Kota Bekasi — Praktik pungutan liar (pungli) yang berkedok sumbangan di sekolah-sekolah negeri kian marak terjadi di Kota Bekasi. Sejumlah SMA dan SMK Negeri dilaporkan memungut biaya dari wali murid, mulai dari SPP hingga uang gedung, dengan nilai yang mencapai jutaan rupiah.
Ironisnya, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat terkesan tutup mata. Salah satu yang disoroti adalah Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 97 Tahun 2022 yang dinilai memberikan ruang gerak kepada komite sekolah untuk melakukan pungutan atas nama dukungan pendanaan pendidikan.
Padahal, aturan ini bertentangan dengan Permendikbudristek Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara tegas menyatakan bahwa penggalangan dana hanya boleh dilakukan secara sukarela, tidak mengikat, dan transparan.
Modus Pungli Beragam, Komite Dilibatkan
Berdasarkan laporan yang diterima redaksi GoBekasi, praktik pungutan ini terjadi di berbagai sekolah, seperti SMK Negeri 11, 12, 2, 8, 4, 5, 3, dan 15, serta SMA Negeri 2, 3, dan 4 Kota Bekasi.
Modusnya serupa: sekolah memungut biaya SPP berkedok sumbangan bulanan, serta uang gedung yang besarannya bervariasi antara Rp2 juta hingga Rp4,5 juta. Pihak sekolah kerap berdalih bahwa iuran tersebut merupakan hasil kesepakatan dengan komite.
Salah satu Kepala Sekolah, Agus Wimbadi, Plt SMK Negeri 5 Kota Bekasi, saat dikonfirmasi, menyebut bahwa regulasi dari pemerintah provinsi membolehkan adanya sumbangan.
“Ada regulasinya kok, mulai dari Permendikbud sampai Pergub Jabar,” ucap Agus singkat, Kamis (22/5/2025).
Namun, pernyataan ini dibantah oleh Kepala KCD Wilayah III Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, I Made Supriatna.
“Cabang Dinas Pendidikan dan Disdik sudah menyampaikan untuk tidak lagi adanya pungutan apa pun,” kata I Made saat dikonfirmasi, Senin (27/5/2025).
Struktur Pungli Diduga Terorganisir
Sumber internal GoBekasi mengungkapkan bahwa praktik pungli telah menjadi sistemik di hampir seluruh SMA/SMK Negeri di Kota Bekasi. Dana pungutan bahkan digunakan untuk membayar gaji guru honorer karena keterbatasan anggaran dari pemerintah.
“Itu memang terjadi. Seluruh sekolah hanya mengandalkan pungutan dari wali murid untuk membayar tenaga honorer,” ujar sumber yang enggan disebutkan identitasnya.
Seorang guru dari salah satu SMK Negeri membenarkan bahwa sejak Dedi Mulyadi menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, sekolah diminta menghentikan pungutan. Namun, praktik di lapangan masih berlangsung.
Pungli Juga Terjadi di MTs Negeri
Praktik serupa juga terjadi di tingkat madrasah. Di MTs Negeri 3 Kota Bekasi, seorang wali murid berinisial SR mengungkap bahwa ia diminta membayar uang gedung sebesar Rp3 juta setelah anaknya dinyatakan lulus seleksi.
“Saya diberi kertas untuk pembayaran, bisa dicicil tiga hari. Tapi saat saya bayar DP Rp200 ribu, malah dimarahi oleh komite,” ujar SR.
“Yang ironis, komite itu bukan wali murid, tapi warga sekitar,” tambahnya.
Ujian Praktek dan Dana PIP Dipotong
Kasus pungli juga muncul dalam proses evaluasi akademik. Seorang siswa SMKN 15 berinisial R menyatakan bahwa dirinya diminta membayar Rp500 ribu untuk bisa mengikuti ujian praktik.
“Katanya uang itu buat bayar nilai,” ucap R.
Tak hanya itu, laporan juga menyebut adanya pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP) dan praktik pengembalian kwitansi pembayaran setelah siswa lulus, yang diduga untuk menghilangkan jejak administrasi.
“Iurannya meningkat setiap tahun, kelas X Rp1,5 juta, kelas XI Rp1,8 juta, dan kelas XII Rp2 juta. Dibayar tiap bulan,” ungkap NP, kerabat siswa penerima PIP.
Forkim Desak Kejaksaan Usut Dugaan Pungli
Menanggapi temuan tersebut, Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim) mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi segera turun tangan mengusut dugaan pungli di sektor pendidikan.
“Korupsi di dunia pendidikan sangat meresahkan. Ini bukan isu kecil. Kepala sekolah dan guru harus jadi teladan, bukan pelaku,” tegas Ketua Forkim, Mulyadi.
Ia menilai pembiaran terhadap pungli di sekolah hanya akan menciptakan generasi yang permisif terhadap korupsi.
“Kalau ini terus dibiarkan, kita sedang mencetak generasi yang menganggap pungli sebagai hal wajar,” tambahnya.
Pengamat: Tidak Ada Alasan Membenarkan Pungli
Pengamat kebijakan publik, Adi Susila, menyayangkan praktik pungutan yang masih marak terjadi. Ia menegaskan bahwa pembiayaan pendidikan seharusnya menjadi tanggung jawab APBD Provinsi, bukan dibebankan kepada siswa.
“Seharusnya SPP dibebankan pada APBD Jawa Barat. Kalau masih ada pungutan, itu menyalahi aturan,” ujar Adi.
Ia juga menekankan bahwa masalah bukan terletak pada kewenangan provinsi atas SMA/SMK, melainkan lemahnya pengawasan dari Dinas Pendidikan.
“Pemprov punya UPTD Pendidikan dan sistem e-government. Tidak ada alasan untuk tidak bisa mengawasi,” tegasnya.
Adi menyerukan penegakan aturan dan pemberian sanksi tegas bagi sekolah yang melanggar, demi menjamin akses pendidikan yang adil dan bebas pungutan liar.
Ikuti Kami di GOOGLE NEWS
Simak berita seputar Bekasi di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Gobekasi.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VarakafA2pLDBBYbP32t. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Bubarkan komite sekolah karena dipakai sebagai pintu masuk pungutan pungutan dengan berbagai dalih
Usut dulu sampai tuntas siapa otak yg menyuburkan pungli di dunia pendidikan. Yang jelas Kepala Sekola. Walikelas mah kumaha cek kepala sekolah. Mun kapanggih, langsung pecat kepala sekolah nya. Tong di engke-engke. Di semua sekolah juga sama pararungli kabeh.