,” tukasnya lagi.

Indra melanjutkan, sejak tahun 2017 buruh telah berusaha mempersoalkan berbagai permasalahan kondisi kerja agar mencapai kondisi kerja yang ideal sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Menurutnya, buruh memang membutuhkan perkerjaan, namun bukan berarti harus menerima kondisi kerja yang tidak layak.

“Apalagi, barang yang diproduksi adalah makanan/minuman yang dikonsumsi oleh banyak orang. Kualitas es krim yang dihasikan tentu sangat bergantung dengan kondisi buruhnya,” imbuh Indra.

Indra juga menyayangkan kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bekasi yang tidak pro terhadap kemaslahatan buruh. Dimana pihaknya telah melaporkan kepada pengawas Disnaker tentang permasalahan kondisi kerja di PT AFI.

Pihaknya telah melaporkan permasalahan skorsing dan hak mogok ke Komnas HAM hingga melaporkan masalah buruh perempuan hamil ke Komnas Perempuan. Sejauh ini, Komnas Perempuan telah mengeluarkan rekomendasi agar buruh perempuan hamil tidak dipekerjakan pada malam hari. Namun, praktik kerja malam tersebut masih saja berlangsung sampai saat ini.

Anehnya lagi, sambung Indra, Disnaker Kabupaten Bekasi mengeluarkan anjuran tanpa mengikuti prosedur mediasi sebagaimana diatur dalam peraturan menteri maupun kebiasaan yang ada. Kata dia, baru satu kali undangan mediasi, mediator langsung membuat anjuran.

“Seluruh isinya persis sama dengan posisi perusahaan. Pendapat buruh sama sekali tidak didengar. Bahkan mediator menyatakan tidak ada pembicaraan soal bonus, sedangkan pembicaraan itu ada dan buruh memiliki bukti dokumentasinya,” tegas Indra.

Ditempat yang sama, salah satu buruh bernama Muhammad Septiadi (24) mengungkapkan jika PT AFI acap kali membahayakan para pekerja. Dimana kata dia, sering kali terjadinya kebocoran amoniak dan bahan kimia lain saat produksi.

“Amoniak adalah zat kimia pembeku es, itu sering sekali bocor dan membahayakan para pekerja. Baunya kalau bocor sangat menyengat bahkan kita sempat tidak boleh keluar. Rasanya adalah sesak nafas, mata perih sampai pernah ada yang muntah-muntah,” ungkap Septiadi.

Septiadi juga menyinggung soal dugaan adanya pembuangan limbah yang tanpa diproses lagi oleh PT AFI. Karenanya, ia mekinta kepada pemerintah untuk melakukan investogasi terkait adanya hal tersebut.

“Pemerintah harus melalukan pemeriksaan K3 juga secara benar, karena K3 belum diperiksa dengan benar dan baik,” tutupnya.

(MYA)

  • Bagikan