Pengajuan surat pengunduran diri Bupati Bekasi non aktif Neneng Hasanah Yasin, rupanya ditanggapi sebagai peluang mengamankan kursi wakil bupati.
Padahal, seharusnya pengunduran diri ini menjadi momentum memulihkan jalannya roda pemerintahan.
Sejumlah kader partai yang menaungi Neneng Hasanah Yasin, Partai Golkar, pun justru memunculkan beberapa nama, mulai dari Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Sunandar hingga anggotanya, Novy Yasin yang tidak lain adik kandung Neneng.
Seperti diketahui, jabatan Neneng Hasanah Yasin tidak aktif pasca ditahan KPK dalam kasus suap Meikarta. Jika Neneng mengundurkan diri, Wakil Bupati sekaligus Pelaksana Tugas Bupati Eka Supria Atmaja, praktis menjadi bupati definitif. Sementara posisi Wakil Bupati menjadi ‘Kursi Panas’.
Lalu, posisi wakil bupati pun kosong dan kini mulai diperebutkan. Pengamat Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Alrasyid mengatakan, perebutan posisi wakil bupati sebenarnya telah berlangsung sejak penahanan bupati.
Kemudian makin gencar pasca Neneng mengajukan permohonan diri. Menurut dia, posisi wakil bupati memang tengah menjadi rebutan, terlebih di sesama anggota dewan.
“Saya melihat pergerakan memerebutkan kursi wakil bupati itu ada. Ketika berbicara logika politik, para politisi itu kan menginginkan jabatan kekuasaan. Dan kekuasaan itu ada di eksekutif, jadi hal yang wajar kalau kalau surat pengunduran diri Bu Neneng dibahas secara cepat. Terlebih dewan itu kan lembaga politik maka keputusannya pun cenderung untuk kepentingan politis,” ujarnya belum lama ini.
Diungkapkan Harun, pengunduran diri Neneng ini seharusnya direspons sesuai tahapan. Tidak sekadar mencari kekuasaan di eksekutif, namun juga bagaimana mengembalikan jalannya roda pemerintahan.
“Dalam politik itu tidak ada yang namanya makan siang yang gratis, pasti ada hal-hal kepentingan terkait menindaklanjuti surat pengunduran Bu Neneng. Namun, baiknya tidak mengesampingkan niat awal yang jalannya pemerintahan,” terangnya.
Hal senada diungkapkan Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Menurut dia, fokus utama saat ini yakni bagaimana mengembalikan roda pemerintahan kembali berjalan normal.
“Bukan malah mencari siapa yang nanti jadi wakil bupati. Sekarang bagaimana surat pengunduran diri ini dibahas, kemudian diparipurnakan lalu dilaporkan pada menteri melalui gubernur. Ini dulu yang dilakukan,” tutur Dedi Mulyadi.
Lebih jauh, kata Dedi, Partai Golkar pun tengah difokuskan pada pemilihan legislatif dan pemenangan pemilihan presiden. Maka dipastikan penentuan wakil bupati usai pemilihan umum.
“Jadi fokus dulu di pileg dan pilpres baru berbicara siapa wakil bupati. Jangan dulu ribut wakilnya, bereskan dulu pengunduran diri ini dan benahi roda pemerintahan,” kata dia.
Informasi di lapangan, perebutan siapa yang menjadi kandidat wakil bupati mulai diperbincangkan yang salah satunya justru dibuka oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, Budiarta, melalui media sosial.
Saat dikonfirmasi, Budiarta mengungkapkan, nama yang disebutkan merupakan bagian dinamika yang tidak bisa dipungkiri.
“Namanya dinamika tidak bisa kita pungkiri. Yang namanya Pak Eka sudah jadi bupati, wajar siapa yang jadi wakil bupati, jadi sorotan,” tegas Budiarta.
“Ada beberapa nama yang menjadi kandidat Wakil Bupati Bekasi diantaranya Novi, Sarim, Kyai Iip, dan Guntur Mulyana. Pengunduran diri bupati non aktif ini hanya untuk mendefinitifkan Pak Eka menjadi Bupati. Setelah itu mengambil langkah kebijakan apakah diperlukan Wakil Bupati atau tidak, itu tergantung kebutuhan,” sambungnya.
Walaupun demikian, dari nama-nama yang sementara muncul sebagai kandidat Wakil Bupati ini masih dinamis dan tidak menutup kemungkinan dari unsur birokrat juga dapat diusulkan mengisi jabatan tersebut.
“Kita akan duduk bersama bicara dengan partai koalisi mengambil langkah berikutnya untuk wakil bupati. Insyaallah sebelum Pemilu sudah ada keputusannya,” pungkasnya.
Sementara itu, pasca dibahas dalam rapat pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi pada Februari 2019 lalu, surat pengunduran diri Neneng Hasanah Yasin dialihkan pada seluruh fraksi untuk ditelaah.
Setelah itu, pengunduran diri bakal disahkan dalam rapat paripurna yang kemudian hasilnya diserahkan pada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Barat.
Seperti diketahui, Neneng tak lagi menjadi pejabat aktif sejak ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap perizinan Meikarta pada Oktober 2018 lalu. Posisinya lalu digantikan Wakil Bupati, Eka Supria Atmaja yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati.