Eksekusi Lahan di Tambun Selatan Dinyatakan Cacat Prosedur

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid meninjau lahan yang dieksekusi oleh PN Cikarang di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid meninjau lahan yang dieksekusi oleh PN Cikarang di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa keputusan eksekusi lahan oleh pengadilan di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, cacat prosedur.

Eksekusi rumah itu dilakukan petugas berdasarkan perintah Pengadilan Negeri (PN) Cikarang.

“Jadi ini proses eksekusi yang prosedurnya kurang tepat. Saya menganggap penghuni ini masih sah,” kata Nusron saat mengunjungi lokasi penggusuran, Jumat (7/2/2025).

Eksekusi ini berdampak pada lima rumah warga yang turut digusur meski berada di luar objek sengketa.

Padahal, para pemilik rumah memiliki bukti kepemilikan sah, termasuk sertifikat hak milik (SHM). Kelima rumah tersebut milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi, dan Bank Perumahan Rakyat (BPR).

Nusron menyoroti sejumlah tahapan yang tidak dijalankan oleh pengadilan dalam eksekusi ini.

Salah satunya adalah tidak adanya permohonan pembatalan sertifikat tanah warga kepada Kantor BPN Kabupaten Bekasi sebelum eksekusi dilakukan.

Dalam amar putusan, pengadilan pun tidak memerintahkan BPN untuk membatalkan sertifikat tanah tersebut.

Selain itu, pengadilan juga tidak mengajukan permohonan kepada BPN setempat untuk melakukan pengukuran ulang lahan yang akan dieksekusi guna menentukan batas-batasnya.

Nusron menegaskan bahwa surat pemberitahuan eksekusi pun tidak pernah dikirimkan ke BPN.

“Ini tiga-tiganya tidak dilalui dengan baik oleh pengadilan,” tambah Nusron.

Eksekusi lima rumah warga ini dilakukan pada 30 Januari 2025 berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan Nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.

Gugatan tersebut diajukan oleh Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, yang mengklaim sebagai pemilik tanah induk seluas 3,6 hektare dengan sertifikat nomor 335, yang dibeli dari Djuju Saribanon Dolly pada tahun 1976.

Permasalahan ini menjadi semakin kompleks karena kepemilikan sertifikat tanah tersebut telah beberapa kali berpindah tangan.
Awalnya, tanah tersebut dimiliki oleh Djuju, lalu dijual kepada Abdul Hamid.

Namun, transaksi itu kemudian dibatalkan sepihak oleh Djuju karena Abdul Hamid gagal melunasi pembayaran.

Abdul Hamid sempat menjual kembali tanah tersebut kepada Kayat, yang kemudian memecahnya menjadi empat bidang dengan nomor SHM 704, 705, 706, dan 707.

Lahan ini lalu dijual kembali ke berbagai pihak, termasuk kepada Toenggoel Paraon Siagian dan Bari.

Sebagian lahan kini telah berkembang menjadi perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2.

Pada 2018, Mimi mengajukan eksekusi pengosongan lahan, yang pada akhirnya berujung pada eksekusi lima rumah warga pada akhir Januari 2025.

Kasus ini masih menjadi perdebatan dan tengah mendapat perhatian dari berbagai pihak terkait.

Ikuti Kami di GOOGLE NEWS

Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *