Panitia Kerja (Panja) Pengangkatan Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Menjadi Aparatur Sipil Negara (PGTKH-ASN) Komisi X DPR Rl Rapat Dengar Pendapat dengan Rektor Universitas Negeri Padang, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Rektor Universitas Negeri Manado, dan Rektor Universitas Pendidikan Ganesha.
Acara ini terselenggara secara virtual dan disiarkan melalui media sosial official Komisi X DPR RI pada, 24 Mei 2021.
Anggota Komisi X DPR RI, Nuroji meminta agar pemerintah pusat segera menuntaskan permasalahan PGTKH-ASN. Ia menyebut masalah ini tidak akan selesai jika tak di tindaklanjuti sesegara mungkin.
Nuroji menduga tidak adanya kordinasi yang berjalan baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam menuntaskan kasus tenaga kependidikan honorer.
Buktinya kata dia, guru honorer yang sediakala hanya mencapai 600 ribu kini justru alami peningakatan drastis hingga mencapai satu juta lebih. Artinya ada kelambatan dan kurang kesigapan pemerintah hingga maslaah meluas dan semakin rumit.
“Namun disisi lain saya mengapresiasi dengan menteri saat ini sudah ada progres penanganan yang lebih baik, dan ada sejumlah program yang ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan ini termasuk rekrutmen satu juta formasi penyelesaian guru honorer ini,” kata Nuroji sebagaimana dikutip gobekasi.id dari Chanel Youtube Komisi X DPR RI, Rabu (2/6/2021).
Kendati begitu faktanya, Nuroji melihat bahwa baru ada separuh terisi formasi. Padahal program satu juta formasi PGTKH-ASN ini merupakan solusi sebenarnya. Menurutnya, persoalan PGTKH-ASN perlu dibedah secara menyeluruh. Sebabnya, Nuroji menemukan 27 daerah tidak mendaftar dalam program tersebut.
“Lalu yang daftar pun hanya 50 persen. Lalu ada 8 lagi kabupaten/kota bermasalah, persoalan-persoalan ini perlu dibedah lagi penyebnya apa. Apakah karena publikasinya. (Penilaiannya) kebijakan menyampaikan secara lisan (PGTKH-ASN) itu belum menyentuh persoalan,” tukas Nuroji.
Politisi Gerindra Daerah Pemilihan Kota Bekasi-Depok ini melihat jika banyak persoalan tenaga honorer muncul berasal dari daerah. Dimana diduga ada perekrutan honorer atas kebijakan pemerintah daerah dengan mudah.
“Misalnya ada tim (pemenangan Pilkada) bupati/walikota, ada kenalan dengan pemda lalu dijadiakan pegawai honorer. Jadi kontribusi daerah membuat ruwetnya, persoalan ini harus dibedah juga. Sekarang ada solusi, daerah pula yang menolak, daerah pula yang tidak serius. Diberi kesempatan untuk mengisi (tetapi) tidak mengisi. Ini harus dibedah, jadi sebagai pemimpin daerah saya pikir harus bertanggung jawab,” katanya.
Nuroji mendapati kabar jika banyak daerah beralasan dengan tidak adanya kemampuan anggaran membayar tenaga honorer. Dari sini, peran pemerintah pusat bisa melihat profile daerah mana yang sebetulnya menolak PGTKH-ASN.
“Seperti Papua, ada dana Otsus (Otonomi khusus). Apa betul mereka nggak mampu membayar guru-guru honorer atau membantu pusat untuk membayar melalui dana Otsus. Jadi ini fenomena baru setelah hampir ada solusi, namun tidak diambil secara maksimal, terutama pada daerah yang mengusulkan ini.Jadi tenaganya (honorer) sendiri nggak mau ada P3K, maunya ASN, kan kita juga nggak bisa (karena) terkait dengan kualitas dan lain-lain,” katan Nuroji.
Dari Rapat Dengar Pendapat ini, Nuruji mewakili Komisi X DPR RI memberikan batas waktu kepada pemerintah untuk segara menyelesaikan persoalan PGTKH-ASN.
“Paling tidak periode ini harus selesai. Masalah tuntas dan segala macamnya, jadi harus lebih dikoordinasikan lagi antara pusat dan daerah terkait anggaran tadi. Kedua saya belum mendengar pandangan fenomena lowongan formasi tenaga P3K, juga terkait juga over suplai perguruan tingga, apakah sudah di moratorium atau masih ada rekrutmen untuk mahasiswa-mahasiwa jurusan pendidikan,” tutupnya.
(YUN)