Permukiman di Bantaran Sungai Bekasi Bersertifikat Bakal Dievaluasi, Begini Kata KDM dan Menteri Nusron

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi bersama Menteri ATR/BPN Nusron Wahid usai membahas sertifikat di Bantaran Kali Cikeas hingga Bekasi. Foto: Tangkapan Layar TikTok Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi bersama Menteri ATR/BPN Nusron Wahid usai membahas sertifikat di Bantaran Kali Cikeas hingga Bekasi. Foto: Tangkapan Layar TikTok Dedi Mulyadi

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menemukan fakta mengejutkan saat meninjau bantaran Sungai Bekasi untuk melihat proses pelebaran sungai.

Alih-alih bisa melanjutkan proyek normalisasi, dia mendapati bahwa tanah di sekitar sungai telah berubah menjadi permukiman dan bahkan telah bersertifikat sebagai hak milik perorangan.

Dalam kunjungannya, Dedi menyatakan bahwa alat berat tidak bisa beroperasi karena bantaran Sungai Cikeas telah berubah menjadi permukiman dan tanahnya sudah bersertifikat.

“Saya lagi di Kali Bekasi, tadinya kita mau segera ke Sungai Cikeas, pertemuan dengan Sungai Cileungsi dan Bekasi. Tapi alat berat gak bisa berjalan ke sana karena bibir Sungai Cikeas sudah bersertifikat dan berubah jadi rumah,” ujar Dedi melalui akun TikTok-nya.

Kondisi ini membuat proyek pelebaran sungai tidak bisa dilakukan tanpa adanya pembebasan lahan terlebih dahulu.

Menanggapi temuan ini, Dedi bertemu dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, guna membahas tata ruang wilayah tersebut. Pada Selasa (11/3/2025), pertemuan tersebut akhirnya terlaksana.

Dalam video yang diunggah di akun Instagram-nya, Dedi meminta penjelasan dari Nusron mengenai solusi untuk tanah yang dikuasai oleh perorangan maupun perusahaan di Daerah Aliran Sungai (DAS).

Nusron menjelaskan bahwa jika tanah di DAS belum bersertifikat atau tidak ada yang mengklaim kepemilikannya, maka tanah tersebut akan disertifikatkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat atas Hak Pengelolaan (HPL) Balai Besar Sungai (BBS).

“Kalau yang udah kadung (telanjur) ada sertifikat, kalau prosesnya tidak benar, memang kalau bukan haknya akan kita batalkan,” tegas Nusron.

Namun, jika proses administrasi yang dilakukan sudah benar, maka sertifikat tersebut akan dipertahankan sebagai milik yang bersangkutan. Namun, jika terjadi proses pengadaan tanah atau lahan untuk pelebaran sungai, maka akan diberikan dua opsi solusi: Tanah Tanpa Sertifikat atau Sertifikat Salah.

Jika masyarakat sekitar tidak memiliki hak atas tanah tersebut atau sertifikatnya salah, maka akan dilakukan proses hukum.

“Minimal ganti bangunan,” tambah Nusron.

Tanah dengan Sertifikat yang sah, jika proses administrasi sudah benar, maka akan dilakukan ganti rugi pengadaan tanah.

Temuan ini menjadi tantangan serius bagi proyek normalisasi dan pelebaran sungai di Jawa Barat.

Dedi menegaskan bahwa pembebasan lahan harus dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Kami akan memastikan bahwa proses ini berjalan adil dan tidak merugikan masyarakat,” ujarnya.

Dengan langkah-langkah yang diambil oleh Pemprov Jawa Barat dan Kementerian ATR/BPN, diharapkan proyek normalisasi sungai dapat segera dilanjutkan.

Hal ini penting untuk mengurangi risiko banjir dan meningkatkan kualitas lingkungan di sekitar DAS.

“Kami berharap solusi ini dapat memberikan keadilan bagi semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, demi kemajuan dan kesejahteraan bersama,” tutup Dedi.

Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, diharapkan masalah tata ruang dan kepemilikan lahan di DAS dapat diselesaikan dengan baik, sehingga proyek-proyek infrastruktur penting seperti normalisasi sungai dapat berjalan lancar.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *