Vandalisme bukan Anarko

Aksi vandalisme merupakan hak asasi manusia yang dibangun melalui tulisan dinding. Aksi protes bisu namun tajam melalui tulisan yang tak dilisankan. Kelirunya: aksi tersebut malah disebut sebagai anarko!

Aksi vandalisme yang terjadi pada hari buruh internasional di Bandung, Jawa Barat, lalu. Adalah aksi nyata protes kepada pemerintah. Bukan aksi-aksi perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas secara kesengajaan.

Dulu zaman dimana Suharto. Media ramai-ramai mempunyai penilaian tulisannya. Bisa disebut ‘aksi buruk sangka’ yang dibangun oleh media melalui berbagai berita yang miskin kata soal tatto.

Berita mengisyaratkan bahwa masyarakat bertatto itu durjana. Bahkan, sampai membudaya bahwasannya mereka kriminal atau pendosa. Bahkan bisa diisyaratkan mereka juga pasukan anarko.

Opini liar sangat berdampak kepada mereka: kelompok bertatto atau komunitas bertatto tak bisa dapat kerja. Malahan pacaran saja di plototin calon mertua!

Alangkah menyedihkan bila berpikir adanya bahwa tatto itu berbahaya. Padahal tatto tidak bertindak dan bekerja, tidak membunuh dan memegang senjata.

Era Reformasi, semua dapat menilai sendiri. Meskipun masih ada sedikit orang yang masih memiliki pemikiran Orde Baru: tatto kriminal dan berbahaya.

Namun banyak orang kini menilai bahwa tatto adalah hasil buah karya seni tubuh manusia: tidak bergerak, apalagi membunuh. Bahkan, gadis-gadis cantik kini punya tatto. Menurut mereka kini, lebih menarik jarum tatto ketimbang jarum suntik.

Kembali kepada aksi vandalisme di Bandung, sejatinya penegak hukum tidak terburu-buru menyebutnya dengan aksi anarko, atau aksi pasukan anarko. Begitupun media tidak terburu-buru menulis anarko!

Mereka hanya menyuarakan penyakit hati yang terpendam. Hemat saya, mereka para aksi vandalis dan masyarakat bertatto adalah orang-orang merdeka, orang-orang berekspresi.

Penulis: Mochamad Yacub Ardiansyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *