Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, bakal mengusulkan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar Upah Minimum Kota (UMK) di Bekasi sebsar Rp 4.589.708.
Artinya, upah tahun 2020 mengalami kenaikan 8,51 persen atau sekitar Rp 359.952. Penetepan upah ini dilakukan secara voting peserta dewan pengupahan.
Perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Bekasi, Nugraha mengatakan jika keputusan kenaikan UMK dapat memicu banyaknya perusahaan yang keluar dari Kota Bekasi hingga pengurangan tenaga kerja.
“UMK itukan bukan kewajiban, kecuali UMP baru itu wajib ada sesuai PP 78 2015 di pasal 45 ayat 1 menyatakan yang wajib adalah UMP,” katanya, Sabtu (16/11/2019).
Nugraha menyebut jika kenaikan UMK itu dipaksanakan dan disahkan di tingkat Provinsi. Maka dunia industri akan menghitung ulang antar pemasukan dan pengeluaran.
Karena demikian, Nugraha mengingatkan kepada pemerintah agar tak memaksakan atas kenaikan UMK Kota Bekasi. Akan tetapi harus melihat kemampuan para pengusaha.
Contoh kecil adalah hengkangnya sejumlah perusahaan garmen dari Kota Bekasi ke luar daerah. Hal ini adalah bukti bahwa kenaikan UMK yang terus menerus dan tidak disesuaikan dengan kondisi perusahaan sudah membuat sejumlah perusahaan tutup.
“Sekarang perusahaan garmen di Kota Bekasi sudah tidak ada, mereka mencari daerah atau pindah ke lokasi yang kompetitif,” imbuhnya.
Nugraha menyampaikan, keinginan Apindo untuk tidak ada UMK 2020, bukan berarti nanti akan menurunkan gaji yang telah didapatkan karyawan saat ini.
Menurutnya, kenaikan gaji akan tetap dilakukan sesuai kebijakan perusahaan, seperti lama kerja hingga prestasi atau kinerja.
“Jadi gini kalau misalnya, UMK 2020 tidak ada, artinya masing-masing perusahaan kan tetap ada kenaikan upah yaitu setiap tahun selalu ada kenaikan upah atau penilaia kinerja. Ya sesuai perjanjian kerja bersama,” ucap dia.
Saat ini, kata Nugraha berdasarkan data yang dimilik Apindo, dari sekitar 3.000 lebih perusahaan di Kota Bekasi masih banyak yang belum menjalankan UMK 2019.
“Jadi hanya 30 persen saja perusahaan di Kota Bekasi yang jalankan UMK 2019. 70 persen tidak jalankan, makanya kita minta evaluasi tapi tidak juga ada hasilnya. Baik dari provinsi atau pemkot,” ungkap dia.
Apindo menilai Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun Pemkot Bekasi tidak menjalankan regulasi dan pengawasan dengan baik.
Padahal yang dimaksud perusahaan itu tidak hanya perusahaan besar, akan tetapi juga UMKM, usaha kecil maupun usaha menengah.
Nugraha meminta agar Pemerintah Kota Bekasi juga dapat mengevaluasi hal ini agar tidak multitafsir karena sejatinya jika disahkan UMK itu menjadi patokan bagi suma pengusaha, baik usaha besar maupun kecil menengah.
“Sejauh ini hanya sekitar 20-30 persen perusahaan yang menjalankan UMK, jadi sebenarnya UMKM pun wajib memberikan gaji sesuai UMK, bukan perusahaan besar saja,” jelas dia.
Jika telah disahkan dan pelaku UMKM tidak menjalankan regulasi yang ada, kata dia, dapat terjerat sanksi hukuman pidana sekitar empat tahun.
Atas tidak setujunya UMK 2020, Nugraha menerangkan pihaknya akan membuat surat resmi penolakan ke Wali Kota Bekasi maupun Gubernur Jawa Barat.
“Kita sudah persiapkan semuanya, kita akan sampaikan jika berlanjut ini kemungkinan besar banyak perusahaan yang akan hengkang dari Kota Bekasi,” pungkasnya.