Ratusan warga Kota Bekasi, Jawa Barat, melakukan aksi protes dengan petisi di Icon Kota Bekasi, Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Rabu (11/12/2019) siang.
Mereka meminta agar Pemerintah Kota Bekasi dalam nahkoda Rahmat Effendi tetap mempertahankan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dalam produk Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kepependukan (KS-NIK).
Sebab, dalam perjalanannya Kartu Sehat yang menjadi andalan Pemerintah Kota Bekasi telah membantu banyak warga tidak mampu yang ingin lekas sembuh dari penyakit yang tak bisa ditangani dengan uang pribadi.
Koordinator aksi yang mengatasnamakan Forum Pemuda Pemudi Pejuang Kartu Sehat Bekasi, Syahrul Ramadhan melihat jika produk Kartu Sehat mempunyai nilai-nilai luhur dalam butir Undang-Undang 1945 sebagaimana yang di cita-citakan para pendiri bangsa.
“Dimana selain pendidikan, kesehatan gratis adalah hak bagi warga masyarakat Indonesia tanpa terkecuali Kota Bekasi, jadi saya tegaskan jangan kebiri kesehatan gratis,” kata Syahrul dalam kesempatan ini, Rabu (11/12/2019).
Menurut Syahrul, program yang telah berjalan sejak tahun 2012 silam ini telah menyelamatkan kematian dini. Meski demikian, bukan berarti Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas) dalam produk BPJS buruk.
“Namun mayoritas warga di Kota Bekasi lebih banyak yang memilih Kartu Sehat ketimbang BPJS. Pertimbangannya adalah layanan yang diberikan dari produk Kartu Sehat secara gratis, berbeda dengan BPJS yang harus mengeluarkan uang per satu bulan,” ujar Syahrul.
Ia menegaskan bahwa tidak semua warga Kota Bekasi mampu melaksanakan kewajiban iuran apabila Jamkesda dalam produk Kartu Sehat terintegrasi dengan Jamkesnas.
Dengan demikian, lanjut Syahrul, tidak ada alasan bagi pemerintah pusat untuk menekan daerah yang mempunyai terobosan dalam sistem kesehatan dengan mengintegrasikan ke Jamkesnas.
Jikapun harus terintegrasi dengan BPJS, Syahrul meminta kepada pemerintah untuk menggratiskan iuran BPJS Kesehatan ketimbang mengusulkan kenaikan dua kali lipat.
Ia menyatakan seharusnya BPJS Kesehatan menjadi program utama pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat yang kurang mampu dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan gratis.
Sebab, undang-undang juga jelas mengamanatkan kepada pemerintah bahwa pemenuhan anggaran kesehatan bagi masyarakat sebesar 5 persen dari total APBN.
“Dalam sistem kesehatan dan pendidikan, sejatinya negara harus hadir dan mengcover rakyatnya. Sebab tugas pemerintah dalam dua sitem itu tidak boleh berbisnis,” tandasnya.
Disisi lain, produk Kartu Sehat Bekasi menurut dia memberikan pengaruh besar bagi harga diri seseorang. Misalnya saja, jika pada beberapa tahun silam masyarakat miskin harus berbondong-bondong membawa selebaran Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
“Menurut saya SKTM adalah bentuk diskriminasi dimana masyarakat harus mengumbar ketidakmampuannya (miskin). Berbeda dengan halnya Kartu Sehat, dimana warga kelas menengan dan tidak mampu di setarakan,” imbuhnya.