Saung Ranggon, peninggalan para wali pada abad ke-16 dengan tekstur bangunan kayu masih nampak kokoh. Bangunan ini di yakini adalah tempat peristirahatan para wali saat musim peperangan dengan sekutu Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Belanda.
Terletak di timur Ibukota DKI Jakarta, warga Kampung Cikedokan, Desa Cikedokan, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, mengenal bangunan ini dengan nama Rumah Tinggi. Namun mereka tidak mengetahui secara detil kapan dan siapa yang membangun Saung Ranggon.
Bahkan, juru kunci Saung Ranggon, Sri Muryati (67) juga mengaku tidak tahu menahu sejak kapan dan siapa yang membangun bangunan ini. Berdasarkan cerita yang ada, Saung Ranggon ditemukan pada abad ke-16. Dimana saat itu sempat di singgahi Pangeran Jayakarta dan Wali Songo.
Pada massanya, Saung Ranggon ditinggali oleh seorang prajurit dari Kerajaan Mataram. Raden Abbas namanya. Di tempat itu, Raden Abbas mempunyai sejumlah keturunan. Sri sendiri mengaku keturunan ke-7 Raden Abbas. Sampai sekarang, Sri menjadi juru kunci dari bangunan tua bersejarah itu.
Saat ini, sudah sekitar 35 tahun Sri merawat Saung Ranggon. Banyak yang menyebut jika Saung Ranggon menyimpan cerita mistis di luar nalar. Namun bukan saja cerita, menurut Sri memang banyak kejadian nyata yang telah dialami selama ia merawat Saung Ranggon.
“Bangunan ini sejak neneknya nenek saya sudah ada, sudah ratusan tahun. Ini merupakan tempat singgah para wali, tidak tahu siapa yang mendirikan dan kapan di bangun, tidak ada yang tahu. Bahkan, sejak Raden Abbas singgah, bangunan ini memang sudah ada,” kata Sri di Saung Ranggon, Kamis (9/1/2020) kepada gobekasi.
Di dalam Saung Ranggon, terdapat sejumlah benda pusaka peninggalan para wali. Benda-benda itu berupa keris dan belati dengan jumlah keseluruhan 25. Terdapat pula guci berisi air yang hanya bisa di lihat pada waktu-waktu tertentu.

Suasana magis di dalam Saung Ranggon juga masih amat terasa. Tidak bisa sembarang tamu atau masyarakat masuk ke dalamnya. Sebab, jika gegabah, bukan tidak mungkin hal di luar nalar bisa terjadi. Seperti kesurupan dan semacam kejanggalan lainnya.
“Pernah ada waktu itu ramai-ramai orang datang buat kesenian, tari topeng, gendang dan jaipong. Semua sudah siap, namun saat mau mulai itu semua nangis kejar (kesurupan massal). Ada juga tukang perabot yang masuk, saat itu saya lagi ada tamu dan ngantar ke atas, ketika tamu turun dia naik ke atas dan membuka sembarang kelambu dalam guci, tiba-tiba mental sampai bawah. Saya tanya kenapa dia bilang minta maaf, katanya melihat pria berjanggut panjang sedang sila,” beber Sri.
Kelebihan lain dari Saung Ranggon adalah dapat menetralisir masalah-masalah yang kerap menimpa seseorang. Tidak sedikit warga di luar Bekasi yang datang ke Saung Ranggon. Bahkan, tamunya yang datang ke Saung Ranggon terdapat dari wilayah Riau dan Bali.
“Banyak yang datang yah, kalau dicari-cari orang itu misalnya, cepat selesai. Tapi saya allahualam ya. Kadang yang masalahnya besar itu sampai tirakad menginap di saung selama tiga hari, dia ngaji, wirid dan salat,” tandasnya.
Secara detil, Sri juga menjelaskan apa saja yang harus dikerjakan wajib oleh pengurus atau juru kunci lakukan di Saung Ranggon. Misalnya adalah pada waktu datangnya maulid nabi. Biasanya pada masa-masa itu lah Sri wajib mencuci seluruh pusaka yang ada di Saung Ranggon.
“Saat maulid saya pasti cuci semua pusaka, ada juga warga berdatangan dari luar membawa pusaka untuk sekalian dicuci. Juga ada sedekah maulid. Setelah acara itu dilaksanakan tradisi nasional ada jaipong dan ada lagu-lagu wajib yang harus dinyanyikan,” pungkas Sri.