Integerasi Kartu Sehat Bekasi dengan Jamkesnas Dianggap Boros

Wali Kota Pastikan Tahun 2020 Warga Bekasi Masih Bisa Berobat Gratis
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi saat memberikan keterangan pers soal penghentian layanan kartu sehat mulai 1 januari 2019

Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, nampaknya enggan mengintegerasikan layanan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) dengan Jamkesnas dari Pemerintah Pusat.

Pemkot Bekasi menganggap jika anggaran untuk integerasi layanan Kartu Sehat dengan Jamkesnas dianggap kurang efisien. Beda halnya dengan anggaran yang ada di DKI Jakarta.

“Kalau DKI Jakarta dengan APBD yang besar bisa, kalau kita cari efektif dan efisiennya,” kata Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Selasa (10/12/2019).

Rahmat menjelaskan, dalam perhitungannya saat besaran Iuran BPJS Kesehatan masih di angka Rp 23 ribu, pemerintah harus menyiapkan dana sebesar Rp 580 miliar untuk mengcover pembayaran Iuran.

Namun, pada 2020 saja pemerintah hanya menganggarkan sekitar Rp 380 miliar untuk mengcover biaya Jamkesda melalui produk Kartu Sehat.

“Kalau diintegerasikan antara KS-NIK dan BPJS itu bisa saja, tapi dengan iuran Rp 23 ribu kita masih lost Rp 200 miliar, lebih baik anggarannya buat bikin Puskesmas dalam satu tahun hanya habiskan sekitar Rp 35 miliar,” jelas Rahmat.

Rahmat mengatakan, dalam pelayanan kesehatan pemerintah berusaha memberikan pelayanan yang cepat dan tata kelola anggarannya lebih bagus.

Namun, dalam perjalanannya pemerintah tak lupa tetap membayarkan iuran untuk masyarakat yang tergolong Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Kota Bekasi.

“Tetap kita bayarkan ada sekitar 500 ribu orang lebih, mereka dibayarkan iurannya dari pemerintah pusat, provinsi dan kota,” ungkapnya.

Berdasarkan data yang diperoleh, saat ini jumlah PBI di Kota Bekasi dari bantuan pemerintah pusat ada sebanyak 395.754 jiwa.

Sedangkan peserta PBI provinsi Jawa Barat dan Kota Bekasi ada sekitar 12.833 jiwa. Pada 2019 ada penambahan sekitar 122.247. Sehingga total jumlah seluruh masyarakat PBI di Kota Bekasi ada sekitar 518.001 jiwa.

Pemerintah Kota Bekasi mengklaim bahwa penghentian layanan Kartu Sehat hanya berlaku bagi warga yang sudah terdaftar sebagai peserta BPJS baik PBI, mandiri hingga perusahaan.

Bahkan, layanan Jamkesda tersebut mengklaim eksistensinya selama ini telah membantu mengurangi beban Jamkesnas yang saat ini tengah alami defisit pembiayaan sebesar Rp 23 triliun.

Tidak hanya itu, pemerintah setempat mengklaim bisa menjadi pelengkap layanan Jamkesmas bila dibutuhkan.

Kekinian juga diketahui, Pemkot Bekasi melalui Tim Advokasi Patriot segera menyampaikan dan mengajukan Judicial Review terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tenggang BPJS dan Undang-undang Nomor 40  tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Karena menurutnya, pertimbangan UU tersebut bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah pada pasal 12 yakni Urusan pemerintahan Wajib dan menjadi Pelayanan Dasar ada 6 (enam) urusan dan menjadi prioritas yaitu: pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan sosial.

“Tim advokasi patriot agar segera  menyampaikan Judicial Riview ke MA dan MK,” tegas Rahmat.

Kemudian, Perpres 82 tahun 2018 dan Perpres 75 tentang Integrasi ke BPJS, Serta Permendagri 33/2019 dimana semua jaminan kesehatan daerah harus diintegrasikan ke BPJS.

“Pemerintah tidak sedikitpun berniat menghentikan KS NIK namun kita tetap menempuh jalur hukum program kesehatan Kota Bekasi bisa menjadi komplementer kebijakan pusat. Sambil kita tempuh upaya hukum lewat Judicial review semata untuk kepentingan masyarakat yang lebih besar,” pungkasnya.

(MYA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *