Universitas Johns Hopkins, Amerika Serikat, mempublikasi data baru ihwal virus Corona atau Covid-19. Pada publikasi teranyar tersebut mencatat manusia terinfeksi di dunia saat ini mencapai 2.578.930 orang hingga Rabu (22/4/2020).
Mengutip dari berbagai sumber, artinya tingkat transmisi Corona Virus jauh lebih cepat daripada SARS dan MERS. Terlebih, kasus penularan Covid-19 ini dapat menular tanpa menunjukkan gejala.
Banyak alat yang sudah dikeluarkan dunia sebagai akurasi proteksi untuk mendeteksi orang-orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 ini. Misalnya saja alat Rapid Test. Alat ini sejatinya hanya berbasis anitigen atau antobody yang mampu memperlihatkan keberadaan SARS-CoV-2 dalam tubuh manusia. Namun, tingkat akurasi hasilnya sangatlah rendah.
Tes lanjutan dibutuhkan dengan alat real-time reverse transcription-polymerase chain reaction atau disingkat rRT-PCR. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau yang kini dikenal dengan sebutan WHO menyatakan bahwa rRT-PCR dibutuhkan untuk mendiagnosis sesorang terinfeksi SARS-CoV-2 atau tidak.
Secara ideal, diagnosis menggunakan rapid test membutuhkan waktu 15 menit, sedangkan rRT-PCR membutuhkan setidaknya 6 jam hingga 3 hari (Sariadji, 2020) . Selain itu, proses persiapan awal ribonucleic acid (RNA) SARS-CoV-2 dapat memengaruhi akurasi diagnosis pada rRT-PCR. Telah dilaporkan bahwan pernah terjadi kesalahan diagnosis COVID-19 dari uji rRT-PCR bila merujik artikel dari Xie dkk., 2020.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan metode yang praktis, cepat, dan akurat untuk mendiagnosis Covid-19. Setelah berita penelitian menggunakan fototermal plasmoniksebagaimana ditulis Sumartiningtyas, baru-baru ini peneliti asal negeri ginseng membuat alat yang mampu mengukur keberadaan virus SARS-CoV-2 dalam hitungan menit
Giwan Seo, dkk dari Korea Basic Science Institute membuat alat berbasis Field-Effect-Transistor (FET) yang dilapisi dengan lembaran graphen. Kemudian, permukaan graphen difungsionalisasi dengan antibodi yang spesifik terhadap protein spike SARS-CoV-2 (COVID-19 FET sensor).
Tim ini menggunakan perubahan arus listrik yang terjadi selama mendeteksi keberadaan SARS-CoV-2. Karena dipadukan dengan graphen, alat ini mampu mengurangi noise signal selama proses pendeteksian sehingga hasil pengukuran lebih akurat.
Ketika mereka memberikan protein spike murni atau hasil kultur virus SARS-CoV-2 ke Covid-19 FET sensor, maka akan terjadi ikatan dengan antibodi yang ditunjukkan dengan perubahan arus listrik.
Peneliti ini juga menggunakan sampel nasopharyngeal swab dari pasien COVID-19 dan pasien sehat sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan alat sensor ini mampu membedakan sample dari pasien yang menderita Covid-19 dan pasien sehat.
Selain tanpa preparasi sample, Covid-19 FET sensor juga dilaporkan mampu merespon sampel SARS-CoV-2 dengan konsentrasi kecil. Waktu yang dibutuhkan hanya 3 menit per sampel.
Hasil penelitian menunjukkan alat yang mereka buat memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi keberadaan SARS-CoV-2 sehingga dapat menjadi kandidat kuat pengujian SARS-CoV-2 selain rapid test dan rRT-PCR.
Penulis: Daru Seto Bagus Anugrah (Dosen Fakultas Teknobiologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya)