Bekasi  

Dua Daerah Saling Tunjuk Kesalahan Soal Pemisahan Aset PDAM

2 Kepala Daerah Dituntut Evaluasi Kinerja Dirut PDAM TB
Kantor PDAM TB

Proses pemisahan aset Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi gaduh. Perusahaan pelat merah itu dimiliki dua daerah yakni, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Kota Bekasi mengajukan pemisahan aset lantaran kini telah mempunyai PDAM Tirta Patriot. Namun, perusahaan itu belum maksimal karena konsumen masih di dominasi oleh PDAM Tirta Bhagasasi.

Pemisahan aset ini sejatinya sudah di bahas sejak tahun 2017. Bahkan, dua kepala daerah saat itu, Bupati Neneng Hasanah Yasin dan Wali Kota Rahmat Effendi telah menjalin Mou soal pemisahan aset.

Sampai Bupati Neneng Hasanah Yasin ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan digantikan Wakilnya, Eka Supria Atmja-kini Bupati Definitif. Pemisahan aset PDAM Bhagasasi tak kunjung selesai.

Pada tahun 2002 silam, pembagian saham disebut-sebut mempunyai porsi masing-masiang yakni, 45:55 dari nilai buku PDAM Tirta Bhagasasi Bekasi. Wali Kota Rahmat Effendi melihat jika hal itu sudah tercatat kesepakatan.

Kepala Bagian Administrasi Perekonomian pada Sekretariat Daerah Kabupaten Bekasi, Gatot Purnomo mengatakan porsi 45 persen untuk Kota Bekasi dan 55 persen untuk Kabupaten Bekasi tidak memiliki payung hukum yang mengikat. Ia meenyebut hanya bersifat politis saja.

“45 persen itu bukan saham, melainkan porsi pengelolaan aset PDAM Tirta Bhagasasi yang ada di Kota Bekasi,” kata dia, Senin (27/1/2020) di Kompleks Pemda Kabupaten Bekasi.

Gatot menjelaskan ada perbedaan pemahaman Wali Kota Rahmat Effendi terkait kepemilikan PDAM Tirta Bhagasasi yang menganggap perjanjian pada 2002 antara Bupati Bekasi saat itu. Wikanda dengan Wali Kota Bekasi, Nonon Sonthanie adalah perjanjian mengikat atas kepemilikan perusahaan pelat merah itu.

Perjanjian 2002 dilatarbelakangi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1996 mengenai Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi yakni Kota Bekasi terbentuk dan memisahkan diri dengan kabupaten, namun saat itu jaringan pipa dan pelanggan Tirta Bhagasasi telah mencakup wilayah yang baru mekar itu.

Dalam amanah undang-undang itu disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bekasi dapat memberikan aset salah satu BUMD. Namun, kata dia, sifatnya apabila diperlukan demi kelancaran tugas Kotamadya Bekasi.

“BUMD itu PDAM Tirta Bhagasasi yang ada di Kota Bekasi dan penyerahan aset itu dilakukan sesuai perundang-undangan. Itu bunyi undang-undang 9/1996,” ujarnya.

Hanya saja, perjanjian itu tidak diikat dengan peraturan daerah. Sementara PDAM Tirta Bhagasasi merupakan BUMD yang berbadan hukum dengan kedudukan hukumnya berdasarkan peraturan daerah.

“Dengan kata lain klaim saham 45:55 tidak tepat sebab tidak dibarengi pembuatan atau perubahan perda dan atas persetujuan legislatif,” tuturnya.

Kini proses pemisahan aset PDAM Tirta Bhagasasi masih berjalan. Bahkan, kedua daerah sempat berkirim surat ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB) Jawa Barat untuk meminta agar dilakukan mediasi antara kota dan kabupaten.

Kedua daerah meminta pendapat ke BPKB Jawa Barat. Selanjutnya, BPKB menyarankan agar menggunakan tenaga ahli dari jasa penilai publik independen untuk menilai aset sehingga ditemukan kewajaran terkait kompensasi yang akan diberikan Kota Bekasi.

Dari hasil penilaian tenaga ahli akhirnya tertemu di angka Rp362 miliar. Angka itu adalah nilai aset PDAM yang ada di Kota Bekasi.

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ani Rukmini, menyebut terkatung-katungnya proses pemisahaan aset PDAM Tirta Bhagasasi dengan Tirta Patriot disebabkan oleh kebijakan Pemerintah Kota Bekasi yang jalan di tempat.

Padahal, sesuai kesepakatan awal, bahwa proses pemisahan aset PDAM antara Kota dan Kabupaten Bekasi tersebut harus selesai pada Mei 2020 mendatang sesuai bunyi kesepakatan awal sejak tahun 2017 lalu. Tapi sampai sekarang belum ada titik temu.

“Saya melihat penyebabnya di Pemkot Bekasi yang jalan di tempat. Karena untuk Kabupaten Bekasi sudah selesai, baik di legislatif ataupun di eksekutif sudah sepakat. Tapi di Kota Bekasi belum,” ujar dia.

Menurutnya, terkait pemisahan aset, pada akhir tahun 2019 lalu sudah dimediasi oleh BPKP Jabar di Bandung. Bahkan Kabupaten Bekasi sendiri sudah mengakomodir angka yang diajukan sebesar Rp 199 miliar dari pengajuan awal mencapai Rp 362 miliar lebih.

Sementara Asisten Daerah (ASDA) III Kota Bekasi, Nadih Arifin mengakui jika Wali Kota Rahmat Effendi belum menandatangani perjanjian itu. Alasannya adalah karena melihat ada suatu hal.

“Memang pak Bupati sudah tandatangan, pak Wali Kota belum tandatangan, saya sampaikan adanya aset PSU yang dihitung oleh KJPP (Kantor Jasa Penilaian Publik), yang kita inginkan itu dihilangkan. Kalau itu dihitung menjadi penyertaan modal dari pemerintah Kota Bekasi,” jelasnya.

Terpisah, Ketua Komisi III DPRD Kota Bekasi, Abdul Muin Hafiz mengatakan bahwa titik tidak gegabahnya Wali Kota Bekasi soal pemisahan aset PDAM lantaran khawatir adanya dampak hukum. Namun yang pasti, target 2020 pemisahaan aset bakal terelaisasi.

“Saya bersama dengan teman-teman juga sedang menyelidiki dulu, apa asaja yang menjadi kendala-kendala. Kami juga nanti akan adakan pertemuan antara Wali Kota dan Bupati,” kata Muin.

Muin melihat kendala yang menyeruak adalah aset 7 PSU PDAM Tirta Bhagasasi yang ada di Kota Bekasi. Selain itu juga, tersiar kabar jika Kabupaten Bekasi ingin menyerahkan aset secara bertahap.

“Ini yang saya dengar, dari Rp 199 miliar itu kan nanti dibayarkan secara bertahap oleh kota, nah kabupaten dikabarkan juga akan menyerahkan aset nya secara bertahap. Ini yang tidak bisa, karena harus semua langsung diberikan,” katanya.

Pemerhati Politik, Sosial dan Ekonomi Daerah, Syafrudin justru menilai jika persoalan lambatnya akusisi aset PDAM Tirta Bhagasasi lantaran direksi yang enggan melepasnya. Ia melihat ada skenario yang sengaja dimainkan oleh Direktur PDAM Tirta Bhagasasi.

“Ada skenario dibalik tudingan Pemkab Bekasi kepada Pemkot Bekasi, mereka menyebut bahwa Pemkot Bekasi yang membuat lama proses akuisisi. Semakin lama prosesnya, akan berdampak pada kinerja pelayanan terhadap pelanggan yang ada diseluruh wilayahnya,” katanya.

Syafrudin meminta kepada Pemkab Bekasi sebelum melakukan pemisahan aset untuk mengevaluasi kinerja direksi di PDAM Tirta Bhagasasi. Sebab, sejauh ini kinerja direksi terlihat main-main tanpa melihat kepentingan konsumennya.

“Melihat ikhtisar laporan keuangan BUMD Kabupaten Bekasi, PDAM Tirta Bhagasasi memiliki aset sebesar Rp 592 miliar dengan kewajiban Rp 74 miliar. Sementara Ekuitas hampir sebesar Rp 518 miliar dan pendapatan sebesar Rp 384 miliar lebih dengan beban sebanyak Rp 215 miliar. Keuangan ini tidak main-main, seharunya kualitas yang diberikan PDAM juga lebih baik. Maka dengan itu tentu harus secepatnya dilakulan evaluasi kinerja direksi dan pejabatnya,” paparnya.

(MYA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *